Jumat, 28 Oktober 2011

entropi yang meningkat, ALLAH yang kekal

Dear Sahabat Kristiani,

Berkegiatan bersama komunitas masyarakat dan organisasi masyarakat non-pemerintah perduli bencana selama 2 hari terakhir (25-26 Oktober 2011) di Hotel Kristal, Kupang memberikan pengalaman tersendiri. Bukan karena sebelumnya tidak pernah berbicara dalam topik pengurangan resiko bencana seperti itu....bukan.....sudah sering gitu-gitu......tetapi ada hal yang menggelitik terkait 2 pernyataan dalam acara tersebut:

.... "bencana selalu ada, kita harus waspada, seperti kami di Noebesa tahun ini kurang sekali panen karena terlalu kering. Dahulu waktu bencana banjir bah di jaman Perjanjian Lama, untung ada Nabi Noh yang bikin kapal besar. Itu bukti bahwa pengurangan resiko bencana sudah ada dari dulu" .... (mantan kepala desa Noebesa, TTS yang desanya terancam longsor) ...

... "ada berita orang di Noebesa mati karena kelaparan, tapi waktu pak Gubernur dan kami berkunjung ke sana ternyata biar masyarakat mengalami kekeringan tetapi mereka masih bisa kasi kita makan ubi yang mereka simpan" ... (pejabat badan penanggulangan bencana daerah, NTT) ...

Di mana menariknya? Pertama-tama, tampaknya terjadi 2 tolok ukur atau variabel indikator bencana. Masyarakat desa menanggap bahwa dengan kegagalan panen mereka terancam lapar sementara bapak pejabat berpikir bahwa selama masih ada yang dimakan maka belum terjadi kelaparan. Supaya lebih jernih maka saya ingin memberikan 2 pertanyaan kepada masing-masing tokoh tersebut. Kepada bapak mantan kades Noebesa saya akan bertanya: "mengapa harus merasa terancam jika nyatanya masih ada ubi untuk dimakan?". Kepada bapak pejabat daerah saya akan bertanya: "apakah bapak bisa memastikan ubi yang dimakan oleh bapak gubernur dan rombongan bukan ubi terakhir yang mereka punya?". Saya sendiri, dalam acara itu, lalu memberikan jawaban sebaik-baiknya menurut perspektif ilmiah tentang resiko bencana, kerentanan, kapasitas, adaptasi, mitigasi dan cara menilai suatu ekosistem. Tapi posting saya kali ini bukan tentang jawaban-jawaban saya seperti yang dimaksud tadi. Saya ingin berbicara hal yang lain. Sama sekali tidak ada hubungan dengan percakapan 2 orang di atas? Ada. Sedikit. Sadiiikiiiii sa. Sapo'ong, kata anak Kupang. Bagaimana ini? ya beginilah:

Pak mantan kades sudah berbicara tentang keadaan dahulu dan sekarang yang tetap saja sama. "Ada ancaman tetapi ada tindakan berjaga-jaga". Bapak pejabat daerah juga berbicara tetang sesuatu yang menunjuk suatu situasi "ada ancaman tetapi jangan kuatir karena dari dulu sudah biasa begitu". Kedua orang itu telah bericara tentang sesuatu yang sifatnya tetap. Sambil menunggu sesi berikutnya, saya melamunkan satu hal, yaitu hukum kekekalan energi dan entropi sistem. Hukum I dan II thermodinamika. Hukum bak Abang dan adik.

Tentang kekekalan energi, hukum yang mengaturnya dikenal sebagai hukum I thermodinamika. Bunyi hukum tersebut adalah sebagai berikut: "Perubahan energi internal dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan perbedaan antara panas dipasok ke sistem dan jumlah kerja yang dilakukan oleh sistem pada sekitarnya". Ruwet? mungkin tidak tetapi biasanya hukum ini akan dibaca juga sebagai energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan hanya dapat ditransformasikan. Energi dari radiasi matahari diubah menjadi energi biokimia di dalam tubuh tumbuhan yang berfotositesis. Makhluk hidup yang memamakan tumbuhan akan mentransformasikan senergi di tumbuhan menjadi dalam tubuhnya maisng-masing. Energi yang terbuang karena panas misalnya akan ditransformasikan menjadi energi lingkungan. Inilah kekekalan energi. Hukum ini, pada awalnya sangat ditentang oleh gereja di masa pencerahan sebab jika benar demikian maka tidak akan ada kiamat. Dan hal ini bertentangn dengan ajaran gereja. Belakangan, kelompok ateis menggunakan juga hukum ini untuk menolak adanya penciptaan karena energi bersifat kekal maka tidak diperlukan pencipta. Semesta raya dan energinya sudah ada dan akan selalu ada. Waduuuuhhh.......

Datanglah kemudian hukum II thermodinamika yang mengatakan bahwa "Panas tidak dapat secara spontan mengalir dari lokasi yang lebih dingin ke lokasi lebih panas". Maksudnya apa nih? Jika anda punya 1 buah benda yang panas dan 1 buah benda yang dingin, misalkan anda punya 1 gelas berisi air panas dan 1 gelas lainnya berisi air dingin. Jika anda campurkan air di gelas-gelas itu maka anda tak lagi memiliki air panas dan air dingin. Air yang panas kehilangan sebagian panasnya karena ditransformasikan ke dalam air yang dingin. Lalu, air yang dingin mendapatkan kenaikan suhu akibat transformasi itu. Mereka bertemu pada satu titik suhu rata-rata yang tidak panas tetapi juga tidak dingin. Hangat (kalau pesan minuman di warung selalu saya bilang ....."teh hangat 1"... wkwkwk). Mengapa demikian? Efek perataan. Apakah suhu hangat air tadi sudah merupakan suhu panas + suhu dingin dibagi 2? Tidak begitu. Ada panas yang hilang karena menguap selama proses pencampuran. Inilah yang, dimaksudkan dengan, kurang lebih, entropi. Bagaimana membayangkan yang dimaksudkan dengan entropi? Jika kedua gelas tadi anda letakkan berjauhan maka kemungkinan hanya sedikit panas yang berpindah dari gelas berair panas ke gelas berair dingin karenan sebagian besar akan diuapkan menuju lingkungan. Akibatnya, hanya sedikit panas yang tersedia di gelas-gelas itu. Maka, dikatakan bahwa sistem panas di gelas-gelas tadi dalam keadaan kacau (entropi) karena tidak lagi panas. Semakin anda menjauhkan gelas-gelas itu (mengisolirnya) maka makin sedikit panas yang tersedia. Dapat dikatakan juga entropi dikedua gelas tadi meningkat menuju maksimal. Implikasi hukum II thermodinamika cukup menyenangkan bagi kaum teistik karena memberikan pintu kemungkinan adanya kiamat (kalo Ki Amat sih banyak di Bogor dan sekitarnya.....ha ha ha).

Bagaimana hubungan di antara hukum I dan II thermodinamika? Menurut info yang saya peroleh, hubungan keduanya baik-baik saja (kemarin keduanya terlihat sedang ngobrol minum kopi bareng dech...wkwkwk...). Jika diperhatikan baik-baik, tetapi salah dalam mengintepretasikannya, kita mungkin akan mengatakan bahwa keduanya saling bertolak belakang. Hukum I mengatakan bahwa energi itu kekal lha mengapa kok adiknya, si hukum II, berani-beraninya memberikan petunjuk bahwa energi bisa hilang....nakal banget kamu itu ya.... Betul begitu? Sebenarnya tidak. Posisinya tetap, yaitu energi itu kekal adanya (hukum I) tetapi preferensinya adalah aliran energi itu menuju 1 arah dan tidak bisa kembola-kembali (irreversible). Sepeda motor anda ketika dijalankan harus diisi energi (bensin) kan? Di dalam mesin motor anda, bensin tadi diubah (dikonversi) menjadi tenaga (kenceng dah jalannya motor anda itu) dan juga .... asap. Nah, dititik ini hukum II thermodinamika berperan, yaitu bahwa tenaga motor dan asap tidak bisa diubah kembali menjadi bensin (saya tantang Deddy Corbuzier untuk mengubahnya secara hitam putih kalo dia bisa....wheeeeaaaa ha ha ha...). Makin kenceng dan makin berasap maka bensin makin cepat habis. Entropi meningkat. Jika tidak ada penambahan energi maka mesin motor anda akan mati. Rencana menjemput pacar kocar-kacir sudah tuh. Entropi maksimal.

Lalu apakah tentang entropi ini adalah maksud posting ini? Tidak persis begitu. Yang ingin saya katakan adalah berikut ini. Perhatikan baik-baik ya sobat.....kesan bahwa hukum I dan II thermodinamika saling bertentangan sebenarnya karena disebabkan kesalahan dalam memberikan intepretasi. Hukum I thermodinamika sering disebut sebagai energi itu kekal, tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Padalah yang dimaksudkan sebenarnya adalah sekali energi itu diciptakan maka, menurut pengamatan, energi aktual itu konstan. Mengapa dikatakan demikian? karena ilmu pengetahuan selalu harus bertumpu pada pengamatan sedangkan pengamatan belum sama sekali membuktikan kata "tidak dapat" dan atau sebaliknya, "dapat". Dengan demikian sejatinya tidak ada kekekalan dalam pengertian akan selalu ada selama-lamanya (itu sebabnya ilmuwan memprediksikan bahwa mungkin sekitar 8 - 10 milyar tahun lagi matahari akan kehabisan energinya dan pada saat itu tamatlah galaksi bima sakti kita). Kalau begitu konstruksi permasalahannya maka hukum II thermodinamika, si adik, terhubung dengan hukum I, si abang. Energi potensial yang konstan itu akan dikonversi menjadi aneka rupa energi kinetik tetapi di dalam proses konversinya selalu akan terbentuk energi yang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Karena itu pemakaian energi akan menyebabkan kekurangan energi dalam bentuk yang bisa dipakai dan anda akan mengalami "kekacauan sistem" kecuali anda menciptakan energi baru. Anda, saya dan kita semua selalu membutuhkan penciptaan energi.

Jika konstruksi tadi dapat diterima maka pertanyaannya adalah siapakah pencipta energi? Teistik maupun ateistik bisa berdebat tetapi 1 hal yang disepakati adalah selalu diperlukan energi yang konstan. Dan selama ini diakui bahwa tidak ada 1 pun mesin yang bisa bekerja secara konstan dan efisien KECUALI adanya sesuatu yang MISTERI yang berfungsi sebagai PENGADA (the first uncaused cause - Bertrand Russel). Dalam perspektif kaum teistik, kita akan menyapa Sang Maha Pengada itu sebagai TUHAN yang tidak memerlukan pengada lainnya. Saya membaca kesaksian di dalam Alkitab bahwa:
Even before the mountains came into existence, 1 or you brought the world into being, you were the eternal God (Psalm 90:2 - Nett Bible)

Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah (Mazmur 90:2 - Alkitab, TB, LAI, 1974)

Sadèrèngipun redi-redi katitahaken, inggih sadèrèngipun Paduka ngawontenaken bumi lan alam jembar, wiwit kelanggengan dumugi kelanggengan, Paduka jumeneng Allah (Mazmur 90:2, Injil Bahasa Jawa, 1994)

Happy Sunday. God bless you all,


Tabe Tuan Tabe Puan

Minggu, 02 Oktober 2011

tentang pancasila (1 x lagi)

Dear Sahabat Blogger,

Berikut ini kutipan berita dari HU Timor Express, Kupang (merupakan anak perusahaan Jawa Pos Grup) yang terbit pada hari Minggu tanggal 02 Oktober 2011.

Sehari jelang penutupan Sidang Sinode GMIT XXXII suasana sidang cukup memanas begitu memasuki agenda pemilihan Kertua Majelis Sinode (MS) GMIT. Lewat proses pemilihan yang cukup demokratis akhirnya Pendeta Robert Stevanus Litelnoni yang akrab disapa Bobby Litelnoni unggul atas dua calon Ketua Sinode GMIT lainnya, Pendeta Merry Kolimon dan Pendeta Mesakh Dethan. Pendeta Bobby meraup 155 suara, Pendeta Merry 97 suara dan Pendeta Mesakh Dethan 22 suara. Jumlah pemilih yang menyalurkan hak pilihnya sebanyak 274 pemilih, terdiri atas 261 dari jemaat-jemaat dan sisanya dari Majelis Sinode GMIT dan BPPPS. Selain ketua, untuk posisi wakil ketua, adalah pendeta Welmintje Kameli-Maleng, Sekretaris Pendeta Benyamin Naralulu, Wakil sekretaris Ince Ay-Touselak dan Bendahara Wem Nunuhitu. Sementara anggota-anggota adalah Bidang Pendidikan Ayub Titu Eki, Bidang Hukum Inche Sayuna, Bidang Ekonomi Sofia Malelak-de Haan, dan Bidang Politik Paul Liyanto.

