Minggu, 29 Juni 2008

Negara yang GAGAL adalah negara yang hanya bISa MeLONgO ketika KEriNG

Sahabat blogger yang terkasih,

Sebelum saya membuat catatan apa-apa, saya mohon kesediaan para pembaca memandang baik-baik.....tajam-tajam....cermat-cermat.....kedua gambar di atas ini. Ya, saya mohon anda menatap baik-baik gambar-gambar itu. Lalu, katakanlah pada saya.....di manakah kira-kira negeri tempat pemandangan yang hijau royo-royo itu berada. Silakan menebak (barulah pada akhir artikel akan saya kasi tau ke pada sahabat sekalian tempat yang dimaksud).

Baiklah, inilah pengantar saya kedalam artikel baru ini. Beberapa hari lalu, si Norman datang kepada saya menyerahkan naskah posting baru. Setelah melihat sejenak, saya tertawa. Mengapa demikian? Karena cara-cara penulisannya yang masih sangat hijau. Sangat polos. Sangat lugu. Bahkan cenderung naif. Tapi saya tidak sampai hati untuk menolaknya seketika karena di mata Norman saya menangkap adanya antusiasme yang luar biasa. Bergolak dan bergejolak. Maklum anak muda. Muda? Ya, karena saya pernah seusia dengan dia. Dan ini istimewanya: seusia dia saya sudah memiliki dia. Anda bingung? Jangan. Si Norman adalah "penerus DNA" saya. Sulung dari anak-anak saya.

Tapi lalu, kalau saya meneruskan juga memposting artikel sumbangannya, hal itu bukan terutama karena Norman adalah anak saya. Bukan. tetapi saya menangkap "kegundahan" di hatinya. Setiap hari dia membaca blog ini dan yang ditemukan selalu pembicaraan yang amat tinggi. Ada di awang-awang. Terlalu ideal. Ya, kebanyakan perbincangan di dalam blog ini ada pada tataran idea. Hal ini, menurut Norman, perlu dikurangi. "Sekarang kita perlu berbicara sesuatu yang agak realistik. Sesuatu yang menginjak bumi" katanya sengit diiringi dengan pancaran mata yang berkilat-kilat. Whhuuuiiihhhh......waaaaaahhhhhh.......semangatnya mengingatkan gaya saya dahulu kala. masih menurut dia: "bumi kita sekarang, sedang dilanda kekeringan. Cilakanya, ketika kekeringan itu terjadi, nyata di depan mata, negara seolah-olah diam". Anda menangkap maksud saya dengan mengungkapkan episode obrolan kami itu? Ya, anda betul. Negara sebaiknya jangan hanya "berwacana" tetapi bertindaklah. Dalam hal apa? Ada banyak hal tetapi Si Norman meminta perhatian negara, dan kita semua, untuk satu hal yang berkaitan dengan cara-cara kita untuk mendapatkan makanan: Pertanian. Ah, saya sudah kepanjangan. Maka, inilah Si Norman dan kegundahannya.

KEKERINGAN MELANDA INDONESIA. aH, bASsIIiiii.
Ada Berita yang Laen Nggak?????

Pasti anda sedikit bingung (atau bingung sama sekali) begitu membaca judul ini. Tapi saya bisa pastikan bagi yang sering membaca atau sekedar membuka Koran pasti sering melihat berita mengenai kekeringan. Mulai dari yang terpampang di Headline sampai yang di bagian-bagian lain dari Koran yang sedang anda baca su pasti ada saaaaaa berita “kekeringan melanda daerah bla bla atau gagal panen melanda daerah bla bla seluas bla bla”. Betul ko sonde??? Padahal kita tahu pertanian itu salah satu sektor yang penting bagi suatu Negara. Bagi saya ini jadi berita basi karena selalu dan selalu hadir menghiasi Koran tapi anehnya ada hal yang menarik dalam berita-berita seperti ini bagi saya. Bingung??? Mari kita lanjut saja tapi sebelum saya membahas lebih jauh, ijinkan saya yang tergolong penulis “bau kencur” dan “bau-bau” yang lainnya akan sering-sering bertanya pada pembaca sekalian selain karena saya tidak banyak tahu tapi juga, saya ingin membangun ketertarikan anda pada hal yang ingin saya sampaikan. Jadi prepare your self… Trik nafas.. hembuskan.. kosongkan sejenak pikiran anda dari Indonesial, negara kalah, “dedi dores’, dll dan…….

Mari kita mulai……………………

Pertanyaan pertama, apa yang menarik dari berita yang saya katakan basi ini??? Sudah saya katakan sebelumnya dari berita yang “basi” ini saya menangkap dua hal yang saya anggap menarik. Hal pertama yaitu apa sikap anda begitu membaca, melihat dan mendengar berita ini??? Entahlah apa sikap anda tapi saya begitu membaca berita-berita ini selalu bilang dalam hati “Kasian e…” tapi seterusnya apa yang terjadi?? Saya dengan cepat melupakan berita ini dan saya lebih tertarik membaca berita tentang perkembangan Euro 2008 atau malah berita tentang putus-sambungnya atau kawin-cerainya artis Indonesia, atau berita “politik” bagaimana seorang Saiful Jamil, mantan (atau masihkah??) penyanyi dangdut yang ingin terjun di dunia politik. He..he. Parah…Yang menjadi benang merah atau inti dari point yang ingin saya katakan adalah SAYA BERSIKAP APATIS (atau masa bodoh atau juga “bahasa inggrisnya” time/period stupid. He..he). Selalu begitu dan begitu saja. Entahlah apakah sikap apatis saya mengenai berita kekeringan ini “menular” pada pemerintah Indonesia (untuk menghormati kawan –Anak NKRI- saya mencoba sekuat-kuat tenaga untuk tidak mengucapkan Indonesial. He..He). lagi-lagi saya bisa meramalkan beberapa dari anda (apalagi anak NKRI) akan menanyakan kenapa saya berkata seperti itu. Saya memberikan ilustrasi saja. Pernahkah anda mengenal tanaman Cendana (Santalum album L.)? tanaman ini mempunyai aroma yang harum sehingga dapat dijadikan mulai dari perhiasan sampai perabot rumah tangga. Tentu saja dengan potensi yang ada Seharusnya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber devisa negara atau minimal daerah penghasil cendana ini. Tapi apakah yang terjadi??? maafkan saya kalau dengan pernyataan saya berikut anda akan bilang saya Terrrlaluuu tapi saya mau bilang tanaman cendana (di pulau Timor dikenal dengan Hau Meni) ini masih hidup dan “ada” sampai saat ini hanya karena “kemurahan Tuhan” saja, bukan karena campur tangan pemerintah. Tidak perlu lagi saya mengatakan alasannya kenapa.

Waduh, para pembaca maafkan saya jadi sedikit ngelantur membicarakan tanaman yang “tidak kita makan” jadi nanti saya bisa saja dibilang sebagai orang yang tidak focus terhadap topic pembicaraan yaitu kekeringan. Tapi saya ingin memberi gambaran pemerintah yang “apatis”. Mari kita lanjutkan lagi, mengapa saya mengatakan Indonesia menjadi “apatis” terhadap kekeringan salah satunya adalah : komoditi pertanian apa yang sekarang tidak harus diimpor dari luar negeri?? Semua sekarang harus diimpor, mulai dari beras, gandum, kedelai, dll. Padahal seingat saya sampai pada tahun 1980-an, Indonesia masih dikenal sebagai salah satu negara eksportir beras dan komoditi pertanian yang cukup diperhitungkan di dunia. sekarang yang tersisa paling-paling Indonesia cuma bisa “mengekspor” TKI (illegal) dan asap akibat pembakaran hutan saja. Apakah Indonesia tidak peduli (atau apatis) pada bidang pertanian sehingga bidang ini seakan menjadi anak tiri (padahal sangat penting karena menyangkut “urusan perut”) sehingga apabila dulunya sektor ini menjadi primadona atau No. 1 sekarang tetap jadi No. 1 (tapi dari urutan belakang)???. Pertanyaan menggelitik saya, Ini sebenarnya Apatis atau tidak becus mengurus pertanian yah??? Jujur saja, saya termasuk yang tidak senang dengan pemerintahan era almarhum Soeharto, tapi maaf-maaf saja justru pada era tersebut pertanian Indonesia ”tidak separah” sekarang. Jadi, walaupun di antara ”beribu-ribu” kekurangan beliau, tapi kita perlu angkat topi untuk ”1 keberhasilan” almarhum.