Apa yang istimewa dari berita itu sehingga dijadikan sebagai pembuka posting? Sebenarnya tidak istimewa amat kecuali bahwa berita itu berkaitan dengan Sidang Sinode GMIT ke 32 yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Banyak agenda, ini dan itu, salah satunya tentang Rencana Induk Pengembangan (RIP) GMIT periode 2011 - 2020 dan Haluan Kebijakan Umum Pelayanan (HKUP) GMIT 2011 - 2015. Kedua dokumen ini adalah dokumen perencanaan, yaitu yang berjangka panjang (RIP) dan berjangka menengan (HKUP). Saya sebagai warga GMIT yang baik, terlibat sangat aktif pada perkara RIP dan HKUP tersebut. Saya adalah koordinator tim penulis draft kedua dokumen itu - harap maklum, koordinator artinya "jongos" paling besar. Jika untuk menulis naskah seperti itu pada urusan "sekuler" saya dibayar ber-jut-jut maka tidak untuk RIP dan HKUP GMIT. Itulah perpuluhan saya untuk GMIT. Semua demi Tuhan dan Jemaat-NYA. Oh, ya tentang dokumen perencanaan ini tidak banyak perdebatan. Pleno untuk pembahasannya cuma memerlukan waktu sekitar 30 menit. Saya mencatat reaksi seorang peserta sidang ..."dokumen yang berat dan bikin kepala sakit, karena itu tidak usah lama-lama dibahas, terima saja"....whussszzzz....itukah istimewanya berita dalam TIMEX di atas? TIDAK. Bukan itu melainkan ini.

Perhatian saya ada pada komposisi para petinggi GMIT yang terpilih. Ketua MS GMIT adalah seorang warga GMIT keturunan Tiongkok. Demikian juga untuk nama Inche Sayuna dan Paul Liyanto. GMIT adalah gereja yang tidak punya persoalan dalam urusan pembauran. Semua yang ada adalah milik Sang Kepala Gereja, Tuhan Yesus Kristus. Tak perduli dari mana engkau berasal. Selanjutnya dalam susunan di atas terdapat 3 orang dari suku Rote (Messakh Dethan , Ince Ay-Touselak dan Sofian de Haan), 1 orang bersuku Timor (Ayub Titu Eki), 1 orang bersuku Sabu (Benyamin Naralulu), 1 orang bersuku Alor (Welimince Kameli - Maleng) dan 1 orang campuran Sabu + Rote (Wem Nunuhitu). Komposisi di atas mewakili kelompok etnolingusitik yang berbeda yang merupakan mayoritas anggota GMIT. Mantap dan asik. Indonesia banget. Indonesia? Ya iya memang begitu. Agama, dalam hal GMIT adalah Kristen Protestan, terbukti mampu menyatukan keberagaman menjadi 1. Bhineka Tunggal Ika. Jayalah Indonesia. Jayalah Pancasila. Benar begitu? Jangan terburu-buru. Perhatikan yang berikut ini.

Di Kupang, pada November 1998 pernah pecah kerusuhan yang bernuansa agama dan etnik sealigus. Agak aneh ketika itu karena kendati mereka yang menjadi sasaran amarah massa memang adalah kelompok beragama yang berbeda dari mayoritas penduduk Kupang tetapi yang tergolong kaum pendatang yang berbeda etnik. Hampir tidak serangan massa kepada mereka yang beragama berbeda tetapi dari kelompok etnik yang sama. Kesannya ketika itu adalah anti Bugis dan Jawa. Di Makassar nyaris saban bulan kita membaca dan melihat siaran televisi bahwa mahasiswanya gemar berpukul-pukulan hanya karena beda fakultas padahal dalam suku yang kemungkinan besr sama dan agama yang juga kemungkinan besar sama. Di Papua, saban tahun kita mendengar dan melihat orang dari suku yang berbeda pada agama yang sama saling berperang sedemikian rupa sehingga baru akan berhenti jika jumlah yang mati berimbang antar 2 kubu. Selesai berperang, batu dibakar untuk perdamaian. Dua atau tiga tahun kemuduan ehh.....berperang kembali. Bakar batu lagi. Kasihan si batu, dibakar-bakar. Di Jakarta, orang yang tinggal bersebelahan kampung pada kelompok yang mungkin berlatar belakang etnik yang sama atau berbeda tetapi pada agama yang kemungkinan besar bisa tawuran secara berkala bertahun-tahun lamanya. Di Jakarta orang pada kelompok etnik betawi yang sama dan agama yang hampir pasti sama bisa saling tawuran hanya gara-gara berebutan "lahan garapan". Di Ambon, kerusuhan antar orang-orang dari kelompok agama yang berbeda kumat kembali dan nyaris membesar. Di Cikeusik, perbedaan keyakinan menyebabkan orang bisa membunuh sesamanya pada kelompok etnik yang sama. Di Bogor, walikotanya sama sekali tidak takut akan pelanggaran hukum dan HAM karena dia berbeda keyakinan dengan orang-orang yang bergereja di GKI Yasmin. Di Solo, sebuah gereja kesusupan orang yang lalu meledakan bom bunuh diri dimana orang ini jelas-jelas mengusung faham radikal dari agama yang berbeda dari jemaat yang beribadah di GBIS, Solo. ... silakan perpanjang daftar yang saya buat....kita akan tercengang dan tidak bisa mengerti bahwa di negeri yang berpancasila ini semua tindakan fasis seperti itu bisa terjadi.

Maka, maaf saja, Bung Karno dan para founding fathers republik ini masih tidak bisa tenteram di negeri atas angin karena Pancasila dan aforisme Bhineka Tunggal Ika-nya itu dikuyo-kuyo nyaris setiap seolah-olah negara tidak ada. Bahkan ketika sekelompok orang yang menamakan gerakan tertentu rajin melakukan pawai massal sambil menerikan slogan "ganti pancasila dengan prinsip negara khalafah", negara cuma bisa diam. Ketika sekelompok orang rajin melakukan sweeping dan kekersan atas nama syariah tertentu, negara juga diam tak banyak ambil tindakan. Presiden SBY mengancam membubarkan tetapi Kapolri dan Mendagri malah bertetangan dengan presidennya. Pancasila kelihatannya kurang sakti lagi belakangan ini. Mengapa demikian?

Saya menawarkan 3 faktor penyebab yang saling bertaut sebagai hipotesis: 1) materialisme dan materialistik telah menggurita di negara pancasila ini sehingga tak ada cukup ruang bernafas bagi perkara-perkara spiritualitas seperti pancasila. Kehormatan, keterkenalan, kekayaan dan kekuasaan yag bersifat money oriented telah menggerus semangat pancasila dari pikiran warga bangsa; 2) Demokrasi transaksional telah memberikan ruang yang besar bagi perilaku materialistik. Di mulut dan slogan para elit berteriak tentang idealisme karena nilai agama, nilai budaya dan demokrasi itu sendiri tetapi perilakunya adalah hedonis sejati. Mana ada partai yang bebas korupsi dewasa ini?; 3) Politik aliran simpang siur yang akhirnya menyimpang terlalu jauh dari mainstream jiwa politik pancasila yang diusung negara. Adalah wajar jika dalam dunia perpolitikan terdapat 3 aliran besar, yaitu politik garis kiri, politik garis tengah dan politik garis kanan. Tetapi dalam praktek sebenarnya semua aliran politik akan bergerak mendekat ke arah tengah sesuai dengan ideologi negara. Tetapi tidak di Indonesia, mereka yang mengaku kiri tiba-tiba berada di tengah sembari mencuri. Lihat saja tokoh-tokoh yang di awal reformasi mengaku kiri nyatanya sekarang bergabung ke pusat kekuasaan dan akhirnya mencuri. Lihat pula mereka yang katanya di kanan tetapi tiba-tiba bergabung bersama yang di tengah. Mencuri juga akhirnya. Lantas, bagaimana dengan mereka yang di tengah? Sami mawon mencurinya. Lalu semua mereka itu, guna mencari muka ke konstituennya, pura-puralah menutup mata ketika tuntutan aneh-aneh dari konstituennya merebak di ruang publik. Inilah politik aliran simpang siur tidak keruan dan melemahkan negara. Elitnya lebih sibuk memikirkan koalisi strategis dan melupakan Pancasila. Saya melihat di televisi dengan amat sedih ketika baik masyarakat umum maupun para pejabat serta selebritas sampai berlepotan mulut ketika diminta untuk menghafalkan rumusan pancasila. Amburadul. Pathing kranthil. Tidak keruan. Kacau. Rotsooi segh. Overdomez....ha ha ha.....

Saya tiba-tiba kembali terkenang almahum Franky Sahilatua yang berpulang beberapa bulan yang lewat. Dia menuliskan sebuah lagu dengan judul "Pancasila Rumah Kita". Beberapa waktu yang lalu saya sudah menyertakan lagu ini dalam posting saya. Sekarang, tanpa ragu sedikitpun, saya mempostingnya kembali. Denagn begitu saya mengingatkan diri saya sendiri dan lalu juga kepada sahabat semua bahwa Pancasila masih amat perlu bagi kita di Indonesia. Pancasila adalah nilai dasar bagi Indonesia. Tanpa pancasila maka kita bukan lagi Indonesia. Percayalah Bung en Zoes.

Sekarang nikmatilah lagu "Pancasila Rumah Kita" karya Franky Sahilatua tetapi dinyanyikan oleh kelompok banyak orang dari Jakarta dan Jogjakarta (terima kasih banyak untuk malasbanget.com yag membuat video ini).

Pancasila Rumah Kita - Versi Kolosal #17an


Tabe Tuan Tabe Puan

Rabu, 21 September 2011

maunya puisi

aku, kau dan mereka bilang

Ketika kau bilang lanjutkan
aku bilang: sebaiknya tidak
tapi mereka yang banyak itu setuju dengan anda
: lanjutkan
Ya terserah

Ketika kau bilang tak perlu marah sama Malaysia
Aku bilang: sombonglah dikit
Tapi tampaknya mereka yang banyak itu setuju dengan saya:
: marahlah sedikiiit saja pun bolehlah....(betul betul betuuuuulllll.....)
Yaaaaaaa…..begitulah

Ketika kau bilang orang miskin berkurang
Aku bilang: betul begitukah bos?
Tampaknya mereka yang banyak itu setuju dengan yang saya lihat
: …hoooiiiiiii….banyak yang rebutan angpao lebaran sampe keinjek-injek tuh….
Yaaaaaaa…..mau bagaimana lagi

Ketika kau bilang akan memimpin perang melawan korupsi
Aku bilang: setuju banget 2011%, bukan cuma 100%
Tampaknya mereka yang banyak itu melihat:
…lho si anu si inu si fulan si koplo ... koq nyuri terus….koq diberi remisi terus
Yaaaaaaaa……aku bingung bos…….

Ketika kau bilang mau reshuffle…..
............?????
Ya terserahlah bagimana baiknya
Karena mereka yang tadinya banyak itu hanya bersisa 39% ….
Lanjutkan ………

Rio Febrian - SUDAH KU BILANG


Tabe Puan Tabe Tuan

Sabtu, 27 Agustus 2011

mudik! udik?

Dear Sahabat Blogger,

Salam, selamat pagi, siang, sore atau malam. Tergantung kapan waktunya anda membaca posting ini. Kali ini saya ingin mengobrol ringan tentang satu fenomena berskala nasional di Indonesia, yaitu mudik. Kata mudik sering tidak berdiri sendiri melainkan selalu didekatkan dengan Lebaran - hari raya besar kaum dan sahabat Muslim pasca Puasa - menjadi mudik lebaran. Konon kata tradisi ini hanya ada di Indonesia. Lalu karena pengaruhnya tidak hanya dirasakan terbatas internal sahabat Muslim melainkan juga seluruh bangsa maka tradisi mudik dianggap juga sebagai budaya bangsa Indonesia. Khas Indonesia. Tapi tahukah anda, apa arti kata mudik itu sendiri? Nah, untuk anda saya kutipkan beberapa persangkaan umum tentang arti kata mudik.

Mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Tradisi mudik hanya ada di Indonesia (www.id.wikipedia.org)

Orang udik itu dulunya adalah sebutan orang betawi untuk pendatang2 yg kebanyakan berasal dari Jawa (sebelah timur jakarta). Biasanya kaum pendatang yg kebanyakan dari Jawa itu selalu pulang ke kampung halamannya saat hari raya, bila ada keperluan penting, atau karena pekerjaannya di jakarta sdh selesai. Dan para pendatang itu menyebut dengan istilah pulang kampung. Jadi itulah yg mungkin menyebabkan ada istilah orang kampung disebut sebagai orang udik. Yaitu karena mereka pergi ke kampung halamannya yg ada di timur (udik). Sampai sekarang istilah Mudik (menuju ke udik) sering dipakai untuk orang2 yg pulang ke kampung halamannya. Dan istilah mudik sekarang tidak terbatas hanya untuk orang yg berasal dari Jawa saja, tapi juga orang2 yg berasal dari daerah lain (Prast, 2008, www.id.answer.yahoo.com)

Mudik artinya hulu kalau di sungai, yaitu daerah disekitar mata air tempat darimana sungai itu berawal. jadi kalau orang mudik bisa diartikan kembali ke tempat darimana dia berasal. Karena banyak orang kota yang asalnya dari desa, maka kalau kembali ke desa disebut mudik (Chiprut, 2008, www.id.answer.yahoo.com)

udik=kampung=desa (Stovena, 2008, www.id.answer.yahoo.com)

Karena memang orang kampung itu Udik2.. mau bukti? udik itukan salah satu artinya NORA. tul ga?... Nah, coba lihat dan perhatikan...kalo ada orang dari kampung datang kekota besar (Jakarta,misalnya)...pasti noranya amat sangat. Bahkan ada juga orang kota yang udik, nah liat aja...(contoh ye..) ABG2 yang dari kota, kalo bawa HP..pasti digantungin dileher. apa itu ga nora (udik)? terkesan pamer...."nih, gw punya HP cuy..." (mending kalo HPnya bagus,nah kalo sudah Jadul banget...?) Udikkkkk.... (Rulland Y, 2008, www.id.answer.yahoo.com)
Begitulah sahabat blogger. Ada yang memahami mudik secara serius, ada yang terkesan di-smart-smart-kan, ada yang terkesan asal-asalan (mungkin agak menghina tuh....he he he). Ramai, seramai aktivitas mudik itu sendiri yang riuh rendah, lintang pukang, tak keruan dan heboh itu. Karena itu, supaya agak lebih "sunyi" maka saya mencoba mencari arti kata mudik di dalam KUBI (kamus umum bahasa Indonesia). Mudik adalah kegiatan meng-udik atau kembali menuju udik. Lalu, apa arti kata udik? Ternyata kata udik bersinonim dengan kata culun, desa, dusun, kampung, kampungan, lugu, pedalaman, dan pelosok. Antonim-nya adalah "kota". Dengan demikian kata "udik" memang agak negatif terutama bagi generasi "haree geneeeee". Lha busyeeeetttt ...... bener dong si Rulland dalam kutipan yang agak negatif tentang "mudik" seperti dikutipkan di atas. Benarkah? Mari kita lihat lagi hasil penelusuran lebih lanjut. Kata "udik" ternyata memiliki 3 arti, yaitu: sebagai bentuk kata benda maka udik bisa berarti hulu sungai. Jadi, mudik artinya kembali ke hulu sungai. Sebagai noun, "udik" juga berarti kampung. Dengan demikian mudik artinya kembali ke kampung. Tetapi sebagai kata sifat, adjectiva, "udik" berarti kurang tahu sopan santun, kaku dan canggung tingkah lakunya, serta bodoh. Nah lu, mudik bisa berarti kembali menjadi tidak sopan atau kembali menjadi bodoh....whaaaa ha ha ha...opo tumon?????

Begitulah sahabat, ternyata kata udik dan mudik, yang dalam dalam praktek kontemporer dewasa ini dimaknai sebagai budaya bangsa yang menunjukkan semangat guyub tinuyub itu, ternyata bisa bermakna sebaliknya. Dalam pengertian yang positif, mudik adalah budaya baik bangsa, yaitu ketika menjelang hari-hari baik orang-orang pulang kampung atau menuju "hulu" (asal muasal) mereka. Tali temali kasih sayang keluarga-keluarga yang terputus karena waktu dan jarak bisa bertautan kembali. Lama berpisah, tak terlihat muka lalu eeeallaaaa, nongol lagi dieee....ssiiipppp.....Silahturahmi terbangun kembali. Semua kembali menjadi satu (kecuali Bang toyibby yang sudah 3 lebaran gak mau pulang-pulang...wkwkwk..).

Tetapi ...heeiiii, perhatikanlah bahwa budaya mudik bisa juga bermakna sebaliknya, yaitu mudik hanya menunjukkan bahwa sebagai bangsa kita sangat gemar kembali dan kembali lagi pada ketidaksopanan dan kebodohan. Kita amat gemar berlarat-larat dengan kedegilan kita. Capek-capek belajar sampai menjadi insinyur, master dan doktor toh suka kembali menjadi bodoh dan tidak sopan. Capek-capek meniti karier mulai dari sekedar aktivis atau pedagang kecil lalu menjadi petinggi negeri alias pejabat eaaaalllaaaa koq ya ujung-ujungnya kembali menjadi maling nan bodoh dan tak sopan. Itulah kita. Begitulah wajah kita. Anda marah dengan hal ini? Boleh dan silakan saja tetapi lihatlah apa yang dilakukan oleh mister Gayus dan belakangan mister Nazarudin + kompatriotnya. Memalukan. Lihatlah berbalas "surat cinta" di antara penyamun dan presiden-nya. Sungguh tak sopan mereka tuh. Lihat pula bagaimana wacana penghapusan badan anggaran DPR tagal dugaan korupsinya. Sembarangan. Lihatlah si Profesor yang banyak menulis buku lhaaaa, tau-tau hasil jiplakan doang. Bikin mual perut saja. Udik banget. Lalu, lihatlah betapa tidak tahu malunya pejabat di Kementrian Nakertrans RI yang kok ya tega-teganya di hari baek, bulan baek begini, bulan puasa, masiiiiiihhhh juga nekad korupsi menerima suap dan tertangkap tangan oleh KPK...Sontoloyo.....dasar udik. Masih mau lagi? Nih gue kasikan deh. Coba liat tayangan investigasi di beberapa stasiun televisi yang menunjukkan betapa teganya kita..uuupppp kali ini bukan oleh para penggede tapi hhmmmm betapa hampir semua panganan jajajan yang kita makan, hampir pasti bercampur boraks, pewarna kimia buatan dan aneka racun lainnya hanya agar supaya awet dan atau enak dilihat. Jangan anda kaget jika sekali waktu anda makan di warung kaki lima di jakarta yang anda makan adalah daging bekas yang di daur ulang. Kita benar-benar menjadi bangsa pemakan bangkai...woooowwww jorok, tega, sadis dan ueeediiiiikkkkk banget .....sekali udik tetap udik...wkwkwkwkwk.....

Tapi sudahlah, kita ambil baiknya saja karena ini memang sekarang adalah hari baik bulan baik. Mudik adalah kebaikan. Karena itu, bagi semua sahabat yang mudik menuju kampung, tempat asal-usul mereka, saya ucapkan SELAMAT MUDIK. Jangan sampe tidak sopan dan bodoh di jalanan yaaaa ...... Semoga selamat, sehat dan sejahtera merayakan hari raya Lebaran di tempat tujuan, yaitu di Udik. Eh, omong-omong sebagai praktisi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), ternyata sungguh memalukan bahwa baru hari ini saya tahu bahwa kata "udik" adalah sinonim kata "hulu". Kalau benar begitu maka daerah tangkapan air di hulu DAS adalah udik. So, pengelolaan DAS adalah urusan hilir dan udik duuunnkkk. Saya juga baru sadar apa sebabnya kosa kata Indonesia untuk menunjukan akivitas pergerakan lalu-lalang, yang terkadang bersifat tidak keruan, adalah hilir mudik. Pantas saja kalau pas saya sedang pusing memikirkan DAS yang rusak tak keruan, isteri saya suka berteriak....."woooiiii, jangan cuma hilir-mudik dong, mengganggu saja lu" ...... adddooohhhhhh, ternyata udik bener saya nih.....ghuuooblooogggg tenan......whaa ha ha ha ..... dasar udik ....


Tabe Tuan Tabe Puan

Minggu, 07 Agustus 2011

1 gubug 1 tikar 1 periuk: INDONESIA MERDEKA (perjalanan imajiner bersama Bung Karno)

Saudaraku sebangsa dan setanah air,

Siang itu suhu udara Kota Kupang terasa panas. Amat sangat panas. Dan juga berangin. Maklum, cuaca bulan Agustus di daerah tropika kering seperti di NTT. Tanggal 17 Agustus 2011 tinggal beberapa hari lagi ke depan. Di simpang jalan para penjual bendera merah putih kecil mulai bersliweran ...."bendera ko om?"... "bendera ko tante?"..."beli 1 dapat dua bos". "Indonesia merdeka ni"......luar biasa, nasionalisme dan naluri saudagar bercampur baur jadi satu...luar biasa....dan saya beli satu bendera kecil itu, ....5000 rupiah .... dan huuuppp...saya tempelkan di kaca mobil. Hanya dengan modal kecil, saya merayakan HUT Indonesia ke-66. Hanya lima ribu untuk sebuah bendera plastik Keciiiiillll.....cukupkah????? Saya kaget ketika mendengar sebuah suara menyapa saya (Heeii siapa ini? Bung Karno kah?). Ya, Bung Karno (BK) ada dan duduk di bagian kiri jok depan mobil. Sambil tersenyum beliau berkata...."bung mike, cukuplah itu".....

Lalu, sambil menemani perjalanan saya ke kampus, BK berceritera tentang untuk apa Indonesia Merdeka. Beliau mengutip sebuah pidatonya di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 1 Juni 1945 (ahaaa... ketika saya bilang..."eh bung, itukan pidato anda yang kami kenang sebagai pidato kelahiran Pancasila?"....kata BK, " bung mike benar") berbunyi begini:

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.

Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin.

Begitulah saudara ku sebangsa dan setanah air, Indonesia - yaitu saudara, saya, mereka, kita semua - mencapai kemerdekaannya. Kata BK, untuk merdeka yang diperlukan adalah tekad untuk merdeka. Lalu apa itu merdeka? BK memberikan jawaban telak, yaitu "political independence". Ya, kita hanya perlu untuk bertekad lalu mewujudnyatakan bebas untuk mengurusi diri sendiri di rumah kita, Indonesia, dengan pilar adanya bumi, adanya rakyat, adanya pemerintahan dan adanya pengakuan bahwa kita memang sudah merdeka. That's all about declaration of independence. Dan itulah yang dilakukan oleh BK dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia pada hari 17 bulan Agustus tahun 1945 Masehi. Hanya dengan modal tekad, mesin ketika tua untuk mengetik naskah proklamasi, dan bendera rajutan tangan seadanya kitapun merdeka. Dimulailah suatu proyek mega raksasa bersama seluruh nation yang ada di bekas daerah jajahan Belanda yang dinamakan Indonesia. Adalah kumpulan bangsa-bangsa Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian, Bali, Timor dengan modal apa adanya berani mengataan merdeka. Lalu dalam merdeka itulah, seperti kata BK, "kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi". BK juga memberikan perumpamaan lain yang sejalan dengan perkawinan tentang kemerdekaan. Menurut BK, kemerdekaan adalah jembatan ya sebuah jembatan emas menuju Indonesia yang jaya (ketika mobil melaju meilntasi jembatan Liliba, Kupang, BK menjawil lengan saya..."bung mike, seperti jembatan inilah kemerdekaan itu, tetapi lebih lagi karena terbuat dari emas)". Kosntruksi berpikirnya adalah jika perkawinan terjadi di antara 2 orang yang berbeda maka sesungguhnya perkawinan adalah juga seperti jembatan antara 2 orang. Itulah merdeka menurut BK. Lalu, di sinilah persoalan kita bermula.

Proyek bersama membentuk Indonesia, yang dianalogikan oleh BK sebagai suatu lembaga perkawinan atau jembatan, bukanlah proses pasti akan berhasil. Bukanlah barang yang kekal. Indonesia ada karena ada parapihak yang bersepakat. untuk ini dan itu dengan modal masing yang digabungkan. Indonesia ada karena semua nation sepakat menggabungkan modal mereka. sebagai saham. Semuanya saja memiliki modal. Tidak ada yang zonder punya apa-apa. Ada yang bermodal besar ada pula yang kecil. Si Panjul punya 1 gubug adalah pemilik proyek. Tetapi si Sartinem juga adalah juga pemilik proyek kendati cuma membawa 1 tikar dan 1 periuk (BK kembali mensiuti saya..."sssstttttt bung mike, dalam pidato saya nama mereka itu adalah Samiun dan Sarinem lho......", saya jawab...:lho Bung, katanya suka lihat kemerdekaan, nah boleh dong saya merdeka menggunakan nama?...BK tertawa dan bilang...."sontoloyo, dasar koppig"...). Melalui merdeka mereka sekarang dapat berkarya. Bersama-sama memperbaiki gubug, mengisi periuk mereka dengan makanan lalu tidur berpelukan penuh kasih di atas tikar yang 1 itu. Mereka bebas menjalankan rumah tangga mereka. Siapa tahu karena kerajinan dan kekompakan mereka lalu 1 gubug itu diubah menjadi gedung megah, tikar berganti tempat tidur mental mentul, dan alat memasak mereka berubah menjadi kitchen set yang lengkap dan megah. Bisa saja begitu jika perkawinan itu berhasil, yaitu ketika semua bekerjasama dan bermitra secara inklusif nan adil. Tidak saling mengklaim sebagai yang terpenting. Setara. Sebaliknya, perkawinan ini akan gagal manakala Panjul tidak mengijinkan Sartinem berteduh di dalam gubug, cukup di emperan saja. Sartinem membalas dengan tidak mengijinkan Panjul tidur di tikar dan makan dari hasil tanakan nasi dari periuk. Cukup sebulan dua, rumah tangga Panjul dan Sartinem pasti bubar. Jembatan dirusak karena ada yang merasa sebagai penguasa besar di situ, yang lain tidak boleh lewat. Apa point penting kebehasilan proyek Indonesia?Kesetaraan sebagai pemilik proyek. Tak boleh ada pihak yang merasa lebih istimewa dari yang lainnya lalu memonopoli kemerdekaan. Jangan karena merasa besar di NKRI lalu anda boleh merampas kemerdekaan pihak yang lebih kecil. Jangan ada penjajahan anak negeri oleh anak negeri yang lainnya. Jangan memperlakukan anak negeri yang satu berbeda dari anak negeri yang lainnya. Jangan ada monopoli kebenaran. Bandingkanlah dengan kondisi Indonesia kontemporer. Sebagian masyarakat merasa memiliki hak eksklusf untuk men-sweeping warga lain yang berbeda cara pandangnya. Ketika si A mencuri 2 buah kakao di kebun tetangga, cepat sekali dia di proses dan masuk bui sekian bulan lamanya. Sementara ketika si B yang membobol bank atau mencuri uang proyek untuk membiayai hasrat politik dibiarkan bebas menebar sms melalu HP mewah dari negeri antah berantah.