Point kedua, hal yang menarik dari berita kekeringan menjadi berita basi ini adalah bidang pertanian menjadi bidang nomor ke sekian yang menjadi fokus negara tersia…... Ups tercinta ini. Begini saja, sekarang apa yang lebih menarik bagi anda begitu membaca (atau sekedar membuka) Koran? berita minyak dunia yang semakin naik sehingga BBM turut naikkah? berita demo yang berujung kerusuhan yang semakin sering terjadi kah? Berita FPI yang seakan-akan “tidak tersentuh” hukum padahal telah jelas-jelas melakukan tindakan kekerasan kah? Hmmmm… seandainya saja ada poling mengenai berita di koran apa yang menarik, saya yakin berita mengenai kekeringan sudah tidak menjadi hal yang menarik lagi. Waduh, saya kok lagi-lagi jadi ngelantur begini yah. Tapi yang ingin saya sampaikan dari “melantur” saya ini adalah pertanian telah menjadi bukan hal utama karena bagi pemerintah banyak hal yang “lebih penting” untuk dipikirkan daripada “sekedar” bidang pertanian ini. Saya membayangkan diri saya sebagai bapak Presiden SBY yang tiap bangun pagi yang ada dipikirannya masalah…masalah…masalah yang di urutan terakhir barulah bidang pertanian ini dipikirkan (malah yang lebih parah jika pak Presiden ini lebih memikirkan “perseteruan” dirinya dengan Wapres mendekati saat Pemilu 2009 nanti. Walah..walah). Sekarang terkesan saya seakan-akan menyalahkan pemerintah dalam hal ini. Apakah kondisi alam dan yang lainnya pun tidak ikut berpengaruh?? Yah, memang kondisi alam pun turut berpengaruh seperti saat ini dengan efek el nino dan la nina yang menyebabkan panas serta hujan berkepanjangan, tapi bukankah pemerintah seharusnya (dan memang sudah menjadi tugas mereka) untuk mengantisipasi hal seperti ini??? Bukankah kami memilih anda-anda yang duduk di kursi pemerintahan untuk menangani hal ini juga?? Pertanyaan berikut, Apakah salah apabila pemerintah menempatkan pertanian sebagai nomer sekian dalam membangun bangsa??? Saya meminjam ungkapan teman ayah saya yang selalu bilang ”gawat...gawat”. memang sudah gawat betul Indonesia ini. Maaf jika tetap seperti ini maka apa yang dikatakan BM, Indonesia sebagai Indonesial adalah benar adanya. Saya juga yakin dan pasti bahwa anak NKRI dan “antek-anteknya” akan berkata “Oh itu bisa-bisanya nrk saja, sebenarnya Indonesia memikirkan kok bidang pertanian”. Maaf-maaf saja sebab saya “agak sedikit” mengerti tentang pertanian jadi saya tahu bahwa di daerah-daerah entah di daratan jawa, daratan timor-NTT sama saja keluhan para pertani. Mulai dari pupuk yang makin mahal dan langka, sarana-sarana pendukung (alat-alat, bendungan, waduk, dll) pertanian yang masih belum memadai, dan sebagai sebagai sebagai serta sebagainya (karena banyak sekali keluhan).. kalau sudah begini, siapa yang mau jadi petani?? Su susah malah semakin melarat saja karena kekurangan perhatian. Jadi sebenarnya bukan hanya kekeringan dalam artian secara fisik yang melanda Indonesia tapi Indonesia pun turut mengalami KEKERINGAN MENTAL. Agak menjadi membingungkan karena dalam setiap kampanye mulai dari kampanye Presiden, Gubernur, Bupati sampai Walikota selalu disinggung salah satu “janji” apabila terpilih nanti adalah membangun sektor pertanian. TAPIIIIIIIII, seperti syair lagu Mariam Belina “Tapi Janji Tinggalah janji……….” Ah sudahlah mending kita “Ðedi Dores” saja pemerintah Indonesia saat ini. Begini saja deh, supaya saya sedikit kelihatan obyektif maka saya menyingkirkan nama pemerintah dalam ”daftar kesalahan”, lalu saya ingin menanyakan pada anda-anda sekalian. Saat ini (secara jujur) pernahkah terlintas dalam pikiran anda tentang arti pentingnya sektor pertanian?? Ingat yang jujur karena jika anda tidak menjawab jujur maka ”daftar kesalahan” anda akan bertambah satu saat nanti di akherat. He..he

Pertanyaan terakhir (saya benar-benar berjanji ini menjadi pertanyaan terakhir), apa solusinya kalau begitu??? Hal yang teknis mungkin terlalu banyak sehingga tak akan muat jika ditulis satu-persatu tapi secara garis besar saya ingin bilang “Kembalikan perhatian ke sektor pertanian karena sektor ini sangat penting”. Bukan berarti saya menganggap sektor lain seperti politik, keamanan,dll tidaklah penting karena masing-masing saling berkaitan satu dengan yang lain. Tapi logika sederhananya anda tidak akan bisa melanjutkan mengurus kerjaan kuliah, mengurus pekerjaan kantor, mengurus pekerjaan sebagai dosen, aparat desa, aparat pemerintah, kerjaan sebagai manajer, dan segala pekerjaan anda di berbagai bidang kalau anda tidak makan. Coba renungkan…. Tapi jangan salah sangka, kita makan untuk hidup bukan hidup untuk makan. Oleh karena itu, dengan meminjam jargon kampanye Gubernur dan Wagub NTT yang baru terpilih saya ingin bilang “Mari Kita Sehati Sesuara Membangun Sektor Pertanian (dan sektor-sektor yang lainnya)”. Ingat Fren janji pas kampanye jangan ko cuma jadi wacana sa

Salam damai,

Kupang, 26 Juni 2008
Pukul 05.00 Wita
(ditulis sambil begadang sampai pagi) He..He

(Bigmike: nah saya penuhi janji saya: 2 buah gambar di atas adalah di Gurun Negev, Israel. Betul, anda tidak salah baca. Gambar vegetasi cantik itu diambil di atas gurun Negev. Apa motivasi saya menampilkan gambar-gambar itu? Ah, jangalah anda bersikap: kura-kura di dalam perahu. Pura-pura makan tahu ..........hi hi hi)

Kamis, 26 Juni 2008

Kalau TURKI dikalahkan JERMAN 2-3 saya tahu (horeeeeee .....hidup JERMAN) tapi kalau NEGARA KALAH...hmmmm...tanya WILMANA yuuukkk...

Sahabat blogger terkasih,

Tak tahulah saya, mengapa membicarakan tentang Indonesia kok berasa enak-enak enek. Nggak dibicarakan, terlalu banyak perkara aneh bin ajaib di sekitar kita. FPI ngepruki orang. Ansor nyerang FPI. FPI bales mendemo kemana-mana dan bahkan bisa memaksa polisi membiarkan si Rizieq melakukan orasi di luar ruang tahanan (enggak tahu KUHP pasal berapa yang membolehkannya). Polisi menghantam mahasiswa. Gantian mahasiswa ngamuk dan membakar. BIN mulai lagi kembali ke hobi lamanya di masa orde baru, yaitu menginteli masyarakatnya sendiri. Sementara itu Malaysia malah membikin helipad hanya 7 meter dari perbatasan RI-Malaysia. Perahu nelayan Indonesia dibakar oleh polisi Australia di Indonesia sendiri. Si BIN diam saja. SBY-JK asyik sendiri. Pelajar perempuan bergaya preman. Geng Nero nabokin temennya sendiri bergaya kaisar Nero, si gila dari Romawi jaman dahulu. Jaksa main mata sama Artalyta. Apapun, mulut maunya diam tapi ...hati kita gelisah.

Sebaliknya, kalau kita mau ribut tentang Indonesia, ya ributnya sama siapa? Apakah yang kita omongkan di blog ini akan didengar mereka yang "di luar sana? Apakah isi blog ini dapat signifikan mempengaruhi keadaan? Nggak yakin saya. Di blog ini, yang terjadi malah ribut sendiri sesama blogger ketika Indonesia diperbicangkan. Dalam kegamangan seperti ini, untunglah blog ini punya sahabat setia yang mencatat bahwa biarpun orang-orang di blog ini suka bertengkar tetapi semuanya bisa kelar karena ada kasih dan persahabatan. Ahaaaaaa......kalau memang benar begitu maka saya tidak ragu lagi untuk memposting artikel berikut ini karena kebaikan memang tidak memerlukan kerumunan orang banyak untuk memulainya. Nah, Tanpa komentar lagi, inilah Posting dari WILMANA

NEGARA KALAH: Moralitas Pemimpin atau Siapa?

Sidang Pembaca yang terhormat, setelah menulis dari perspektif korporasi, kali ini saya pingin menulis governance & ethics dari perspektif negara. Mohon maaf jika ada hal-hal yang belum sepenuhnya cocok dengan pendapat, atau bahkan data dan info yang dimiliki sidang pembaca sekalian. Terima kasih banyak saya sampaikan kepada beberapa media yang menjadi sumber informasi saya. Baiklah, mari kita mulai.

Ada Apa Dengan SBY?

Dalam memberikan respon terhadap aksi kekerasan Laskar Islam pimpinan Munarman di Monas minggu (1/6), Presiden SBY melontarkan satu istilah yang menarik bagi saya.

Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan. Negara harus menegakkan tatanan yang berlaku untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Presiden dalam jumpa pers, Senin (2/6), di Kantor Presiden.

Beberapa hari ini saya merenungkan kata-kata SBY dan membandingkannya dengan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara di sekitar saya. Istilah menarik dari SBY, “negara kalah”, sungguh menggugah akal sehat dan nurani saya. Surfing saya di internet menemukan publikasi media news.okezone.com memberi ulasan yang cukup dramatis:

“Ya, negara tidak boleh kalah. Pernyataan lugas dan mengandung arti dalam. Negara ini harus tertib hukum. Tidak boleh suatu kelompok atau pribadi yang bebas hukum, jika mereka terbukti melanggarnya. Efek jera harus diberikan.”

Saya merenungkan, apa sesungguhnya yang berada di benak SBY ketika mengungkapkan hal ini. Rasa penasaran membuat saya berupaya menemukan pengertian tertentu di balik ungkapan “negara kalah” ini. Saya lalu melanjutkan surfing di beberapa media untuk mendapatkan informasi tambahan yang sekiranya dapat memberikan gambaran yang lebih jelas. Maka ketemulah di situs abeproject.wordpress.com kutipan tambahan dari seruan SBY pada Senin (2/6) tersebut, sebagai berikut:

”Tindakan kekerasan yang dilakukan organisasi tertentu dan orang-orang tertentu, mencoreng nama baik negara kita, di negeri sendiri maupun dunia. Jangan mencederai seluruh rakyat Indonesia dengan gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan seperti itu,” ujar Yudhoyono.

Apa itu Negara Kalah?

Apa yang dikatakan SBY di atas menjadi makin jelas bahwa ternyata “negara kalah” ini ada kaitannya dengan kebiasaan baru warga negara yang suka bertindak anarkis dan arogan sesukanya tanpa peduli dampaknya bagi reputasi maupun penilaian dunia terhadap bangsa dan negaranya. “Negara kalah” rupanya ada kaitan dengan kebiasaan baru rakyat negeri ini yang tidak lagi mengindahkan ketentuan hukum negara hampir di segala aras.

“Negara kalah” juga rupanya berkaitan dengan makin menguatnya fenomena pembiaran Aparat Negara atas berbagai pelanggaran hukum, termasuk tindakan anarkis dan arogansi sekelompok masyarakat terhadap yang lainnya. “Negara kalah” rupanya ada hubungannya dengan gejala ketidakmampuan Pemerintah menjalankan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap warga negaranya sendiri.

Bahkan bisa jadi, lebih jauh lagi, “negara kalah” rupanya ada hubungannya dengan kebingungan Pemerintah memilih untuk konsisten mengembangkan demokrasi Pancasila, atau mengadopsi “demokrasi barat” sesuai propaganda Amerika Serikat, atau mengikuti bujukan beberapa elemen negara untuk menjalankan “demokrasi nabi” yang belakangan ini banyak didengungkan dan diperjuangkan secara luas di mana-mana.

Kita tau bahwa beberapa tahun belakangan ini, ada fenomena munculnya beberapa elemen negara yang memberikan penilaian buruk terhadap sistem tata negara yang dianut oleh negara ini. Era yang dikenal juga dengan istilah “era reformasi” ini, mulanya menimbulkan optimisme, tetapi segera berganti dengan pesimisme yang luar biasa. Kebebasan memang nampak, tetapi cenderung kebablasan. Berbagai elemen di negara ini dengan bebas mengkritisi sistem bernegara, sekaligus memperjuangkan solusi masing-masing, bahkan cenderung saling bersaing secara tidak sehat karena masing-masing memberlakukan truth claim doctrine terhadap apa yang diyakininya benar.

Moralitas pancasila sebagai bentuk formal sistem nilai moral dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, semakin tenggelam dalam euforia berbagai sistem “tandingan”. Di awal era reformasi, muncul wacana mengubah format NKRI menjadi federasi, yang dengan mudah dapat kita duga siapa dalang dibalik ide ini. Ide-ide otonomi khusus atau otonomi diperluas telah menghasilkan peraturan perundang-undangan tersendiri. Sebelum itu, ditetapkan kesepakatan bangsa (politisi?) untuk mengamandemen UUD ’45. Fenomena yang paling terasa adalah pemekaran (perpecahan?) daerah tingkat I maupun tingkat II yang begitu merajalela nyaris tak terkontrol. Baru kemarin rakyat Banggai kepulauan dengan anarkis mengusir anggota DPR dan aparat Pemprov Sulteng dalam rangka memaksakan keputusan sepihak untuk bernaung ke Provinsi Malut.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa isu mengubah format sistem tata negara bukan lagi sekedar wacana, melainkan realitasnya sudah mulai bergulir bak fenomena bola salju yang menggelinding. Hal ini dapat dimaklumi karena elemen-elemen negara yang berjuang bagi perubahan sistem tata negara ini tidak hanya berwacana, tetapi berupaya mewujudkan ide-idenya melalui tindakan-tindakan nyata di lapangan. Hampir tidak ada institusi negara yang tidak disusupi oleh agen-agen perubahan ini. Hal ini dengan mudah terlihat pada fakta adanya berbagai keputusan strategis kenegaraan yang sudah dipaparkan di atas.

Banyak perubahan yang terjadi, jika dicermati lebih jeli sesungguhnya hanyalah gambaran “pertikaian” para agen perubahan yang menjalankan misinya masing-masing. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sepak terjang “agen asing” dalam berbagai bentuk pendekatan politik, ekonomi, budaya, dan keamanan, tidak lepas dari ambisi menanamkan pengaruh dan ideologinya di negeri kita ini. Atau contoh lain adalah aksi-aksi kelompok-kelompok agama yang secara eksplisit meminta penerapan sistem tata negara berdasarkan syariat agama tertentu. Agenda ini rupanya demikian serius dan sistematisnya sehingga mengundang organisasi keagamaan internasional untuk secara spesial mengambil peran juga. Ada yang sukses bermetamorfosis menjadi partai politik, ada yang masih betah berstatus ormas meski kekuatan massanya, semakin hari semakin menggelembung.

Jika di kalangan islam, misalnya, selama ini dikenal cuma ada dua kekuatan besar, muhammadiyah dan NU, maka sekarang orang sudah harus memperhitungkan kekuatan organisasi transnasional (menurut Ketua Umum PBNU, Pen.) seperti Ikhwanul Muslimin dengan kendaraan polititiknya PKS dan ada juga organisasi kemasyarakatan Hisbut Tahrir Indonesia, yang sekali bergerak dapat memobilisir ribuan massa di seluruh wilayah RI secara serentak.

Melalui jalur politik, kekuatan-kekuatan yang saling bersaing ini dapat mempengaruhi kebijakan publik Pemerintah mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah dengan berbagai Perda-Perda berbau syariat agama tertentu, misalnya. Bahkan kekuatan-kekuatan ini rupanya cukup mampu untuk melumpuhkan sendi-sendi bernegara sehingga dalam banyak hal nampak dalam bentuk sikap pembiaran Aparat terhadap berbagai tindak pelanggaran hukum dengan alasan kepentingan agama. Mulai dari aksi-aksi masa bodoh para politisi, aparat pemerintah, sampai pada berbagai bentuk anarkisme dan arogansi sekelompok masyarakat terhadap sebagian warga negara yang terus terjadi hingga tulisan ini dibuat.

Dampak sikut-menyikut di atas nampak pada fakta bahwa semakin hari semakin kelihatan ketidajelasan hukum di negara ini. Hukum formal negara tidak kunjung ditegakkan secara konsisten, sementara elemen tertentu di negara ini, dapat seenaknya bertindak anarkis dan arogan berdasarkan pada hukum agamanya, atau ada juga yang sekedar menggunakan hukum rimba sebagai pegangan.