Singkat kata, ketika Indonesia berubah menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal maka jangan heran jika jembatan emas kemerdekaan itu tidak lebih dari jembatan kayu dari bahan kapuk randu yang rapuh. Ketika satu pihak merasa lebih berkuasa dari yang lainnya, lebih superior di dalam republik ini atau merasa memiliki hak paling istimewa di Indonesia maka percayalah selalu ada pihak yang akan berpikir bahwa ... "ok, baiklah kalau begitu maumu maka marilah kita berpisah baik-baik. Tidak baik-baik juga apa boleh buat". Timor Timur, yang berdasarkan fakta sejarahnya memang bukan bagian eks Belanda, memilih untuk bercerai. Aceh memilih jalan perkawinan dengan 2 kesetiaan. Irian, dan belakangan disebut Papua, merasa jika bercerai mereka akan lebih bahagia. Ben Anderson pada tahun 1999 memberikan catatan bahwa Orde Baru pernah memangsa pihak-pihak yang bersepakat dalam proyek indonesia menurut ukuran yang dibuatnya sendiri. Orde baru menganak emaskan pihak-pihak tertentu dan membuat yang lainnya cuma sekedar tas plastik kresek. Hasilnya adalah kekacauan. Sesuatu yang terus saja terjadi dalam versi yang berbeda di masa reformasi sekarang ini dan kareanya kekacauan terus saja terjadi. Lagunya sama, aransemen berbeda. Mengapa demikian? Jelas dan tegas: Indonesia belum mampu menempatkan para pemegang saham proyek besar bersama ini dalam kedudukan yang setara. Demkorasi terpimpin hanya menghasilkan pertengkaran 3 pilar, yaitu BK, TNI dan PKI dengan meninggalkan korban jiwa yang amat besar akibat perseteruan itu (saya mendengar BK batuk-batuk...uhuuk uhuuukkk). Demokrasi Pancasila ala Soeharto hanya menghasilkan berkuasanya sistem Jawa sentrisme dengan pilar militer, Golkar dan saudagar yang rajin bertandang ke Istana. Demokrasi di masa reformasi hanya menghasilkan tukang pesolek yang egois di cetrum politik nasional dan raja-raja kecil narsis di daerah. Pancasila terjepit dan keselip entah kemana. Ada yang hanya bisa menghafalkannya tapi tak mampu melaksanakannya. Ada yang sudah tidak menghafal tidak pula menampakan semangat pancasila. Ada pula yang bersliweran di jalan raya membaya spanduk yang yang berisikan niat mereka untuk menggantikan pancasila dengan ideologi lain tetapi tidak diapa-apakan oleh pihak yang berwajib.

Parameter BK tentang keberhasilan kemerdekaan sangat jelas, yaitu Indonesia yang gagah, kuat, sehat, dan kekal abadi. Tiliklah diri dan dan lingkungan di sekitar kiri dan kanan anda lalu jawablah secara jujur sudahkah impian BK tentang Indonesia yang merdeka itu tercapai? Bendera merah putih kecil yang menempel di kaca depan mobil yang saya kendarai berbisik: .."bung mike, Indonesia memang merdeka tetapi sebagian besar rakyat kelimpungan hidupnya dan tidak gagah. Rumah Indonesia tidak begitu kuat karena tikus-tikus koruptor memakan tiang induknya. Bangsa Indoensia tidak terlalu sehat karena biaya kesehatan amat mahal. Jika rakyat berkeluh kesah maka ...gampaaaaang....di-Pritha-kan saja. Beres. Alam Indonesia amat permai tetapi tidak lagi lestari karena hutannya digunduli oleh maling-maling kayu' Lahannya berlubang dan rusak digali penambang zonder tau malu. Ketika saya melirik ke samping kiri untuk meminta pendapat BK, saya melihat beliau sedang tertunduk sambil menitikkan air mata. Katanya lirih dan nyaris tidak terdengar ..."bung mike, bukan Indonesia yang macam begini yang saya perjuangkan kemerdekaannya".....

"Indonesia Pusaka"(Broery)


MERDEKA TUAN MERDEKA PUAN

Sabtu, 23 Juli 2011

24 jadi 48, TUHAN tinggal-lah serta.....

Dear Sahabat Blogge,

Hari ini, 23 Juli 2011. Hari Sabtu. Besok hari adalah tanggal 24 Juli 2011 waktu Indonesia, entah waktu apa di tempatnya mister Nazarudin ex bendahara partai demokrat berada. Yang pasti besok itu adalah hari Minggu, tanggal 24 Juli 2011. Agak spesial bagi beberapa orang karena itulah hari ulang tahunnya. Selamat berbahagialah sodara dan sodari yang berhari ulang tahun. Tuhan memberkati anda sekalian. Dan, saya juga. Saya? oh iya dong (dan juga iya lah.) Saya juga besok berulang tahun. Sudah 48 tahun umur yang saya punya. Ya, tanggal 24 Juli 2011 saya berusia 48 tahun maka 24 jadi 48.

Saya terpekur sejenak dan merenung. Oh ya tuhan, saya sudah tua. Sudah banyak yang saya punya. Punya ayah dan bunda yang hebat dan bisa dijadikan teladan. Punya 1 isteri yang cantik tapi tukang ribut (tak apalah karena saya mencintai dia). Punya 5 anak, yaitu 4 laki 1 perempuan, yang ganteng dan cantik tapi suka bikin miskin. Punya 2 cucu laki-laki yang asik tapi peeennniiing (mirip poltak raja minyak ...ahaaaa...). Punya abang dan adik yang hebat-hebat tapi interaksi di antara kami sering dalam situasi ribut tapi rukun benci tapi rindu (biasalah itu, karena semasa kecil malah kita sering saling pukul-pukulan ..wkwkwkwk....). Cukupkah daftar ini? BELUM

Saya sudah Sudah bergelar Doktor dalam bidang ilmu Kehutanan. Doktor adalah gelar akademik tertinggi sedangkan profesor adalah gelar jabatan akademik tertinggi (nah yang menyangkut profesor inilah yang sekarang belum menjadi prioritas dalam irama hidup saya. Saya akan sampai "di sana" juga, jika Tuhan berkenan, tetapi itu nanti saja). Saya sekarang ketua Forum DAS NTT, yaitu forum multipihak tentang pengelolaan DAS. Jangan main-main, ForDAS NTT sering dijadikan model di tingkat nasional untuk urusan perencanaan dan legislasi pengelolaan DAS. Saya diberi mandat menjadi pengurus pusat masyarakat konservasi tanah di Indonesia (MKTI) dimana untuk tingkat propinsi NTT saya adalah orang nomor 1-nya. Saya juga telah diberi mandat untuk mengembangkan working group REDD+ di NTT yang akan berperan besar dalam upaya-upaya global menurunkan emisi gas rumah kaca. Saya juga menjadi bagian dari kolaborasi masyarakat sipil untuk pulau-pulau kecil Sunda Kecil dan Maluku (SUKMA). Saya juga anggota dewan pakar Samanta (yayasan masyarakat nusa tenggara). Saya terlibat juga sebagai anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Propinsi NTT. Saya pernah dan sedang menjadi konsultan beberapa international agencies terutama untuk urusan yang bertalian dengan kehutanan dan lingkungan hidup. Di tingkat Undana, saya sedang menjabat sebagai kepala Puslitbang Arboretum, Lembaga Penelitian Undana. Saya sekarang sedang ditugaskan mempersiapkan pembentukan program studi kehutanan di Undana. Tugas yang baru saja rampung setelah bertahun-tahun karena saya bekerja nyaris sendirian dalam waktu yang lama. Saya punya banyak mahasiswa tingkat sarjana dan pascasarjana. Saya punya banyak penelitian akademik. Saya adalah wakil ketua Majelis Jemaat GMIT Paulus. Saya adalah Ketua II pengurus yayasan Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang. Oh, ya sebuah buku text book yang menggambarkan keahlian saya, yang lintas ilmu peternakan, pertanian dan kehutanan, yaitu tentang ekologi savana, sedang dalam tahap akhir editing menuju naik cetak.

Dari tangan saya, sudah barang tentu bersama beberapa orang lain, telah dihasilkan 1 Perda NTT tentang pengelolaan DAS terpadu (Perda No. 5/2008). Ini perda pertama di Indonesia pada isu pengeolaan DAS, yang bahkan belum ada PP-nya. Perda ini sudah ditiru oleh beberapa daerah propinsi dan kabupaen lain di Indonesia. Saya sudah menyelesaikan naskah akademik dan draft revisi perda cendana di TTS. Saya juga sedang menulis drfat naskah akademik Perda cendana tingkat propinsi dan perda insentif jasa lingkungan di propinsi. Saya aktif menjadi nara sumber dalam menghasilkan perda imbal jasa lingkungan di kabupaten TTS. Saya merupakan penulis utama dokumen HKUP GMIT 2007-2011 dan sekarang sedang menyiapkan dokumen RIP/HKUP GMIT yang baru. Saya punya pembaca setia di 2 buah blog yang saya kelola, yaitu blog untuk aneka rupa urusan (http://www.bigmike-savannaland.blogspot.com) dan blog yang satu lagi yang saya khususkan untuk membantu saya dalam proses belajar mengajar di Undana (http://www.makati24.blogspot.com). Ahaaaa, capek juga menuliskan daftar seperti ini satu per satu. Apakah narsis? sombong? Mungkin bagi sebagian orang ya iya memang begitu tetapi bagi saya tidak. Mengapa demikian? Begini....

Saya juga harus mengaku bahwa di balik segala macam angka positif yang sudah saya ungkapkan tadi, sebagai pribadi saya punya lebih banyak lagi angka negatif berwarna merah. Saya adalah pribadi yang cenderung cepat naik darah, sedikit pendendam, mutungan dan kadang-kadang suka menyimpan kesalahan orang lain. Saya juga agak sedikit arogan terutama jika berkaitan dengan keahlian yang ditekuni. Saya cenderung keras kepala terutama jika berkaitan dengan prinsip hidup dan kerja. Saya bukan seorang penjaga kesehatan diri yang baik. Saya juga cenderung suka menunda kerja till the last minute. Saya juga bukan seorang suami yang 100% bisa diandalkan. Ada saja bolong-bolong perilaku yang membuat isteri saya kadang-kadang tensinya naik beberapa strip. Saya tergolong ayah atau bapak yang kadang-kadang suka menimbulkan rasa tawar dalam hati mereka. Saya tahu kerap kali anak-anak menjadi tawar hati saban saya bertindak tidak patut. Saya juga tergolong sahabat yang kurang bisa berbagi waktu dengan mereka. Saya tergolong adik dan abang yang suka bertindak semau-maunya kepada abang dan adik-adik saya. Beberapa sahabat mengaku bahwa saya sebenarnya tergolong sahabat yag menyebalkan karena keisengan dan amat gemar berbala-bala. Saya juga dosen yang kadang-kadang terlalu keras kepada mahasiswa dan menuntut terlalu banyak dari mereka. Saya cenderung tidak bisa rapih dalam berpakaian dan menjengkelkan banyak pihak tagal urusan yang satu ini. Tertunda-tundanya kelahiran prodi Kehutanan di Undana antara lain karena sikap keras kepala saya yang cenderung tidak suka diperintah-perintah. Waduh, malu juga jika daftar ini diperpanjang. Sungguh mantri, daftar negatif ini aslinya amat panjang.

Lalu kalau bukan tagal naris, lalu tentang apa semua yang saya tulis ini? Dear sahabat, inilah pengakuan saya tentang apa yang terjadi selama 48 tahun usia hidup saya sampai hari ini. Amat panjang daftar KARUNIA TUHAN bagi saya yang ditandai dengan berbagai keberhasilan. Akan tetapi lebih panjang lagi, sebenarnya, kegagalan yang saya alami. Demikian pula tak kurang panjangnya daftar kelakuan buruk saya. Semua kegagalan dan kelakuan buruk itu memberi satu pertanda bahwa betapa kurang bersyukurnya saya atas berbagai berkat dari Tuhan. Itulah saya, suka bermegah atas kedigdayaan diri tetapi kerap lupa bahwa semua itu adalah pemberian Tuhan. Ya, saya KURANG BERSYUKUR ATAS KARUNIA TUHAN. Melalui posting ini, saya ingin mengungkapkan bahwa saya ingin bersyukur atas semua karunia Tuhan dan sekaligus jatuh tersungkur di depan-NYA memohon agar diampuni Tuhan atas perkara kurang baik yang saya lakukan selama ini. Bagimana selanjutnya? Adalah ini: jikalau Tuhan berkenan, maka masih banyak hal baik lain yang ingin saya kerjakan di masa depan sebagai wujud rasa syukur saya. Juga, jika Tuhan berkenan, saya akan memperbaiki atau mengkoreksi tindak-tanduk dalam adab hidup saya yang kurang terpuji. Hal ini sekaligus sebagai bentuk permohonan maaf saya kepada semua orang yang sudah saya sakiti hatinya.

Darimana datang keberanian saya yang hidup serba berdosa ini untuk datang ke depan Tuhan dan semua saudara, sahabat, handai tolan dan kerabat lalu mengoceh ini dan itu? Ya, saya mengaku banyak kekurangan dalam hidup saya sampai hari ini. Tagal itu, sebenarnya tidaklah layak saya untuk bermegah diri apalagi menyapa DIA yang maha tinggi itu. Sebenarnya malu juga untuk bicara ini dan itu di depan saudara-saudara, sahabat dan kerabat. Tetapi dalam keyakinan saya, TUHAN yang MAHA KASIH itu pasti MAU MENDENGAR keluh kesah baik mereka yang hidupnya bersih maupun yang berlumuran dosa seperti saya. Jikalau Tuhan bersedia mengampunkan saya maka bukan tidak mungkin para saudara, sahabat dan kerabat memaafkan saya. Bukan begitu saudara ku?

Apapun, tanggal 24 saya berulang tahun ke 48. Ada yang suka dan mungkin ada yang tidak suka akan hal ini. Begitu juga mungkin ada yang suka dan ada yang tidak suka akan posting kali ini. Terlalu narisis dan, mungkin, kurang tahu diri. Tak apa. Biar saja begitu. Hal yang terpenting yang ingin saya ungkapkan adalah saya bersyukur atas bertambahnya usia hidup saya, 1 tahun lagi. Saya bersaksi bahwa hal ini adalah berkat dari TUHAN. Doa saya di HUT ke 48 ini singkat saja.....Dear Tuhan, jikalau Engkau mau, maka tinggal-lah beserta ku. Amin.....

Abide With Me, Elton John

Tabe Tuan Tabe Puan

Sabtu, 02 Juli 2011

hidup yang berkabut

Dear Sahabat Blogger,

Sekarang bulan Juli. Sudah setengah jalan hidup kita di tahun 2011. Januari sampai Juni adalah fakta yang sudah terjadi. Lantas, Juli dan sampai nanti Desember adalah prediksi, harapan dan kira-kira yang bisa saja benar bisa saja salah. Semua adalah probability yang pasti. Pasti karena hidup memang harus selalu terus maju ke depan. Probability karena tak ada satupun yang pasti. Kepastian adalah 1 per sekian. Sisanya adalah ketidakpastian. Uncertainty. Hampa. Fana. Sebuah Kitab tua memberi prespektif bahwa hidup mungkin seperti uap. Ada sebentar lalu lenyap. Hidup adalah kepastian adanya uap tetapi sekaligus probability karena bisa ada lalu tiada. Peluang ada 0.5 lalu 0.5 lainnya adalah tiada. ... hhhooouuugggfffffff.....

Maka tidak kamoe ketahoei entah apa akan djadi pada esoek itoe. Boetapakah hidoepmoe? Adalah ija-itoe laksana oewap, jang kalihatan sabentar sadja, kemoedian lennjaplah ija. (Yak. 4:14, Klinkert - 1863).

Sebuah tag status di jejaring sosial FB hari ini, yang diinput oleh Logo Riwu Kaho, adik saya yang sepupu, bunyinya seperti ini:

BERITA DUKA : Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga, Adriana Bolla (Tanta Ana) , istri dari Paulus Para He (Om Para) pada Jumat, 01 Juli 2011 di Ponu (Wilayah Kab. TTU) akibat kecelakaan lalulintas. Jenasah saat ini sudah dibawa ke Atambua dan disemayamkan dirumah duka di Kampung Tini, Atambua. Kami keluarga besar Do Namata menyampaikan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Semoga penghiburan dari Tuhan Yesus akan selalu mewarnai hidup kita semua terutama bagi Om Para, Yuni, Chris, Rio dan Ina

Saya perkenalkan pelakon-pelakon dalam ceritera awal Juli 2011 ini seperti di atas. Logo Riwu Kaho adalah anak dari Bapak Yakob Riwu Kaho (bapa Ako) almarhum yang adalah kakak sulung dari Ayahanda saya, Robert "SGT" Riwu Kaho. Di antara kurun waktu 1968 - 1971, saya tinggal di Atambua, di rumah bapa Ako, dan pada saat yang sama tinggal pula di rumah itu Om Para He (Paulus Para He). Kerabat dekat keluarga Riwu Kaho yang berasal dari Namata, Sabu. Beberapa tahun kemudian, ketika saya sudah kembali tinggal bersama orang tua di Kupang, gantian Om Para He yang, karena urusan sekolah, pindah ke Kupang dan tinggal di rumah kami sampai menamatkan pendidikan SLTA-nya. Adalah bapa Robert Almarhum yang mengurusnya sampai mendapatkan pekerjaan dan lalu menguruskan pula pernikahan Om Para dengan Isterinya yang bernama Adriana He-Bolla. Dari pernikahan tersebut lahirlah 4 orang putra dan putri, yaitu Yuni, Chris, Rio dan Ina. Tante Ana itulah yang diberitakan meninggal.

Diberitakan bahwa pasangan Suami-Isteri tersebut berboncengan pulang dari acara keluarga di Ponu, suatu tempat yang berjarak sekitar 40 km arah timur Kota Atambua. Di tengah perjalanan kecelakaan terjadi. Sebuah dumptruck berukuran raksasa menabrak motor yang dikendarai mereka berdua lalu Om Para terlempar ke arah kiri, yaitu ke arah bahu jalan, sedangkan Tante Ana terlempar kearah kanan, yaitu ke arah punggung jalan. Karena dumptruck masih terus bergerak lurus ke depan maka tubuh Tante Ana-lah yang dijumpai oleh ban-ban besar itu. Lalu....RIP. Mari kita lihat drama tragis ini. Bayangkanlah suasansa sepanjang pagi sampai kedua kekasih itu bepergian ke arah tujuan lalu beracara di sana. Semua berjalan normal tanpa ada yang tahu bahwa hanya itulah saat-saat terakhir mereka bersama berpasangan hidup di dunia. Dalam hitungan beberapa jam, menit, dan detik ke depan mereka akan segera berpisah. Perpisahan yang ultimat final. Apa rasanya? Mengapa? Tak ada jawaban ultimat kecuali sejarah peluang. Seandainya tidak pergi. Seandainya pergi menumpang angkutan umum. Seandainya tidak buru-buru pulang. Seandainya tidak jatuh ke arah kanan. Sekali lagi, semua hanya tinggal probability. Lalu, apa itu hidup? Probability-kah? Kepastian-kah?

Ada banyak pintu untuk menemukan jawaban, dan sekaligus mungkin tidak ada pintu yang di dalamnya berisi jawaban. Mengapa demikian? Kata seorang guru saya semasa SD di Atambua, Belu - kalau tak salah nama beliau adalah Wilhelmus Wila Hida - bahwa kata manusia terdiri dari 2 suku kata, yaitu manu dan sia. Manu dalam bahasa Sabu adalah ayam lalu dengan demikian manusia adalah ayam yang sia-sia. Mendengar deskripsi itu saya tertegun dan kata-kata bapak guru saya itu terus melekat sampai sekarang ini. Manusia adalah ayam yang sia-sia. Sudah barang tentu deskripsi semacam itu tidaklah seluruhnya benar tetapi secara kategorial lihatlah kesamaannya dengan apa yng dikatakan oleh Nietszche bahwa hidup adalah nihilisme. Kita bisa berdebat bertahun-tahun tentang ini tetapi lihatlah kepastiannya. Ternyata adalah ketidakpastian. Lalu harus bagaimana, karena bukankah manusia selalu memastikan sesuatu supaya tidak gelisah? Tapi jikalau ini pertanyaannya maka pertanyaan lainnya adalah bukankah setelah menemukan jawaban atas pertanyaan, lalu manusia gemar mengajukan pertanyaan baru? Bukankah dengan demikian ketidakpastian selalu merupakan resultante pekerjaan manusia?

So, jalani saja hidup karena itulah hidup. C'est la vie.. Anda yang merasa memiliki pedoman hidup yang kuat dan karena itu tidak lagi perlu terlalu ragu-ragu ya jalankan saja. Anda yang mengatakan bahwa kepastian itu nihil maka hiduplah dengan cara anda. Cuma saja, menurut hemat saya, sebenarnya apakah kepastian ataukah ketidakpastian pada logikanya adalah kepastian, Begitu bukan? Jika kita mengikuti logika Kitab Tua, tahulah kita bahwa uap adalah eksis sebagai materi hasil pengubahan bentuk air yang dipanaskan. Selama ada air dan ada pula proses pemanasan maka uap akan selalu eksis. Ilmu fisika, kimia dan klimatologi mengkonfirmasi itu. Persoalannya adalah kadang uap air kasat mata terlihat, kadang tidak. Atau di sini kelihatan tetapi di sana tidak. Di sini uap tampak berlimpah membentuk kabut tetapi di sana hanya ada udara bening. Rumusannya lalu, uap itu pasti ada sepanjang syarat-syarat adanya ada. Tetapi soal kelihatan tidaknya adalah probabilitas tergantung syarat-syarat agar uap terlihat. Kemarin anda begitu terkenal dan populer. Besok luas anda tak lagi dikenal karena semua syarat-syarat untuk terkenal telah menunggalkan anda. Hari ini anda muda dan perkasa. Besok lusa tua, ringkih lalu menghilang.

Maka begitulah hidup itu. Akan selalu ada kecuali tak ada lagi sang Pengada yang mengadakan dan peluang kearah itu hampir pasti = 0 kendati Nietszche mengaku sudah membunuh sang Pengada. Atheis mengatakan sang Pengada itu sebagai misteri sedangkan Theistik menyapa Sang Pengada sebagai Tuhan. Soal bahwa apakah hidup anda itu tampak dan diperhatikan oranag lain ya itulah urusan pergumulan kita tiap-tiap hari. Anda rajin bekerja, tekun dan produktif maka mudahlah anda terlihat bahkan kenagan tentang anda akan hidup terus dalam kenangan orang-orang jauh setelah anda tak lagi kelihatan. Sebaliknya, jika anda adalah tumpukan kemalasan, pasif dan tak berdaya upaya ya jangan salahkan orang lain jika anda tidak dianggap ada kendati anda nyata-nyata ada. Uap yang bernama si ini dan si itu, termasuk Tante Anna He-Bolla kemarin lusa tampak tetapi hari ini tak nampak. Tetapi dia pasti masih ada. Percayalah. Jenderal Douglas McArthur mengatakan bahwa "the old soldier never die, they just fade away". Anda, saya, dan kita semua pada dasarnya ya begitu itulah: antara ada dan tiada laksana kabut. C'est la Vie.

manusia - koes plus


Tabe Tuan Tabe Puan

Rabu, 01 Juni 2011

sila yang ada 5 itu, jati diri manusia

Dear Sahabat Blogger,

Bagi kita warga Negara Republik Indonesia, setiap tanggal 1 Juni sebenarnya adalah hari yang khusus. Hari istimewa. Karena doeloe kala pada 1 Juni 1945 pada rapat BPUPKI, Bung Karno berpidato tentang dasar negara yang akan lahir, Indonesia. Dengan susunan yang tidak sama persis dengan rumusan yang ada sekarang, beliau mengusulkan hasil penggaliannya, yaitu PANCASILA. Selengkapnya, Pancasila itu adalah:

  1. Ketuhanan yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  3. Persatuan Indonesia:
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Begitulah Pancasila. Cuma itu. Sesederhana itu rumusannya tetapi ternyata tidak sesederhana itu konsekuensinya. Ribuan nyawa telah meregang tagal urusan anti dan mempertahankan Pancasila. Ada DI/TII Kartosuwiryo, ada PKI tahun 1948 di Madiun, Ada PRRI/Permesta, dan ada pula G30S yang bukan saja membuat pertumpahan darah yang misterius di tahun 1965 dan beberapa waktu sesudahnya tetapi juga menamatkan sama sekali karir politik sang Penggali Pancasila. Terhentikah? tidak juga. Di masa reformasi ini, muncul aneka rupa gerakan yang terang-terangan menyatakan anti-pancasila. Ada gerakan yang menyerukan dasar negara khalafah seperti yang di usung oleh hizbut tahrir Indonesia, ada pula gerakan yang ikut didomplengi oleh Noordin M. Top yang orang Malaysia itu. Terakhir ini muncul pula new NII yang tak jelas juntrungannya sampai saat ini. Tantangan bagi Pancasila bukan cuma secara ideologis tetapi juga oleh penyelewengan dalam menyelenggarakan negara oleh pengurus-pengurusnya. Di mulut mengaku Pancasilasis tetapi korupsi besar-besaran seperti kasus Bank Century, Gayus Tambunan dan yang mutakhir masalah pemberian uang oleh Nazarudin dari Partai Demokrat kepada sekjen MK dilakukan. Di mulut mengaku Pancasilais tetapi di depan sidang DPR dan ditontong jutaan rakyat tega memaki ...bang (sensor) ... Ketika anda mencuri uang milik rakyat maka sudah pasti anda mengingkari sila ke dua, ke tiga, ke empat dan ke lima .... dan jangan lupa, kejahatan seperti itu sama saja dengan anda mengingkari pengkauan Iman anda sendiri karena Tuhan tidak pernah mengajarkan untuk mencuri. So, sila pertama pun dilanggar oleh koruptor dan para bandit.