Lewat gerakan-gerakan propagandis, rakyat disuguhkan iklan ala TV Indonesia tentang sistem demokrasi pancasila yang sekuler, pluralis, dan amburadul. Seiring dengan itu, semakin hari berbagai kelompok masyarakat dengan berani mempertunjukkan “efektifitas” hukum sendiri ketimbang hukum negara Pancasila yang dicap sekuler dan pluralis. Ormas-ormas keagamaan tanpa malu-malu memberlakukan fatwa haram terhadap apa saja yang diberi label sekuler dan pluralis. Karena itu, atas dasar hukum agama, siapapun seolah-olah dapat mengambil tindakan menghukum terhadap warga negara lainnya yang dianggap melakukan pelanggaran dan penodaan hukum agama.

Sidang Pembaca yang terhormat, pada titik inilah rupanya SBY menyuarakan tentang “negara kalah”. Negara yang tidak berdaya menghadapi tekanan-tekanan untuk menjatuhkan dan menghancurkan sistem tata negara yang resmi dianut oleh bangsa ini. Negara yang menghadapi gejala penurunan kualitas kehidupan berbangsa tanpa daya perlawanan sama sekali. Persis sistem komputer yang tak berdaya karena telah terinfeksi virus ganas yang menggerogoti sendi-sendinya secara sistemik.

Negara Kalah = Negara Gagal?

Beberapa waktu lalu, bigmike menyampaikan data survey efektifitas tata negara oleh majalah Foreign Policy. Data itu menunjukkan posisi Indonesia saat ini tergolong negara gagal. Tentang publikasi index negara gagal, sebenarnya dimulai tahun 2005. Di tahun 2005, Indonesia berada diperingkat 44, kategori warning. Ditahun 2006, Indonesia ada di peringkat 32, kategori ‘warning.’ Setelah 2 tahun berturut-turut Indonesia berada dalam kategori ‘warning’ maka di tahun 2007 Indonesia bukannya meningkat, tetapi justru mengalami penurunan kualitas tata negaranya. Sialnya, fenomena ini justru terjadi di era pemerintahan SBY.

Jadi nampaknya, ada kesenjangan antara keinginan SBY yang terungkap lewat penolakan terhadap “negara kalah” dengan kenyataan yang beliau hasilkan sebagai Kepala Negara. Kenyataan empiris menurut ukuran Foreign Policy, SBY malah membawa negara ini terpuruk pada ketegori negara gagal. Kata bigmike, Indonesia sekarang menjadi Indonesial.

SBY Punya Solusi?

Sidang Pembaca yang terhormat, saya memperkirakan bahwa SBY juga membaca hasil survey Foreign Policy itu. Makanya publikasi data Foreign Policy ini seolah-olah senada dengan sinyalemen “negara kalah” yang disuarakan oleh SBY. SBY malah memberikan ketegasan mengenai apa yang harus diperbuat oleh aparat negara dalam menyikapi sinyalemen ini. Hal ini nampak dari pernyataan SBY yang saya kutip kembali di sini:

Negara ini harus tertib hukum. Tidak boleh suatu kelompok atau pribadi yang bebas hukum, jika mereka terbukti melanggarnya. Efek jera harus diberikan.

Tindakan kekerasan yang dilakukan organisasi tertentu dan orang-orang tertentu, mencoreng nama baik negara kita, di negeri sendiri maupun dunia. Jangan mencederai seluruh rakyat Indonesia dengan gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan seperti itu,” ujar Yudhoyono.

Pernyataan ini kembali menghidupkan api pengharapan dihati saya dan mungkin banyak lapisan masyarakat bangsa ini. Bahwa negara ini sesungguhnya masih memiliki peluang dan potensi untuk bangkit kembali dari keterpurukan. RI masih dapat meningkatkan sistem imun untuk melawan virus yang terlanjur menyerang secara sistemik. Masih dapat menegakkan kembali sistem negara pancasila yang khas Indonesia tanpa menyepelekan sistem bernegara yang dipraktekkan oleh negara lainnya yang ada di dunia ini.

Api pengharapan ini hanya akan semakin membara jika SBY dapat mewujudkan pernyataannya lewat berbagai tindakan nyata Pemerintah di lapangan. Keteladanan Pemerintah tentu akan menjadi panutan bagi seluruh rakyat untuk bertindak dalam kerangka moralitas khas bangsa ini yaitu Pancasila. Hal ini perlu diungkapkan karena SBY toh bukan tanpa kelemahan, seperti fakta pada alinea penutup di bawah ini.

Akan tetapi, moralitas teriakan SBY ini nampak dari tindakan aparat di lapangan. Beberapa hari ini, kembali marak tindak kekerasan sekelompok umat islam terhadap kelompok Ahmadiyah di berbagai pelosok tanah air. Bulan Juni ini, aksi kekerasan terhadap umat Kristen di Jatimulya Bekasi kembali terjadi, bahkan kali ini dimotori oleh Camat setempat. Saya kembali bertanya-tanya, apa sesungguhnya moralitas SBY, ketika menyuarakan “negara kalah”? Emang sih, ada yang bilang moralitas SBY yang sebenarnya adalah moralitas TPs. Mohon maaf, TPs di sini bukan “tetap Pancasila”, tetapi “Tebar Pesona”, alias verbalisme belaka.

Selasa, 24 Juni 2008

Diposting Tanpa Nama (DTN) tapi langsung bilang : INDONESIAL-an (kok brani-braninya)

Sahabat blogger yang saya hormati,

Berikut ini adalah seseorang yang tidak mau disebutkan namanya secara jelas, tetapi meminta agar fotonya dimasukkan secara jelas. Oleh karena itu, untuk memudahkan kita, maka saya sebutkan saja namanya sebagai DTN. Silakan anda membuat kepanjangannya tetapi saya memilih yang satu ini: Diposting Tanpa Nama. Ada yang mencoba memanjangkannya menjadi : Datang Tanpa di miNta pulang tak di antar? hi hi hi .....

Apapun, kedatangan DTN dengan draft artikelnya, lagi-lagi telah menolong saya karena rasa-rasanya sampai akhir minggu nanti saya masih harus sangat sibuk tagal urusan "mencari makan". Kesibukan yang membuat saya agak susah membuat suatu artikel lengkap. Mohon dimaafkan atas kesibukan saya tetapi jangan kuatir, setiap tulisan yang saya posting adalah tulisan yang sudah saya sesuaikan dengan "standard mutu" yang saya tetapkan. Apa itu? Ah, yang ini saya rahasiakan saja karena memang agak subyektif. Tetapi siapakah yang tidak subyektif sekarang ini, di jaman ini? Subyektifitas yang saya maksudkan bahkan akan anda lihat secara gamblang dalam posting kali ini. Ada banyak terminologi yang khas milik DTN dan rasanya menarik untuk kita diskusikan bersama. Akhrinya, setelah melewati proses editing seperlunya tanpa mengusik substansi tulisan, saya memposting juga artikel saudara DTN . Selamat membaca dan berdiskusi.

INDONESIALan DEDI DORES

Semenjak Indonesia merdeka dengan impian mewujudkan INDONESIA jaya yang sejahtera adil dan makmur menjadi impian yang luhur dan mulia. Pada awal kemerdekaan Indonesia merupakan sebuah Negeri yang masih miskin (materi), rendah pendidikan, dan tradisi otoriter namun tidak miskin kepribadian dan akhlak moral yang masih baik. Semua ini banyak bergantung kepada sosok kepemimpinan Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa kelompok-kelompok pemimpin berturut-turut gagal dalam memenuhi harapan-harapan masyarakat Indonesia. Semenjak tahun 1950 hingga hari ini upaya menciptakan pendemokrasian, keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak sekali menemui hambatan yang berujung pada kegagalan oleh karena hal-hal seperti korupsi tersebar luas, primordialisme suku, agama dan etnik sebagai wujud penegasan diri, masalah ekonomi social budaya dan hukum yang rapuh dan lemah yang berujung pada longgarnya kesatuan Negara ini. Hal ini sejalan dengan faktor manusia Indonesia sendiri dengan masalah degradasi mental dan moral anak bangsa yahh kalo menurut istilah BIGMIKE mungkin bisa menjadi ANAK BANGSAT he he he he