Apapun juga, Pasca 1998, Pancasila seperti kehilangan gigi. Tidak diajarkan di kurikulum sekolahpun semua seperti diam saja. Bermnculan UU dan peraturan daerah yang bertenang dengan Pancasilapun tak ada yang perduli. Pancasila hanya digaungkan di sekitar tanggal 1 Juni. Setelah itu habislah dalam sunyi. Sunyi tetapi tidak sepi karena di balik kesunyian Pancasila, orang gaduh mencuri, merusak acara pentas seni budaya yang tidak sesuai dengan hukum agama tertentu, menusuk pendeta yang konon gedung gerejanya tidak berizin, merazia tempat hiburan malam tanpa perduli hukum positif, membunuhi polisi dengan bom dan senjata hasil rampasan, mencuri, korupsi, memaksakan kehendak di PSSI hanya karean telah medapat bayaran, mencoblos dalam pemilu hanya karena sekantung kreses sembako....masih banyak lagi daftar kegaduhan itu..... Ya, di balik kesunyian Pancasila, hingar bingarlah kejahatan di republik tercinta ini. Bagi kaum penjahat dan egoisi ini, rumusan, Pancasila mungkin diganti seperti ini:

  1. Keuangan yang maha esa;
  2. Kemanusiaan yang tak perlu adil dan, bila perlu, biadab;
  3. Persatuan suku saya, ras saya, pulau saya, partai saya;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh ketidak hormatan dan kekurang ajaran dalam adu jumlah pendukung, demonstrasi dan pengerahan massa bayaran serta kemampuan melakukan tawuran;
  5. Keadilan sosial bagi seluruh keluarga saya, pendukung saya dan tim sukses saya.

Jika benar begitu maka, sepatutnya mereka itu kita tangisi beramai-ramai. Mengapa? Karena mereka, para bandit itu, telah kehilangan begitu banyak nilai-nilai kemanusiaan yang ada di dalam Pancasila. Mereka sesungguhnya telah kehilangan sebagain sisi kemanusiaanya. Franz Magnis Suseso dalam wawancaranya di televisi, menjelang pidato 2 mantan Presiden RI dan SBY sebagai Presidan RI hari ini dalam rangka peringatan pidato Bung Karno 1 Juni 1945 mengatakan bahwa di dalam Pancasila terselip begitu banyak dimensi kemanusiaan. Saya bergerak cepat dan lalu menemukan fakta bahwa paling kurang tiap Sila mengandung 1 dimensi manusia.

Dalam sila pertama terkandung dimensi manusia sebagai makhluk religius. Manusia selalu gelisah dan bertanya bahwa siapa aku yang berhubungan dengan sesama. Dari mana aku dan mereka berasal. Lalu manusia tunduk dan menyadari bahwa di luar aku dan mereka adalah sebuah misteri yang mengadakan sebagai pengada. Orang beragama mengatakan yang misteri itu adalah TUHAN.

Dalam sila kedua, dimensinya adalah bahwa manusia makhluk dinamis. Manusia aktif berhubungan dengan segala sesuatu yang eksistensial yang berbeda dengan benda lain di alam. Jika benda lain bereaksi karena hubungan sebab akibat dan karena ada keperluan maka manusia tidak memerlukan itu. Dinamika manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Dia berhubungan bukan hanya karena dia perlu tetapi kehendak bebasnya yang mendorongnya. Salah satu kehendak bebas itu adalah membangun relasi dengan sesama secara etis, yaitu sehakekat, satu derajat dan satu martabat, dimana saja manusia itu berada, siapapun dia. Manusia selalu rindu untuk mengasihi sesama.

Dalam sila ketiga terkandung dimensi filsafati yaitu manusia adalah makhuk multidimensional. Manusia adalah makhluk yang eksis dengan aneka dimensi kehidupan. Manusia adalah makhluk badani tetapi juga rohani. Dia menginginkan bukti nyata tetapi juga suka berkhayal. Semua dimensi yang anekarupa itu bersatu di dalam diri satu manusia. Maka secara sadar manusia itu adalah makhluk yang rindu akan persatuan.

Dalam sila keempat terkandung dimensi filsafat, yaitu manusia adalah makhluk yang bertanya. Manusia heran akan sekelilingnya lalu dia bertanya. Setiap bertanya dan mendapatkan jawaban maka selalu akan ada pertanyaan baru. Manusia bingung maka untuk itu dia memerlukan refleksi. Dalam refleksinya manusia berdiskusi baik dengan dirinya sendiri maupun juga dengan sesamanya. Dalam diskursus itu manusia bersepakat tentang jawaban-jawaban. Jadi, manusia sejak awal adalah makhluk yang berdiskusi, bermusyawarah dan bersepakat.

Dalam sila kelima terdapat dimensi filsafat lainnya, yaitu manusia adalah makhluk sosial yang berbudaya. Manusia dan sesama mula-mula bersepakat lalu membentuk kebudayaan. Budaya adalah proses humanisasi kesepakatan-kesepakatan yang intinya adalah apa yang kamu punya miliklah, apa yang aku punya kumiliki. Ketika aku kekurangan maka kemana lagi aku berlari jikalau bukan kepada engkaulah. Ketika engkau menderita, jangan kemana-mana tapi datanglah padaku. Hidup adalah saling memberi dan menerima. Adil bagi semua. Itulah dasar dari socius atau berteman. Teman dalam satu budaya boleh saja membikin negara. Jikalau dalam negara diperlukan pengurus-pengurus maka saya pilih kamu sebagai pengurus yang wajib menjamin ke-socius-an kita harus terus berjalan.

Dear sahabat,

Begitulah seharusnya Pancasila. Itulah sebabnya mengapa Pancasila amat sangat relevan bagi kita yang ditakdirkan untuk bersepakat hidup bersama-sama dalam keragaman di negeri indah bak Zamrud khatulistiwa ini. Negeri Nusa antara ini. Pertanyaannya adalah mengapa sekarang Pancasila terpuruk begini rupa? Ada banyak cara menjawab tapi saya memilih yang satu ini. Begini: yaitu Pancasila adalah visi kita bersama di Indonesia. Kita manusia yang memiliki visi ini adalah makhluk memiliki jiwa. Dalam konteks berbangsa, Pancasila mengenyangkan jiwa kita. Itulah jasa Bung Karno dan angkatannya. Tetapi angkatan ini lupa bahwa jiwa ada di dalam badan sedangkan badan memerlukan makanan. Memang kita adalah bangsa besar yang disegani sampai kemana-mana. Malaysia dan Singapura sampai merasa perlu meminta perlindungan Inggris karena begitu takutnya mereka pada Indonesia. Tapi sayang, apa daya, perut kita kosong. Kita lapar. Datanglah angkatan Soeharto yang rajin memberi makan bagi badan kita dan patutlah kita berterima kasih tetapi sayang urusan jiwa diabaikan. Kita hanya boleh tahu bahwa kita kenyang sedangkan jiwa kita hanya boleh seukuran yang ditentukan negara. Jiwa kita dikosongkan. Pragmatisme menjebak pada situasi perut kenyang tetapi tak lagi punya mimpi selain bagaimana menjadi kaya secepat-cepatnya. Pancasila yang adalah jiwa kita itu direduksi hanya menjadi rumus hafalan. Rusaklah jiwa kita. Di tahun 1997-1998 kita akhirnya tahu bahwa kita bukan cuma kehilangan jiwa tetapi perut kitapun kembali kosong. Di masa reformasi, demokrasi yang amat baik itu dijalankan tetapi ternyata hanya pada tataran prosedural. Esensinya hilang, yaitu kesejahteraan dan kesetaraan. Kita sering bergaduh sendiri. Jiwa seolah-olah terisi badan seolah-olah kenyang. Nyatanya tidak. Dalam keadaan demikian, segolongan orang yang menumpang pada prosedur demokrasi berusaha menyeragamkan Indonesia. Maka, pingsanlah Pancasila. Pancasila ditikam dari belakang. Pancasila dikhianati. Kitalah sekarang korbannya juga akhirnya. Sudah perut tidak kenyang-kenyang amat, jiwa kita compang camping tidak keruan.

Karena itu, kembalilah kepada jiwa bangsa yang benar karena di lima sila itu semua dimensi kita sebagai manusia disatukan. Anda boleh putih, saya biru kehijauan, dan mereka merah jingga tapi kita satu adanya. Jangan karena putih adalah atribut kebenaranmu maka kamu merasa berhak memakasakan bagi yang lainnya. Biarlah kita tetap dalam kamar yang berbeda tetapi rumah kita tetap satu jua akhirnya. Rumah Kita itu punya 5 kamar, yaitu Pancasila. Rumah kita itu akta hukumnya bernama UUD 1945. Rumah kita itu halamannya adalah Bhineka Tunggal Ika tempat semua bunga beraneka warna hidup lalu semerbak mewangi dan indah. Alamat Rumah Kita adalah Negara Kesatuan Republik INDONESIA. Meerrrdeeekkaaaaaaaaa.

Franky S. - Pancasila Rumah Kita


Tabe Tuan Tabe Puan

Rabu, 11 Mei 2011

korupsi adalah racunnya preman

Dear Sahabat Blogger,

Bulan Mei di tahun 2011 sekarang ini. Tanpa terasa. Semua serba cepat...waktu berjalan begitu cepat .....war wer wir wur wer wor...byaaaarrr....sampailah kita di sini. Saat ini. Dengan keadaan begini dan begitu. Ada baikkah semuanya? I hope so.

Terbetik berita bahwa adalah seorang sekertaris kementerian di rekipliek tercinta ditahan yang berwajib. Doski tertangkap tangan menerima suap ldalam proyek pembangunan gedung anu dalam rangka kegiatan inu ....was wis wus wes wos...chuuusszzzz... KPK bergerak cepat (herannya untuk persoalan Bank Century KPK lambat mirip keong..ah kasihan si keong tuh...) ......si ini diperiksa dan si itu ditahan.....lalu...karena sudah lebih dari 1 orang yang terperiksa maka bernanyilah mereka membentuk paduan suara atawa koor yang bunyinya...ehmm si bendahara partai anu terlibat, si anggota dpr nan cantik yang namanya si fulan terlibat....watatitaaahhhh...apaaaaaaa????? lho bukannya si fulan orang top merkotop yang terlihat sangat alim tuuuhh????? Bukankah si fulan sedang ini dan itu tuhuuhhh?????? Mula-mula angin gosip bergerak perlahan semilir...wwwuuusssss......tiba-tiba ....guussraakkkkkk....."enggak koq, aqyu ga terlibat, demi sandalku dech, sumpah pocong geth00oooo looohhhh"...

Mengapa orang-orang yang hidupnya sudah "di atas angin"masih harus korupsi? Kurang apa mereka huuh? (mungkin ga ada kurangnya kecuali kurang ajar). Kita masih bisa memaklumi jika yang melakukan "pencurian" adalah "orang kecil". Alasan bisa aneka macam:...susu untuk si kecil...sudah 8 hari ga makan....untuk biaya nikah.....khas alasan orang-orang kecil di pinggiran. Kendati semua itu adalah kejahatan akan tetapi masih make sense-lah itu. Masih masuk diakal, kendati dikit. Lha jikalau pelaku penilepan itu orang-orang penggede dan para petinggi waaahhh...itu namanya ...therlalllluuuuu...kata bang haji Oma Irama. Kata anak Kupang, "kalo orang karmencong (orang kecil jelata) mencuri dapat dimengerti, mungkin karena terpaksa coz kampung tenga (perutnya) keroncongan". Akan tetapi kalo yang raksasa mencuri?????