Soekarno selama 20 tahun berupaya untuk menanamkan National Building yang memang diakui cukup berhasil namun apakah proses pembentukan Indonesia dapat dikatakan selesai? Ternyata belum, Soekarno sebagai The Nation Builder belum berhasil menjadikan Indonesia, dimana pada ujung pemerintahannya ia dikelilingi oleh orang-orang culas (istilah sodara wilmana) yang akhirnya membuat bangsa ini bergolak dan lengserlah beliau. Selama 32 tahun berikutnya adalah masa stabilitas oleh Soeharto dengan upaya mendahulukan stabilitas POLEKSOSBUDKAM-nya. Segala bentuk perbedaan diredam dengan kekuatan militer dan pemaksaan. Pertanyaannya, Jadikah Indonesia? Ternyata jawabannya juga masih sama yaitu belum berhasil. Kondisi stabil yang nampak itu ternyata semu bahkan telah membentuk, menumbuhkan dan membangkitkan benih-benih dendam, diskriminasi, ketidakadilan, kecurigaan, kesewenangan, KKN semakin merajalela, hutang pemerintah dan swasta yang tak terhitung, ketidakpercaayaan serta ketidakkesepahaman yang berujung pada rapuhnya Nasionalisme, hilangnya kepercayaan kepada pemerintahan dan penegakkan hukum dan perpecahan/disintegrasi bangsa. Kondisi ini sudah seperti bisul yang membengkak dan siap pecah!!!! Pecahnya bisul itu menandai Indonesia masuk kedalam era reformasi. Era reformasi ini bertujuan mereformasi apa yang gagal dilakukan oleh era ORLA dan ORBA untuk kembali kepada impian semula dengan tekad menjadikan Indonesia baru. Bisul yang pecah ini memunculkan efek yang luar biasa hebatnya. Pada masa ini wibawa, integritas dan kepercayaan terhadap Pemerintahan telah hancur, hancurnya nasionalisme dan hancurnya bingkai persatuan dan kesatuan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Hal yang paling menyedihkan adalah hancurnya kepribadian dan akhlak anak bangsa ( Kalo sudah hancur ya pasti jadi anak bangsat, ya toh ???).

Hal terakhir tergambar jelas dalam situasi terakhir yang terjadi di Indonesia. Konflik fisik/nonfisik dan kekerasan fisik/non fisik terjadi dimana-mana, yang dimulai dari Rumah tangga hingga para selebriti dan pejabat dan pemimpin bangsa ini. Dari sini dapat kita lihat dan kita mulai melihat tanda-tanda kegagalan dari era reformasi dalam menjadikan Indonesia. Bisa-bisa, pada era inilah Bangsa dan Negara Indonesia berubah nama menjadi Indonesial. Hal ini barangkali bisa terjadi karena jelas tanda-tanda di atas yang tiada kunjung terselesaikan oleh pemimpin bangsa semenjak masa reformasi yang akhirnya memicu terjadi hal yang akan turut membuat kegagalan itu terwujud yaitu ras pesimisme oleh seluruh masyarakat Indonesia. Rasa pesimisme itu terus menghantui di setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Kenyataan dari sikap peimisme ini meliputi 2 persoalan besar dibidang Politik, ekonomi dan hukum di negeri ini yang akan memicu kekhawatiran yaitu tentang potensi/akibat konflik dan kekerasan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Persoalan ini masih belum mampu dijawab oleh bangsa ini. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya yaitu segala persoalan yang timbul dan ditimbulkan dalam penanganan dan penyelesaiannya sangat bergantung dari seorang pemimpin. Tetapi dalam perkembangannya persoalan ini bukan saja bergantung pada pemimpin/pemerintah tetapi juga oleh masyarakat itu sendiri. Kita ingat pepatah tua berpesan demikian, Guru kencing berdiri Murid kencing berlari. Kira-kira sama tuh yang terjadi dengan bangsa ini. Pemerintah dalam hal ini meliputi Eksekutif dan legislative berisikan manusia-manusia bermental payah dan berakhlak buruk alias POEK , Culas, individualisme, ragu-ragu dan he he DOLAH SALEH, licikus munafikus dan akalus bulukus dll ( Sodara WILMANA pasti TAU itu) sehingga jauh dari kesan bersih dan berwibawa. Yang menurut sodara wilmana dikatakan bahwa bangsa ini telah diurus dan dibentuk oleh orang-orang culas dan berburuk prasangka. Nah hal ini juga berimbas dan telah menularkan kepada kehidupan dan perilaku masyarakat Indonesia. Akibatnya bagaimana bangsa ini bisa bangkit dan bangun untuk menjadi bangsa yang Bisa???

Pemerintah juga bak penjual obat kuwat di pinggir jalan yang dengan lantang dan terus meneriakan kehebatan barangnya dengan slogan yang RACOOOON DUNIA. Di sisi lain masyarakat kita berprilaku seperti penonton yang menyaksikan para penjual obat tadi, diam termangu kadang terpukau tetapi setelah seleai menyaksikan tiada yang mampu/berminat untuk membeli dan mencobanya apalagi mengingat apa yang diserukan tadi. Masyarakat akan berlalu dan segera melupakan obralan dan atraksi si penjual obat tadi. Ketika pulang ke rumah orang akan sibuk dengan urusan mereka masing-masing, pusing dengan keadaan rumah tangganya, ruwet dengan biaya hidup, masalah pendidikan dan pekerjaan dan ahhhh lagi-lagi BBM naik lagi ….. adooohhh jadi lupa sama tukang jual obat. Kondisi ini nyaris sama yang dilantunkan oleh si diva dangdut “ jatuh bangun dan jatuh lagi Indonesiaku “……..

Bagaimana, apa Indonesia bisa, Indonesia bisa Bangkit???

Mudah-mudahan slogan ini mau di lakukan secara sungguh-sungguh, dengan tekad, kerja keras, komitmen, berhati kasih, jujur dan adil oleh Pemerintah dan seluruh masyarakat. Atau sama seperti nasib si penjual obat dan masyarakat penonton tadi yang pada akhirnya sama dengan apa yang diistilahkan oleh seorang bos di Universitas PGRI NTT di Kupang, yaitu ACD alias “Aduh Capek Deh “ dan slogan itu juga harus di DEDI DORES alias “Dengan Diiringi Doa Restu “ agar semuanya bisa terwujud.

Ciao ……

DTN

Minggu, 22 Juni 2008

Malam itu pada tanggal 23 di 2 bulan yang Lewat

Penyair besar dari Libanon, Gibran Khalil Gibran, pernah menulis bahwa :.....di keheningan malam....Sang maut turun dari hadirat Tuhan, ...menuju bumi....
Di malam itu, tanggal 23 April 2008,
sang Maut yang sama yang berasal dari hadirat Tuhan yang sama... melayang perlahan menuju bumi...
dan kali ini, Sang Guru Tua lah yang dijemputnya kembali ke pemilik Hidup: TUHAN
Setelah dua bulan, air mata mulai surut
tapi kenangan akannya tidak pernah hilang dan yang tersisa adalah : cinta kasih padanya
dan juga pada- NYA yang sekali waktu
telah memberikan sang Guru Tua kepada Kami....
(dan oh....lihatlah Sang Guru Tua sedang khusuk berdoa di samping-Nya di Surga)


DUA KEINGINAN
** Gibran Khalil Gibran **

Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap.

Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam kepekatan, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di celah-celah kediaman - berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun - sehingga tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang , dan tika ia menyentuh dahi si lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kemarahan, "Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera! Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku untuk mencincangmu menjadi kepingan!"

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, "Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku."

Dan si lelaki itu menjawab, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan."

Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, "Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan orang. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan ambil nyawaku... Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putera tunggal yang kusayangi, dialah sumber kegembiraan hidupku. Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian."


Sang Maut itu mengeruh,"Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri." Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, "Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini."

"Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri. Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi."
Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia - dan dalam bisikan amaran ia berkata,
"Hanya mereka di dunia yang mencari Keabadianlah
yang sampai ke Keabadian itu."

Sabtu, 21 Juni 2008

Nih Bekal Bwt Hari Minggu dari Wilmana

Ditulis oleh Wilmana di/pada Juni 20, 2008

Jika anda punya teman orang Kristen, cobalah meminta yang bersangkutan bercerita tentang siapa itu Yesus, Tuhan mereka. Tentu mereka akan menjelaskan panjang lebar tentang seseorang yang lemah-lembut, cerdas, dapat mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan melalui berbagai perbuatan mujizat, sehingga layak di-Tuhan-kan. Penulis e-book, Re-Think, Being Just A Christian In The 21st Century, punya kesaksian yang menarik sebagai berikut:

Ada seorang kawan yang menggambarkan Yesus sebagai sesosok pribadi baik hati yang akan mengabulkan semua permintaan jikalau kita memenuhi kriteria sebagai orang Kristen baik-baik, tidak memiliki catatan kriminal, tampan atau cantik, dan yang terutama ialah rutin mengembalikan persembahan persepuluhan. Seandainya doa kita tidak juga terjawab, maka penyebabnya pasti tidak jauh-jauh dari kurang iman atau mungkin ada dosa tersembunyi dalam diri kita yang belum dibereskan. Seandainya ternyata yang bersangkutan sama sekali tidak terlihat kalau dia kurang gizi (baca: kurang iman), maka mungkin saja Tuhan sedang menyuruh dia menunggu waktunya Tuhan.

Ada lagi kawan lain yang menggambarkan Yesus sebagai pribadi yang penuh kedamaian dan cinta kasih. Ini adalah Yesus yang selalu bertuturkata dengan etika, menghargai perasaan orang, dan yang terutama ialah ia sangat lemah lembut. Ini adalah Yesus yang tidak mengenal istilah ‘melawan’ dan selalu penuh senyum sementara membiarkan orang lain menganiaya dirinya. Ini adalah Yesus yang tidak menjadi batu sandungan, tidak beremosi (baca: inhumane), rajin beribadah dan gemar menabung. Ini adalah Yesus yang sering tampilkan di lukisan-lukisan Kristen, yaitu sosok Yesus yang begitu sangat amat mengasihi orang lain sampai lupa bagaimana mengurus dirinya sendiri.

Tentu, sebagai seorang non-kristen anda pasti terheran-heran dengan cerita-cerita seperti di atas. Masak sih, ada manusia seperti itu? Rasanya, Tuhan-pun tidak digambarkan sebaik itu. Tentu, anda layak bertanya-tanya seperti itu. Terlebih-lebih jika anda adalah seorang muslim.

Lalu, bagaimana jika anda bertanya kepada saya? Sebagai seorang Kristen, tentu saya harus tau dong, siapa itu Yesus? Dan, dengan menyesal saya harus bilang pada anda bahwa Yesus yang dijelaskan di atas itu adalah Jesus of the mythology dan bukan Jesus of the bible.

Penulis e-book Re-Think di atas punya keterangan yang menarik:
Yesus yang saya kenal di Alkitab adalah terutama seorang pembuat masalah. Kata-kataNya selalu tajam, membuat syak, dan spesialis membuat banyak orang tersinggung dan naik pitam.

Bagi para Petinggi Agama, Yesus adalah contoh sejati dari kata istilah-Nya sendiri, ‘batu sandungan’ (lihat Mat 5:12) karena Dia telah mengajarkan pengikutnya untuk merendahkan para Ahli Taurat, Farisi, dan Saduki dengan cara menggosipkan kejelekan dan kebobrokan mereka. Hal ini terkadang dilakukan secara terang-terangan sehingga mereka yang menjadi sasaran kritikan pedasnya menerima itu sebagai ancaman dan penghinaan.

Yesus juga terkenal tidak mengenal tata krama karena ‘demen’ membuat mukjizat pada sikon yang tidak tepat, sehingga malah menimbulkan keonaran. Suatu saat Dia datang ke Bait Allah, bukannya untuk melepaskan berkat, namun mengamuk habis-habisan di pelataran sehingga para Pedagang mengalami kerugian finansial dan Yahudi Perantauan kesulitan membeli hewan dagangan untuk dijadikan hewan kurban, atau menemui para Penukar uang receh jika mereka enggan memberi persembahan berjumlah besar ke kotak-kotak amal yang tersedia. Dia juga dianggap kalangan terpelajar pada waktu itu sebagai wong edan, orang yang kerasukan setan, pemberontak, atau minimal tersertifikasi sebagai con artist. Kenapa? Karena mengajarkan pandangan kontroversi tentang isi kitab suci dan keluar dari pakem-pakem standar yang berlaku saat itu.

Catatan kitab suci Perjanjian Baru mengenai Yesus nampaknya justru menunjukkan bahwa beliau identik dengan masalah. Dalam pengajaran-Nya, Dia tidak pernah berjanji bahwa barangsiapa yang mengikut Dia akan terbebas dari segala masalah, melainkan berkata, “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu” [baca Yoh 15:18] Yesus juga adalah pribadi yang mengucapkan kata-kata mengerikan ini, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (bc Lukas 14:26).

Jadi, jika anda berminat mengikut Yesus, berarti anda sedang membawa seluruh hidup anda dalam masalah. Karena itu, jika ada orang Kristen yang propaganda Yesus sebagai jawaban semua masalah, anda musti berhati-hati. Karena detik anda memutuskan jadi pengikut Kristus, maka semua masalah lama anda memang hilang lenyap, tetapi yakinlah anda segera mendapat masalah baru yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Masalah yang dibawa Yesus kepada kita ialah, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”(baca Lukas 9:23). Rupa-rupanya mengikut Yesus bukanlah sekedar mengisi formulir keanggotaan gereja, rutin ibadah, dan tidak pernah terlambat mengembalikan perpuluhan. Mengikut Yesus rupanya sesuatu yang berbicara mengenai kehilangan segala-galanya demi mendapatkan kerajaan Allah yang modelnya seperti apa, masih debatable. Kata-kata bernuansa egoistis yang diucapkanNya pun terdengar sangat mengerikan karena Dia berkata, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.” (baca: Matius 10:37). Bagi orang berpunya, Yesus juga bikin masalah dengan perintah-Nya, “”Janganlah mengumpulkan harta untuk dirimu di dunia, …” (baca Mat 6:15). Atau perintah lainnya, “….,pergilah jual semua milikmu. Berikanlah uangnya kepada orang miskin, …. . Sesudah itu, datanglah mengikuti Aku!” (baca: Mat 19:21).

Nah saudara, rupanya mengikut Yesus adalah petualangan terbesar yang mungkin lebih menegangkan dan menyulitkan daripada petualangan Dr. Indiana Jones. Akan ada banyak ancaman, tantangan, penderitaan, dan goncangan yang sangat menegangkan yang akan anda jalani. Oleh karena itu sekarang jika anda ingin ikut Yesus, saya tidak lagi mengatakan ‘selamat mengikuti Yesus’, tetapi tapi saya akan pegang erat tangan anda, tatap mata anda sedalam-dalamnya dan berkata, “Please fasten your seatbelt!”.

Kamis, 19 Juni 2008

Untuk yang sedang bertengkar di INDONESIAL dan MONE WANGO: Nih baca kiriman dari DRHRK

Mengapa Ayam Menyeberang Jalan????

Jawaban menurut:

Guru TK:
Supaya sampai ke ujung jalan.

Plato:
Untuk mencari kebaikan yang lebih baik.

FBI:
Beri saya lima menit dengan ayam itu, saya akan tahu kenapa.

Aristoteles:
Karena merupakan sifat alami dari ayam.

Captain James T. Kirk
Karena dia ingin pergi ke tempat yang belum pernah ia datangi.

Martin Luther King, Jr.
Saya memimpikan suatu dunia yang membebaskan semua ayam menyeberang jalan tanpa mempertanyakan kenapa.

Machiavelli
Poin pentingnya adalah ayam menyeberang jalan! Siapa yang peduli kenapa! Akhir dari penyeberangan akan menentukan motivasi ayam itu.

Freud
Fakta bahwa kalian semua begitu peduli pada alasan ayam itu menunjukkan ketidaknyamanan seksual kalian yang tersembunyi.

George W Bush
Kami tidak peduli kenapa ayam itu menyeberang! Kami cuma ingin tau apakah ayam itu ada di pihak kami atau tidak, apa dia bersama kami atau melawan kami. Tidak ada pihak tengah di sini!

Darwin
Ayam telah melalui periode waktu yang luar biasa, telah melalui seleksi alam dengan cara tertentu dan secara alami tereliminasi dengan menyeberang jalan.

Einstein
Apakah ayam itu menyeberang jalan atau jalan yang bergerak di bawah ayam itu, itu semua tergantung pada sudut pandang kita sendiri.

Nelson Mandela
Tidak akan pernah lagi ayam ditanyai kenapa menyeberang jalan! Dia adalah panutan yang akan saya bela sampai mati!

Thabo Mbeki
Kita harus mencari tahu apakah memang benar ada kolerasi antara ayam dan jalan.

Mugabe
Setelah sekian lama jalan dikuasai petani kulit putih, ayam miskin yang tertindas telah menanti terlalu lama agar jalan itu diberikan kepadanya dan sekarang dia menyeberanginya dengan dorongan ayam-ayam veteran perang. Kami bertekad mengambil alih jalan tersebut dan memberikannya pada ayam, sehingga dia bisa menyeberanginya tanpa ketakutan yang diberikan oleh pemerintahan Inggris yang berjanji akan mereformasi jalan itu. Kami tidak
akan berhenti sampai ayam yang tidak punya jalan itu punya jalan untuk diseberangi dan punya kemerdekaan untuk menyeberanginya!

Isaac Newton
Semua ayam di bumi ini kan menyeberang jalan secara tegak lurus dalam garis lurus yang tidak terbatas dalam kecepatan yang seragam, terkecuali jika ayam berhenti karena ada reaksi yang tidak seimbang dari arah berlawanan.