Diskursus dalam pikiran kita mungkin akan seperti itu atau mungkin juga tidak begitu. Paling tidak, saya berpikiran begitu. Mengapa mereka masih juga suka mencuri kendati berkecukupan. Saya tak punya ilmu khusus untuk menjawab itu tetapi pikiran saya teringat akan salah satu hukum dasar ilmu nutrisi. Hukum itu adalah "the law of diminishing return" atau "hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang". Gerangan apa dan apa hubungannya dengan yang tadi itu loh..."sumpah pocong"? Begini: Jika tumbuhan anda memerlukan nutrisi maka dia pasti dalam keadaan "kekurangan". Maka berikanlah nutrisi a, b atau c. Jumlah pemberian akan meningkat sesuai kebutuhan untuk terus bertumbuh. Semakin cepat pertumbuhan, kebutuhan nutrisi semakin meningkat. Tapi awaslah, pada satu titik tertentu, tumbuhan anda akan memasuki masa "sudah cukup". Jika anda masih saja terus memberikan nutrisi maka pertumbuhan memang masih meningkat tetapi dengan kecepatan yang berkurang. Penambahan nutrisi yang anda berikan tidak lagi diutamakan untuk percepatan pertumbuhan melainkan guna mendukung kebutuhan untuk bermewah-mewahan (luxury consumption) yang dalam dunia tumbuhan berarti menambah nilai nutrisi tumbuhan. Tetapi ...heeiiiitt waspadalah...tanda merah mulai menyala, jika tumbuhan telah melewati batas "kecukupan" maka fase yang tersisa adalah "keracunan". Pemberian nutrisi akan mematikan tumbuhan. Jadi, kata baopak./ibu dosen ilmu nutrisi tanaman, hentikan penambahan nutrisi pada tahap "keracunan" tersebut. Begitulah kira-kira keterangan bebas dari hukum "the law of diminshing return".

Jika saya analogikan dalam kehidupan sehari-hari urusan makan memakan oleh anda dan saya maka logika hukum di atas dapat seperti ini: pada saat anda kelaparan setelah tak makan 3 hari 3 malam makanlah 1 piring nasi. Pastilah dalam waktu singkat isi piring akan tandas tuntas licin bersih. Jika masih lapar makanlah makanan yang ada pada piring ke 2 atau ke 3. Akan tetapi awaslah ketika anda memakan isi piringan ke 4 dan kecepatan makan anda makin berkurang maka itu pertanda bahwa sebenarnya kelapran anda sudah terobati. Berhentilah makan karena jika anda menambahkan isi piringan ke 5 dan seterusnya ke dalam perut anda maka anda akan saluran pencernaan anda akan "tercekik" dan lalu anda akan mati kekenyangan. Bagi sohib yang ingin mecoba rumusan di atas ya silakan saja...wkwkwkwkwk....saya tidak.

Ketika terbetik kabar seorang nenek tua terancam penjara karena memetik 1 - 2 buah tanaman pisang maka terenyulah hati kita, Mengapa demikian? Kita patut menduga bahwa dia akhirnya nekad mencuri karena lapar. Dia berkekurangan. Siapa yang salah? Moralitaskah? Bisa jadi begitu tetapi bukankah di rekiliek ini ada yang namanya konstitusi yang kita kenal sebagai UUD 1945 (yang diamandemen) yang di bagian preambulenya mengatakan bahwa "negara wajib mensejahterakan masyarakatnya"? Pada titik ini kita harus mengatakan bahwa "negara harus bertanggungjawab terhadap orang-orang miskin itu karena anda dihadirkan antara lain untuk mengurus itu. Siapkan cara agar setiap warga negara bisa makan tanpa harus mencuri. Pelik? ya iya lah tapi bukankah negara punya pengurus-pengurus yang dibayar rakyat? Anda dimana wahai pengurus negara?

Akan tetapi kita juga menjadi tahu bahwa ada sebagian kelompok masayarakat lain yang sudah tidak lagi berada dalam "zona kekurangan" karena telah berada di posisi "zona berkecukuan". Menambah-nambah kekayaan hanyalah memberikan arti bagi naluri narsis dan berkemewahan. Penambahan kekayaan sebenarnya sudah tak memberikan arti lagi. Memang betul bahwa dalam filsafat, manusia adalah makhluk tak sampai. Tak pernah puas tetapi hukum "the law of dimisnhing returns" memberikan petunjuk bahwa ada saatnya kita harus tahu kata cukup. Enogh is enough. Melewati batas itu, racun namanya. Upaya guna terus saja menumpuk kepuasan melalui kekayaan dapat ditafsirkan sebagai KESERAKAHAN. Dan keserakahan tak punya makna apa-apa lagi kecuali akan menuntun kepada keracunan yang mematikan. Apa enaknya hidup enak sekarang tetapi lalu harta anda habis hanya untuk mengurus perkara, membiayai perawatan kesehatan, membayar uang panas kepada pengurus-pengurus negara yang curang dan lain sebagainya. Pada saat-saat genting di zona keracunan, tak ada uang apapun juga yang mampu menolong anda untuk membeli kebahagiaan. Kejatuhan Marcos di Filipina, Soeharto di Indonesia dan Mubarak di Mesir adalah contoh perkara itu. Nama mereka akan dikenang sebagai kumpulan para manusia serakah. Uang berapapun tak bisa lagi memberli nama baik. Sumpah pocong demi sandal kesayangan pun tak ada artinya lagi. Siapa yang harus bertanggunjawab kalau sudah begini? Ada 2 pihak, yaitu moralitas pribadi dan keteguhan negara dalam menegakan hukum secara adil dan jujur. Negara jangan curang. Pencuri pisang ditangkap dan diinjak. Pencuri raksasa disayang-sayang. Jangan begitulah boss. Pesan moralnya adalah berhentilah hidup curang. Racun tuh. Preman tuh. Kesian eh Sekian.

Preman - Superkid


Tabe Tuan Tabe Puan

Sabtu, 23 April 2011

di Getsemani: Jesus bukan penakut, dia sahabat

Dear Sahabat Kristiani,

Berbahagialah kita, anda dan saya karena Tuhan masih berkenan mempertemukan setiap kita dengan satu lagi Hari Raya Jumat Agung, Perayaan Perjamuan Kudus dan Paskah, di tahun 2011. Ayanda dan Ibunda saya, misalnya, tak lagi merayakan hari-hari besar umat Kristiani ini dalam situasi yang sama dengan yang saya alami. Ayahanda "Robert SGT" dan Ibunda "Tien" mungkin merayakannya di dimensi lain dengan cara yang hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Penyanyi lagu-lagu balada kecintaan saya, Franky Sahilatua juga tak lagi merayakan Paskah seperti kita. Dia telah berangkat meninggalkan "perahu retak" dunia ini menuju Rumah Allah. Apapun juga, bagi semua sahabat Kristiani saya ingin mengucapkan SELAMAT JUMAT AGUNG. SELAMAT PASKAH. TUHAN YESUS MEMBERKATI ANDA (dan juga saya).

Berkenan dengan perayaan Jumat Agung dan Paskah kali ini, ada yang ingin saya renungkan setelah sebelumnya saya gumuli secara serius. Apa yang saya gumulkan dan renungkan itu. Adalah ini:

„Ya, BapaKu, jikalu Engkau mau, ambillah cawan ini daripadaKu: tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi.“... Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik darah yang bertetesan ke tanah.“ (Luk.22:42-44)
Ayat di atas menunjukkan secara kronologis detik-detik ketika Tuhan Yesus sedang menunggu "saat-NYA" sebagaimana yang telah ditentukan oleh Sang Bapa. Setelah melaksakan perjamuan kudus di kamar loteng sebuah rumah pengikut-NYA, Tuhan Yesus lalu berjalan menuju Taman Getsemani ditemani 3 orang murid-Nya. Di sana Tuhan Yesus mengambil sewaktu dua waktu untuk berdoa menggumuli "saat-NYA" tersebut. Hampir semua tafsir Alkitab mengatakan bahwa ayat-ayat itu menujukkan sisi manusiawi Yesus yang memiliki rasa takut. Sudah barnag tentu, saya memahaminya di balik "ketakutan-NYA" itu tersembunyi teladan Ilahiat, yaitu ketaatan di hadapan Bapa. Tuhan Yesus takut tetapi di taat. Saya bersetuju dengan tafsir. Akan tetapi ijinkan saya untuk mengatakan bahwa saya memiliki masalah pada penggunaan kata "takut" dalam ayat di atas. Benarkah Yesus "ketakutan" dan lalu berusaha "menghindar dari Salib"? Benarkah begitu? Saya kuatir jika memang benar demikian karena beberapa konsekuensi logis dari homili seperti itu. Karena itu saya berusaha memahami benar arti kata "ketakutan" yang dipakai di Lukas 22: 44.

Kata "takut" pada kutipan ayat di atas kelihatannya merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Yunani "αγωνία" atau "agwnia" atau "agonia". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka kata itu akan menjadi "agony" yang memang berarti takut. Akan tetapi hasil penelusuran saya secara berhati-hati menemukan arti lain terkait kata "agoni". Saya menemukan bahwa kata "agony" dalam bahasa Inggris ternyata berpadanan dengan lebih dari satu kata Yunani. Kata "agony" selain berpadanan dengan "αγωνία" ternyata juga berpadanan dengan kata "μαρτύριο" atau "martyrio" yang berarti penderitaan yang amat dalam. Karena itu saya tak heran jika dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) ayat ke 44 dari Kitab Lukas pasal 22 berbunyi

"Yesus sangat menderita secara batin sehingga Ia makin sungguh-sungguh berdoa. Keringat-Nya seperti darah menetes ke tanah"

Perhatikan pula terjemahan dalam versi lainnya sebagai berikut:
  • Sedang ia dalam sengsara, maka ia meminta doa dengan lebih bertekun; maka peluhnya pun menjadi seperti titik-titik darah gugur ke bumi (Shellabear Draft, 1912)
  • Dan waktu dia ada dalam sngsara, dia minta do'a dngan lbeh tkun: dan dia punya ploh jadi sperti titek-titek darah mnitek di tanah (Melayu BABA, 1913)
  • Maka dalam sangsara jang besar itoe makin radjin ija meminta-doa dan peloehnja pon mendjadi saperti titik-titik darah jang besar berhamboeran kaboemi (Klinkert, 1879)
  • Dan sedang 'ija kene parang pajah, maka makin radjin munadjatlah 'ija. Maka pelohnja djadilah saperij titikh 2 darah kantal, jang malileh turon kabumi (Leydekker Draft, 1733)
Berdasarkan pemahaman arti kata itu maka saya lalu memiliki 3 opsi perspektif dalam memahami makna ayat dalam Lukas 22: 44.

Dalam banyak naskah-naskah renungan saya sering menangkap kesan bahwa Lukas 22: 42-44 memberi petunjuk bahwa Yesus takut. Yesus, dalam sisi manusiawinya, ternyata ketakutan menghadapi Penyaliban yang dahsyat dan mengerikan itu. Begitu takutnya Yesus, lalu Dia berusaha mencari jalan selamat untuk diri-NYA. Pada titik ini saya tertegun. Benarkah Yesus yang saya kagumi luar dalam itu adalah seorang yang penakut? Bukan cuma takut, lebih lanjut tampak Yesus mengusahakan sesuatu yang lainnya seperti yang terlihat pada kutipan ayat tersebut berikut ini ..... "ambillah cawan ini dari-KU" .... Sekarang ada 3 opsi konsekuensi jika do'a Yesus agar Bapa setuju mengambil "cawan" itu dari-NYA: pertama, Allah kehilangan sifat adil. Bukankah penghukuman harus dijatuhkan karena kesalahan sudah terjadi? Kedua, Allah ingkar janji. Bukankah Penyaliban sudah dinubuatkan sejak perjanjian lama? Ketiga, jika Allah memang adil dan tidak berbohong maka kepada siapa "cawan" harus dialihkan? Siapa yang harus dikambing hitamkan? Siapa yang harus dikorbankan menggantikan Yesus? Benarkah Tuhan Yesus dalam doanya berpikir tentang "bagaimana mengorbankan orang lain"? Nah lihatlah, konsekuensi logis dari perspektif Yesus ketakutan dan berusaha melarikan diri diri dari "cawan" ternyata berdampak sangat serius terhadap kesejatian Allah dan Yesus. Hal ini juga tidak main-main karena di beberapa blog yang kontennya sangat sisnis terhadap Yesus saya membaca bahwa perkara ketakutan Yesus ini ternyata digunakan sebagai dasar argumen menolak dimensi Ketuhanan-NYA..."heeeiiii, lihatlah...Yesus yang penakut itu pasti bukan Tuhan karena tak masuk akal Tuhan itu penakut". Betulkah Tuhan Yesus ketakutan lalu diam-diam berusaha bernegosiasi dengan sang Bapa guna berusaha mencari selamat bagi diri-NYA sendiri sembari mengorbankan orang lain? Jujur saja, saya tak yakin. Mengapa demikian?