Miyabi
Ooohh... Aahhh... Mmmhhh... Ohh yeeahh...

Programmer J2EE
Tidak semua ayam dapat menyeberang jalan, maka dari itu perlu adanya interface untuk ayam yaitu nyeberangable, ayam-ayam yang ingin atau bisa menyeberang diharuskan untuk mengimplementasikan interface nyebrangable, Jadi di sini sudah jelas terlihat bahwa antara ayam dengan jalan sudah loosely coupled.

Flasher
Karena pada keyframe tersebut terdapat actionscript yang bertuliskan perintah 'GoTo And Run' ...

LB Moerdani
Selidiki! Apakah ada unsursubversif?

Sutiyoso
Itu ayam pasti ingin naik busway.

Soeharto
Ayam-ayam mana yang ndak nyebrang, tak gebuk semua! Kalo perlu ya disukabumikan saja.

Habibie
Ayam menyeberang dikarenakan ada daya tarik gravitasi, dimana terjadi percepatan yang mengakibatkan sang ayam mengikuti rotasi dan berpindah ke seberang jalan.

Darwis Triadi
Karena di seberang jalan, angle dan lightingnya lebih bagus.

Nia Dinata
Pasti mau casting '30 Hari Mencari Ayam' ya?

Desi Ratnasari
No comment!

Dhani Ahmad
Asal ayam itu mau poligami, saya rasa gak ada masalah mau nyebrang kemana juga...

Julia Perez
Memangnya kenapa kalo ayam itu menyeberang jalan? Karena sang jantan ada disana ! Daripada sang betina sendirian di seberang sini, yaaaaaaaaahhh dia kesanalahh.. . Cape khan pake alat bantu terus?

Roy Marten
Ayam itu khan hanya binatang biasa, pasti bisa khilaf.. (sambil sesenggukan) .

Butet Kartaredjasa
Lha ya jelas untuk menghindari grebekan kamtib to?

Roy Suryo
Kalo diliat dari metadatanya, itu ayam asli.

Mega Karti
Ayamnya pasti ayam wong cilik. Dia jalan kaki toh?

Harmoko
Berdasarkan petunjuk presiden.

(tambahan dari saya):

Douglas McArthur:
seharusnya sebelum menyebrang si ayam bilang, "I Shall Return"

Hitler: Hei ayam, selamat datang di Mein Kampf

Bung Karno:
Si ayam adalah penyambung kaki kaum marhaen. Merdeka !!!

Jusuf Kalla: kita jual saja ayamnya

SBY : negara tidak boleh kalah sama ayam

Sudomo: di jaman saya dulu, ayam yg menyebrang jalan akan saya tangkap

Foke Bowo DKI: untuk menyeberangkan ayam, tanya pada ahlinya

Iban Medah NTT: Jangan pilih ayam yang meyeberang karena dia kurang TULUS

FREN NTT: sehati sesuara membangun kandang ayam baru

Wilmana : ini ayam kok brani-braninya menyebrang? apa Misi dan Visi-nya

NK : Maaannntaaffffff, "salam ayam nyebrang jalan"

Anak NKRI : ayam lu semua......

YES BTN : satu lagi ayam, sebagai tambahan bahan renungan

Jodi: mao tua do lefe ayam

MD : oh, kemungkinan ini ayam dari Rote

Dolly Ballo: ini ayam, nanti beta injak di batang leher

Pritha: ayyyyyaaaaaammmmm, posting lagi dooongggg

Bayu Adrian: Ah, si ayam nyebrang, pasti mau nyari bungkusan lontong

Juwan : supaya anda tahu, saya lama berteman saya si ayam. Dia nyebrang karena agak naif

Jiwamusik: hei ayam, kesini yok, kita joget...seeeerrrr....ssserrrrrr.....

Bigmike: (pegang gitar dan menyanyi)...oh ibuuuu dan ayaaaam selaaaaaamat pagiiiiii ...hi hi hi hi hi

and the best answer is.......... .....(eng ing eng)

Gus Dur :
"Kenapa ayam nyebrang jalan? Ngapain dipikirin? Gitu aja kok repot!
Bukannya kerja tapi malah baca ginian..."

Kesimpulan: karena ini ayamnya Dina Rade maka...... yuukkk kita tangkep en goreng ajahhh...kalo brani sebab tuuhhh...ada penjaganya di Halim PK hi hi hi hi........lagian ayamnya agak PeliT........ayam sorriiiiiiii.......ha ha ha ha ha

Rabu, 18 Juni 2008

WOOOOIIIIIII…….bagi yang mau mbuka' perusahaan, bacalah tulisan Wilmana. TOP ABISSSSS….(Lho, si tOp kok udah abis?)

Dear sahabat bloggers,

Maafkan saya, karena sejak semalam sampai sore ini, pukul 17.25 WITA, jaringan internet di seluruh Kupang pada off. Sinyalnya menghilang. Sudah saya usahakan mencarinya ke warnet-warnet, ke mall dan minimarket, ke pasar Inpres, ke warung papalele, ...bahkan sapai ke rumah tahanan gara di Kupang ...wadduuuhhhhhh........ si sinyal memang menghilang. Akibatnya, ada posting yang seharusnya sudah dipsoting sejak kemarin menjadi tertunda. Untunglah sore ini, si sinyo sinyal mendadak kembali dan....saya kembali menyapa semua sahabat bloggers sambil membawa sebuah posting baru. Posting baru nan bagus ini mencoba menulis pengetahuan tentang VISI dan MISI...meskipun oleh si penulis, versinya dibalik menjadi...MISI dan VISI. Mula-mula bisa dipahami untuk scope kecil, yaitu perusahaan, tetapi dasarnya bisa kita pakai untuk "menerawang" kehidupan itu sendiri.

....Ah, saya sebenarnya agak bingung juga dengan maksud penulis membolak-balik VM menjadi MV, tetapi .....apa boleh buat.......tagal perkara saya harus setia pada adagium para ilmuwan bahwa setiap ilmuwan pada dasarnya harus terus dan teruuuuuuusssss....berjalan .....mencari batas-batas baru...
to searching a new frontier....maka saya postingkan saja apa adanya. Tanpa basa-basi. Selamat saling belajar. Saya? Psssssssttttt.....jangan riiibbbuutttt,,,,,saya mau membujuk si mbah (lihat chatting box) supaya jangan marah-marah....sebab menurut si sinyal, dia terpaksa menghilang sejak semalam karena si mbah marah-besar lantaran INDONESIAL.....hi hi hi hi....
Oh, iya si penulis artikel adalah : WILMANA

MENGAPA PERUSAHAAN GAGAL
(meneketeheeeee....hi hi hi hi......aduH....sorrI mbah)

Sidang Pembaca yang terhormat, sesuai permintaan BigMike, saya kembali sumbangkan satu tulisan lagi. Tulisan ini menyoroti masalah strategic planning dari perspektif korporasi, meski saya yakin Sidang Pembaca tentu dapat menggunakan ini untuk memotret praktek organisasi pada umunya, termasuk gereja BigMike yang namanya GMIT, itu. Mari kita mulai!

“Apakah tujuan perusahaan?”. Apa pentingnya rumusan misi dan visi dalam tata kelola perusahaan? Pada dasarnya saya ingin menyampaikan bahwa tata kelola perusahaan adalah aktifitas organ perseroan dalam menggerakkan semua sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan biasanya dicantumkan dalam Anggaran Dasar. Lalu, untuk maksud operasionalisasi, tujuan dirumuskan dalam bentuk misi dan visi perusahaan. Misi dan visi yang baik, tidak hanya menyiratkan potensi keuntungan bagi Pemilik, tetapi lebih luas dari itu, memberi manfaat bagi para Pemangku Kepentingan (stakeholders) lainnya.

Mungkin tulisan ini bakal berlanjut beberapa seri, tetapi saat ini saya ingin mengajak sidang Pembaca sekalian untuk merenungkan pertanyaan menarik, “lebih dulu mana, visi atau misi?”. Hal ini disebabkan karena di lapangan kita menemukan rumusan tujuan perusahaan dengan pola urutan, “visi” lalu diuraikan menjadi “misi”. Namun, tidak sedikit organisasi yang menerapkan pola yang terbalik. Tentu, kita dapat mengajukan banyak referensi manajemen strategis untuk mengulas, tetapi menurut saya hal itu tidak penting lagi. Mengapa? Karena jika sekedar melakukan studi literature, semua kita juga bisa bahkan telah melakukannya, bukan? Karena itu saya mengajak Sidang Pembaca mengikuti argumentasi saya berikut ini dan jika ada yang tidak setuju, tentu berhak untuk berdiskusi bersama di sini.