Saya memiliki beberapa referensi yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sama sekali bukanlah penakut dan juga bukan pencari keselamatan untuk diri-NYA sendiri lalu tega mengorbankan orang lain. Kisah Yesus Tuhan Yesus menghadapi pencobaan di padang gurun; ceritera Tuhan Yesus yang mengusir roh jahat; bagaimana cara Tuhan Yesus menghadapi angin topan di tengah lautan yang nyaris mengaramkan kapal yang ditumpanginya; Bagaimana pilihan etis Tuhan Yesus menghadapi banyak orang yang marah dan ingin merajam si perempuan pezinah...dan wwwooowwww...masih amat banyak lagi referensi sejenis yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus bukanlah penakut. Tidak pula seorang pencari keselamatan bagi diri-NYA sendiri. Tuhan Yesus juga tidak sedang bernegosiasi dengan Bapa untuk tega mengirimkan orang lain ke Kayu Salib ganti Dia. Jika benarlah Yesus memilih sikap seperti begitu maka, maaf, ke-Kristenan saya akan saya tanggalkan menit ini juga karena bukan Yesus seperti itu yang saya sembah. Dalam perspektif ini Yesus adalah penakut dan berusaha lari sejauh-jauhnya dari penghukuman. Sulit saya membayangkan bahwa ibarat menghadapi kapal yang karam Tuhan Yesus sedang berusaha berenang secepat-cepatnya supaya tidak ikut terbawa tenggelam terseret arus kapal karam lalu tidak perduli apakah si anu dan si polan sedang termenggah-menggeh klelep mau mati tenggelam. "Walah kalo nulungin situ bisa-bisa gw ikutan klelep dunk, tak us-us aja ya". Maaf, saya tidak yakin bahwa Yesus bertindak seperti itu. Itu bukan tipenya dech. Kalau tidak begitu lalu apa? Ada alternatif perspektif kedua.

Saya mendapat sedikit kelegaan ketika mengetahui bahwa ayat ke 44 Kitab hasil tulisan dokter Lukas pada pasal ke 22 ternyata dapat berbunyi dalam pemaknaan yang berbeda...."Tuhan Yesus amatlah sengsara" ... Oh, ternyata peristiwa doa di taman Getsemani tidaklah harus ditafsirkan bahwa Yesus adalah si penakut yang sedang berusaha mengelak dari Salib dan meletakkan salib pada bahu manusia. Tuhan Yesus ternyata amat menderita. Apa yang membuat Tuhan Yesus menderita? Bayangan dahsyatnya Salib dan penyalibankah? Bisa jadi begitu tetapi Yesus tak sedang mengupayakan penghindaran dari penghukuman. Yesus yang sehakekat dengan Allah itu tahu persis bahwa Salib tetap ditancapkan dan Dia akan tergantung di situ. Yesus juga paham bahwa tak boleh ada sesiapaun yang lain yang dapat menggantikan Dia sebagai yang tergantung di Salib. Yesus tahu bahwa "cawan harus diminum" tetapi "bolehkah cawan itu ditukar"? Saya membayangkan Yesus bergumul dalam pikiran-NYA dan berbisik ..."Bapa, masih bolehkan ada solusi lain dari penghukuman yang akan aku tanggung"..... Terhadap kemungkinan ini, saya sedikit lega tetapi belum seluruhnya karena masih terasa "bau" upaya meluputkan diri dari "cawan". Yesus mengelez? Saya pikir tidak kendati Yesus sebenarnya bisa saja mengambil jalan lain bukan? Saya teringat pengalaman saya beberapa waktu yang lalu sebagai salah satu pengurus dalam organisasi x. Salah satu petinggi di organisasi ini jelas-jelas bersalah menyalahgunakan kuasa dan melakukan korupsi. Mula-mula musyawarah pengurus memutuskan untuk memecat yang bersangkutan tetapi lalu dengan alasan "kasih" maka keputusan itu diubah hanya menjadi penundaan kenaikan gaji berkala. Hukuman tetap djatuhkan tetapi bentuknya dirubah dan bahkan lebih ringan. Bisa jadi model inilah yang "dinegosiasikan" oleh Yesus kepada sang Bapa. Boleh-boleh saja tafsir seperti itu tetapi - sekali lagi menurut hemat saya - itu juga bukan tipe Yesus.

Sampailah saya pada alternatif perspektif yang berikutnya yang saya yakini jauh lebih mendekati kebenaran Firman Tuhan tentang jati diri Yesus. Begini: Tuhan Yesus sadar bahwa Salib dan Penyaliban pasti terjadi karena keadilan Allah. Hukuman sudah dijatuhkan dan itu harus terjadi. Compromise no more. Tidak ada pilihan lain. Betuk penghukumannya juga sudah pasti seperti nubuat para Nabi. Ya, penyaliban yang adalah hukum yang amat mengerikan dan menghina itu tak boleh berubah. Tak bisa diubah. Harus seperti itu. Tuhan Yesus juga tahu bahwa manusia si pecundang tak akan mampu menanggung Salib yang nista itu kecuali DIA. Lalu apa yang membuat Yesus amat menderita? Menurut saya, Yesus amat menderita justru karena keterlibatan manusia dalam proses penghukuman itu. Tangan Bangsa Israel sebagai ruang budaya kehidupan Yesus sekali lagi akan berlumuran darah dan kali ini adalah darah Mesias mereka sendiri. Mesias yang dinanti-nantikan begitu lama. Tangan umat pilihan ini kembali harus berlumuran darah bahkan kali ini darah anggota komunitasnya sendiri. Ingat bahwa Yesus terlahir dan sampai mati adalah seorang Yahudi. Dalam hukum Yahudi, amat terlarang "jeruk makan Jeruk" atau "Jahudi makan Jahudi".

Yesus yang mau memahami perilaku dan kedosaan manusia dengan segala konsekuensinya itu rupanya memasuki taman Getsemani dengan beban itu. Dia akan mati di Salib tetapi bagaimana dengan nasib manusia si pecundang yang membunuh-Nya itu? Jika kematian-NYA adalah bentuk ultimat terhadap penebusan dosa bagaimana dengan tanggung darah oleh kaum pembunuh-NYA? Yesus tahu betul bahwa jawaban terhadap dosa akan segera dimiliki oleh manusia melalui Kematian dan Kebangkitan-NYA tetapi bukankah manusia bebas memilih ataukah selamat ataukah maut. Apakah si degil manusia mau belajar dari kesalahan mereka tentang penyaliban. Apakah jauh setelah penyaliban, manusia tak lagi gemar menebar kebencian? Yesus tahu betul bahwa Dia sudah menyiapkan jembatan emas Keselamatan menuju Allah, yaitu diri-NYA sendiri tetapi apakah pendewaan terhadap diri sendiri, kekuasaan, keterkenalan dan kekayaan tidak lagi menjadi pilihan hidup manusia? Saya membayangkan dalam pergumulan batinnya yang dahsyat mungkin Tuhan Yesus berkata dalam hati-NYA

..."mengapa ya Bapa, aku digariskan harus mati oleh tangan manusia yang aku cintai itu? Tak adakah jalan lainkah? Aku adalah harapan bangsa degil ini .... Akulah harapan sebenarnya bangsa sesat ini.....jika aku harus mati, siapakah harapan mereka? Ya Bapa, mengapa aku harus mati di tangan mereka? Karena keadilan MU, adakah mereka diloloskan dari hutang darah atas kematian KU? ... Ya Bapa, mengapa, hanya karena berbeda visi dan klaim kebenaran sepihak, Penyaliban ini harus terjadi....Ya Bapa, mengapa siklus pertumpahan darah atas nama perbedaan visi dan klaim kebenaran masih harus terjadi lama setelah Penyaliban ini?
Tentang ini saya mengajak anda semua untuk mengingat kisah Kain yang harus menerima hukuman atas pembunuhan yang dilakukan terhadap adiknya Habel. Anda juga tak boleh menutup mata terhadap fakta sejarah bahwa 40-50 tahun setelah penyaliban Yesus, Bangsa Israel dihancur leburkan oleh Romawi dan diserakan ke seluruh penjuru dunia. Kisah kelam bangsa Israel masih akan terus berlangsung amat lama sampai masa tangan berdarah si Monster Hitler yang membunuh 6 juta orang Yahudi. Apakah ini bukan bentuk hukuman tanggung darah terhadap kejahatan mereka membunuh Mesisnya sendiri? Anda juga jangan melupakan konsteks sosial, politik dan historis bahwa dalam peristiwa Penyaliban Yesus terpaut banyak aspek yang menunjukkan intrik politik, intrik kekuaasaan, intrik keagamaan dan bahkan intrik pengkhianatan. Ya, Yesus adalah korban tak berdosa dari intrik-intrik yang terjadi. Fakta menunjukkan bahwa korban tak berdosa dan sia-sia dalam berbagai sengketa di dunia begitu amat luar biasa banyaknya. Ratusan juta nyawa meregang percuma selama perang Salib, perang antara kaum Protestan dan Katolik, di Eropa, WW I, WW II, Perang Vietnam, Perang Teluk, kerusuhan Mei 1998 di Indonesia, peristiwa 9-11 di New York dan ribuan peritiwa berdarah lainnya. Yesus mengetahui itu. Yesus mengenal betul kedegilan hati manusia kesayangannya itu. Pasti. Salib memang diperlukan tapi Yesus ragu akan kemauan manusia untuk belajar dari Salib. Dan karenanya Dia menderita. Dia menangis.

Dalam perspektif yang saya tawarkan ini pusat perhatian saya bukanlah upaya Yesus untuk bernegosiasi dengan Sang Bapa tentang keluputan-NYA dari Penyaliban melainkan CINTA KASIHNYA YANG AMAT MURNI DAN TAK TERBATAS BAGI MANUSIA. Sisi inilah yang mengejutkan dari Yesus seperti yang dikatakan oleh Tim Stafford (2010) dalam bukunya "Surprised by Jesus" bahwa pribadi Yesus adalah pribadi yang sugguh sangat mengejutkan bagi banyak orang yang mengaku mengenal Dia. Salah satu ciri khas Tuhan Yesus adalah beliau selalu berpikir dalam suatu kesatuan persekutuan. Itulah penjelasannya mengapa Yesus yang sama sekali tidak memiliki dosa tetapi malah menyerahkan diri-NYA untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Dia melakukan itu karena Dia solider dengan manusia yang berdosa dan membutuhkan pembaptisan. Itu pula penjelasannya mengapa Tuhan Yesus amat sering bergaul dengan mereka yang terpinggirkan, yaitu si pezinah, si pemungut cukai dan yang lainnya. Setiap tindak-tanduk Yesus selalu memberi petunjuk bahwa...."hei, aku mencintai kalian dan karena itu aku mau masuk dalam penderitaanmu, dalam kesusahanmu, dan bahkan .... dalam dosamu. Bayangkan, di tengah ancaman Salib yang akan dikenakan kepada-NYA, Yesus malah memikirkan manusia. Jelas sudah, siapa yang digumulinya dengan penuh penderitaan di Getsemani. Siapa yang di tangisi-NYA di Getsemani. Bukan diri-NYA sendiri melainkan Manusia. Luar biasa.

Berkali-kali saya membaca Lukas 22: 42-44 dan saya selalu cemas akan "ketakutan" Yesus. Tetapi syukurlah, kali ini saya memahaminya dari perspektif yang berbeda. Yesus boleh saja menderita, cemas, gelisah atau takut sekalipun tetapi saya tahu kini bahwa obyek ketakutan-NYA bukanlah diri-NYA sendiri. Yesus pertama-tama tidak sedang berpikir kepentingan diri-NYA sendiri. Manusialah yang ada dibenak-NYA sepanjang hidup dan karya_nya bahkan ketika DIA berada begitu dekat dengan dengus napas seringai jahat sang maut. Itulah demonstrasi Cinta Kasih Yesus yang tak tertandingi. Di zaman ketika semangat mementingkan diri sendiri begitu merebak bukankah teladan YESUS terasa amat luar biasa? Ketika di Libya semua berperang melawan semua, ketika para pelaku teror bom di Indonesia hanya memikirkan isi kepalanya sendiri, dan ketika para petinggi DPR sibuk mencari-cari alasan pembenaran dalam pemborosan pembangunan gedung DPR yang baru, dan ketika para penggemar George Toisuta dan Arifin Panigoro sibuk memikirkan kepentingan diri mereka sendiri di PSSI maka teladan Yesus adalah oase penyejuk di tengah padang pasir kepentingan diri itu.

Sahabat Kristiani, jika perspektif ini bisa diterima maka jelaslah sudah Tuhan Yesus bukanlah pecundang nan penakut melainkan adalah sumber mata air cinta kasih yang teramat luas dan dalam. Inilah Yesus Tuhanku. Penebusku yang hidup. Kepada-NYA layak saya mempertaruhkan hidup dan peruntungan hidup. Ketika saya tak memperdulikan Dia malah sebaliknya, Dia berpikir tentang saya. Dia menangis untuk saya. Dia gelisah karena saya. Dia takut karena memikirkan saya. Yesus memang Tuhan tapi Dia juga sungguh sahabat saya. Kepada saya dan anda YESUS telah menawarkan Syalom Allah itu. Maukah anda dan saya? Anda mau Yesus yang penakut atau Yesus yang bersahabat. Saya sudah membuat pilihan. Terserah anda. SELAMAT PASKAH


Shalom Tuan Shalom Puan