Kata “Visi” berasal dari istilah bahasa Latin, ‘visio’ yang di-Inggriskan menjadi, ‘vision’. Noah Webster of American English Dictionary menjelaskan kata ini sebagai berikut: ‘The act of seeing external objects; actual sight’. Searching saya di fasilitas thesaurus MS Word 2007 menemukan padanan kata antara lain: prediction dan eyesight. Karena itu, saya memahami kata ini sebagai gambaran tentang cita-cita yang bersifat predictable, terukur, dan masih dalam batas yang realistis untuk diwujudnyatakan.

Kata ‘misi’ juga berasal dari bahasa latin, ‘missio’, lalu di-Inggris-kan menjadi ‘mission’. Kamus Noah Webster menjelaskannya sebagai berikut: Persons sent; any number of persons appointed by authority to perform any service. Searching di fasilitas thesaurus MS word 2007 menemukan padanan katanya antara lain: assignment, calling, goal, aim, objective. Istilah ini sangat dikenal dalam kekristenan karena sangat terkait dengan tugas panggilan dan pengutusan gereja. Orang islam sering menyebut aktifitas syiar agama Kristen dengan istilah missionaries. Dari sini saya memahami kata ‘misi’ ini sebagai suatu tugas penting bagi individu atau organisasi untuk melakukan sesuatu. Tugas penting ini dipandang sebagai panggilan suci yang menjadi tujuan atau sasaran akhir yang selalu ingin diwujudkan oleh individu atau organisasi tersebut selama masa tugas masih berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa “misi” bersifat lebih luas cakupannya dibandingkan ‘visi’. Misi adalah gambaran kualitatif tentang tugas yang diemban yang di dalamnya terkandung tujuan kehadiran seseorang atau organisasi di suatu tempat. Visi adalah gambaran mengenai perkiraan, atau perhitungan, atau prediksi bagaimana suatu tugas dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Misi bersifat cita-cita jangka panjang, bahkan seumur hidup, sementara ‘visi’ lebih bersifat cita-cita jangka pendek dan mengandung sasaran antara (milestone) bagi pencapaian misi sebagai tujuan akhir. Terkait dengan rumusan tujuan perusahaan, ‘misi’ adalah rumusan tentang apa tugas utama yang menggambarkan untuk apa suatu perusahaan harus hadir dan berkarya ditengah-tengah lingkungannya. Sementara ‘visi, adalah rumusan tentang indikator-indikator yang menjadi ukuran keberhasilan dalam pemenuhan ‘misi’. Visi adalah sisi kuantitatif dari ‘misi’. Karena itu, ‘visi’ dapat mengalami penyesuaian sesuai perkembangan sumber daya yang dimiliki perusahaan maupun tuntutan lingkungan eksternal, ‘misi’ lebih bersifat abadi. Penglihatan bisa berubah-ubah tergantung sudut pandang dan daya pandang, tapi tugas pokok atau tujuan akhir akan tetap terus selama hayat dikandung badan.

Wah rasanya cukup dulu yaa… Rasanya sudah cukup untuk dapat dimengerti, kan? He he he…

Bagaimana Menciptakan Jaminan Yang Wajar Bahwa Tujuan Perusahaan Dapat Dicapai?

Sukses merumuskan misi dan visi perusahaan yang baik bukanlah akhir dari tata kelola perusahaan. Misi dan visi yang baik hanyalah the end of the beginning. Karena setelah itu, tantangan berat adalah bagaimana mengejawantahkan Misi dan Visi ke dalam aktifitas operasi usaha sehari-hari.

Tantangan Manajemen Strategis

Manajemen strategis adalah sistem yang digunakan untuk menerjemahkan Visi menjadi strategi perusahaan sesuai fungsi-fungsi organisasional yang ada. Visi diterjemahkan menjadi strategi korporat yang terdiri atas strategi jangka panjang 5 tahunan (Rencana Jangka Panjang) dan strategi jangka panjang dijabarkan menjadi strategi jangka pendek 1 tahunan (Rencana Kerja & Anggaran). Strategi jangka panjang maupun jangka pendek, berisikan strategi setiap fungsi organisasi yang ada seperti strategi pemasaran, strategi operasi, strategi keuangan, strategi SDM, dll. Baik strategi jangka panjang maupun strategi jangka pendek harus mencantumkan sasaran dan target yang terukur (kuantitatif) sebagai indikator keberhasilan. Ukuran-ukuran dalam strategi jangka pendek (1 tahun) haruslah diatur sedemikian rupa agar jika diakumulasikan dapat menjadi ukuran kuantitatif bagi indikator keberhasilan sasaran dan target jangka panjang (5 tahunan).

Ini yang dinamakan keselarasan antara Misi-Visi-Strategi-Program. Tapi inipun masih 40% jaminan kesuksesan terlaksananya Misi perusahaan, karena 60%-nya adalah implementasi alias tindakan nyata sehari-hari di lapangan.

Berdasarkan pengalaman ketika memeriksa sistem manajemen para klien, saya tahu bahwa tantangan terbesar kebanyakan perusahaan adalah keselarasan antara Visi/Misi dan strategi mulai dari strategi jangka panjang hingga jangka pendek. Mulai dari strategi korporat hingga strategi Unit Kerja/Unit Usaha. Bahasa sederhananya, hampir semua klien saya memiliki strategi dan program kerja yang tidak nyambung dengan Misi/Visi-nya. Struktur organisasi yang seharusnya dikembangkan sesuai tuntutan implementasi strategi malah dipraktekkan secara terbalik. Strategi dikuya-kuya agar cocok dengan struktur organisasi yang ada. Semua hal ini membawa kita pada fakta bahwa pada akhirnya, Misi/Visi dirumuskan sekedar untuk gagah-gagahan. Bukan untuk memberi arah bagi penyusunan strategi dan program kerja, karena yang memberi arah strategi akan seperti apa, justru struktur organisasi yang telah dimapankan. Jika dalam struktur ada Divisi Doa, maka strategi disusun agar setiap tahun ada program Doa, padahal main business-nya sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan keagamaan.

Entah perlu waktu berapa lama untuk menyadari bahwa jalannya operasi perusahaan ternyata tidak menuju pada tujuan akhirnya sebagaimana rumusan Misi/Visi. Perusahaan telah berkembang menjadi organisasi yang tidak berjalan pada “rel-nya”, tidak menjalankan “panggilan sucinya”. Rasanya sesuatu memang diperlukan untuk menjamin bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai.

Sebelum saya mengakhiri tulisan kali ini, mungkin Sidang Pembaca bertanya-tanya, apa yang menjadi penyebab kekacauan seperti di atas? Jawabannya sederhana saja. Karena perusahaan mengabaikan pentingnya corporate strategic planning. Dalam tugas pemeriksaan (assesment), saya selalu menemukan bahwa perusahaan, dalam menyusun strategi dan program kerja, tidak menerapkan prinsip berimbang antara top-down approach dan bottom-up. Akibatnya, strategi dan program kerja disusun secara terpisah-pisah oleh masing-masing Unit Kerja/Unit Usaha, lalu Divisi Keuangan/Akuntansi meng-input anggarannya, mengkompilasi semuanya menjadi satu, dan jadilah Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja & Anggaran Perusahaan yang siap untuk disetujui Direksi dan Dewan Komisaris serta disahkan oleh RUPS.

Seharusnya sebelum proses penyusunan dimulai, Direksi menyampaikan arahan pemahaman Misi/Visi, bagaimana secara sistematis di-deploy menjadi strategi dan program kerja, serta apa ukuran-ukuran pencapaian yang menjadi indikator keberhasilan. Sebagai usaha bisnis, semua program kerja pasti berujung profit. Dalam corporate strategic Planning, Direksi harus mengarahkan bagaimana profit ditetapkan (perspektif keuangan). Lalu supaya profit, maka bagaimana dompet pasar digaruk (perspektif pasar). Agar dompet dapat digaruk tanpa merugikan semua pihak, maka perlu ada struktur dan proses internal yang mendukung (perspektif proses internal). Terakhir, untuk menjalankan struktur dan proses tersebut, bagaimana mengadakan dan mengembangkan sumberdaya dan fasilitas yang mumpuni. Sayangnya, hampir tidak ada Direksi yang melakukan hal ini. Dewan Komisaris-pun sebagai penanggung jawab aspek pengawasan, lebih sering hanya rubber stamp karena kebanyakan adalah Pelaku rangkap jabatan.

Memang benar kata pepatah, “ikan busuk selalu dimulai dari Kepala”.