Kamis, 24 Desember 2009

natal, hanacaraka dan masmenyanmur

Dear Sahabat Kristiani,

Malam ini adalah malam tanggal 24 Desember 2009. Malam ini sungguh spesial bagi anda dan saya. Ya, bagi umat Kristiani, malam seperti ini memang tidak ada duanya. Ada banyak hari raya Gerejawi tetapi malam tanggal 24 Desember tetaplah sesuatu yang berbeda. Bahkan nuansa hari raya natal yang tanggal 25 itupun seakan kalah perbawa ketimbang tanggal 24. Di mana letak ke-khas-an tanggal 24 Desember itu? Saya pikir adalah ini, jika pada tanggal 25 yang mengemuka adalah suasana pesta maka pada tanggal 24 adalah kontemplasi dan perenungan. Di benak umat Kristiani melintas pikiran bahwa "seandai malam ini, YESUS tidak lahir maka besok tidak ada pesta". Maka malam kelahiran menjadi sang prima. Selanjutnya adalah urusan kedua, ketiga dan seterusnya. Ya, yang pertama sungguh berkesan kendati mungkin bukan yang terbaik dan terbesar. Bukankah kita mengenal ungkapan bahwa cinta pertama serasa di surga, cinta berikutnya cuma di emperannya doang. Atau yang ini "kesan pertama menentukan, selanjutnya terserah anda". Nah, sahabat seiman, saya kira itu dan tentang perenungan itupula saya ingin mengajukan jalan pikiran saya berikut ini.

Natal atau Nativity of JESUS adalah titik awal. Konon, YESUS lahir di sebuah kandang ternak tagal ruang yang lebih layak tak lagi tersedia. Fakta ini ironis karena bagi umat Kristiani, YESUS adalah raja sejak di dala kandungan ibunya. DIA adalah Imanuel. Allah yang berada bersama-sama manusia. Lha sudah tentu aneh, raja kok ya lahir dikandang? Tetapi itulah yang terjadi di malam natal. Suka atau tidak.

Hanacaraka adalah salah satu filsafat orang Jawa yang luar biasa indahnya. Konon Ajisaka, si pencipta huruf Jawa, memiliki 2 orang prajurit utusan yang setia dan gagah berani, yaitu Dora dan Sembada. Keduanya rela mati demi tegaknya prinsip hidup. Tak ada kompromi selain komitmen terhadap tugas. Setia sampai mati. Untuk mengenang Dora dan Sembada yang mati justru karena setia kepada perintahnya maka Ajisaka menciptakan huruf Jawa "hanacara". Selengkapnya begini:

hana caraka = ada utusan yang setia
da ta sawala = yang menolak sawala atau berunding
pada jayanya = kedua-duanya sama jayanya
maga batanga = telah gugur demi kebenaran

Perhatikan sekali lagi arti kata-kata itu dan saya kira kata kuncinya adalah kesetiaan menjalankan tugas kendati nyawa menjadi taruhannya. Setia dan oleh karena itu nyawa menjadi taruhan? Pada titik ini, ketika membaca kisah hanacaraka, saya teringat akan pribadi sang Bayi Natal di kelak 30-an tahun kemudian setelah nativity. Demi sebuah tugas, YESUS tak gentar ketika palang kayu menantinya untuk mati "di sana". Di kayu Salib. Lalu, sebagai orang setengah Jawa, saya ingin mengenang YESUS secara paralel dengan filsafat leluhur saya itu. Untuk itu, dengan diinspirasi oleh adik Imanuel Riwu Kaho, saya ingin mengembangkan makna hanacara ka ke arah pribadi dan pekerjaan YESUS (cara yang mirip pernah dilakukan oleh pastor Johannes Pujasumarta, Pr yang menulis tentang tafsir Kristiani hanacaraka). Hasil aransemen saya lalu menjadi begini,

hana caraka = Sang Hyang HANA (sang Maha ADA) mengirim UTUSAN

data sawala = yang terpanggil atau yang dipanggil atau yang disebut UTUSAN tersebut adalah seorang duta yang TAAT (yang tidak mengelak = sewala) pada perintah sang Hyang HANA. Utusan itu adalah YESUS

Pada Jayanya = namum demikian baik yang mengutus maupun yang diutus adalah SEHAKEKAT atau SANG MAHA ADA DAN YESUS KRISTUS ADALAH SATU

Maga bathanga = sang UTUSAN berkarya dan setia SAMPAI MATI DI ATAS BATANG/PALANG/SALIB;

Dalam kerangka pikir hanacaraka, saya menemukan pribadi YESUS yang ternyata adalah utusan ALLAH YANG SETIA. Tidak sekedar utusan melainkan DIA dan ALLAH sehakekat adanya. Kata Alkitab:

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14)"

Judul posting natal kali ini adalah natal, hanacaraka dan masmenyanmur. Natal dan hanacara sudah dibahas. Di mana masmenyanmurur-nya? Begini: kata itu adalah penggabungan begitu yang saya lakukan saja demi efiiensi ruang dari 3 buah kata, yaitu emas, kemenyan dan mur. Tiga barang ini adalah persembahan yang diberikan diberikan oleh 3 para majus dari Persia yang mencari YESUS yang diramalkan sebagai sang Raja (ramalan yang kemudian sangat tepat). Coba anda membayangkan, bagaimana perasaan anda jika diberi hadiah emas? pasti senang karena emas adalah logam mulia berharga mahal. Teapi bagamana dengan kemenyan? Pelu lu bau menyan, mau???? he he he...Terlebih lagi dengan mur, yaitu bahan pembalse mayat...wuuiiihhh sereeeeemmm boookkkk. Tetapi ternyata persembahan 3 majusi itu bukan sembarangan karena sesungguhnya memberikan petunjuk tentang jati diri dan nasib sang bayi YESUS.

Emas adalah jenis logam mulia yang sejak dahulu kala bernilai tinggi. Emas adalah lambang kejayaan dan kekuasaan. Ya, YESUS memang benar seorang raja - raja di raja - dan mahakaya. Kemenyan dibuat dengan memotong sebatang pohon Arbor thurisfrom yang ada di Persia, Arab, dan India. Kemenyan ini seperti getah yang dikumpulkan dan kemudian dikeringkan selama tiga bulan sehingga menjadi seperti damar yang keras atau permen karet. Kemenyan digunakan sebagai wangi-wangian, tetapi kebanyakan ditimbun sebagai bau-bauan yang harum selama penyembahan. Dalam Keluaran, Harun akan membakar kemenyan di altar sebagai persembahan yang harum bagi Tuhan. Oh ternyata kemenyan adalah sarana yang diperlukan dalam menciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya manunggaling kawula dan gusti. Ya, YESUS adalah penghubung manusia dan Allah. Terakhir adalah mur. Murjuga merupakan getah dari pohon yang dikeraskan dan kemudian digunakan. Namun, tidak sama dengan kemenyan yang wangi, mur rasanya pahit. Mur sering kali digunakan untuk membalsam orang mati. Syeet dachhhh. Mur adalah lambang kematian yang akan dialami YESUS supaya hubungan antara ALLAH dan manusia dapat bersifat abadi. YESUS memang akhirnya mati, tetapi bangkit kembali, dan mendamaikan ALLAH dengan manuisia. Yang oleh karenanya kita layak datang ke hadirat Tuhan.

Jadi, bagaimana merangkum ketiga frasa yang ada di dalam judul posting ini? Natal adalah kelahiran YESUS yang raja sekaligus yang mskin dan papa. DIA adalah utusan tetapi sehakekat dengan SANG PENGUTUS. Pekerjaan YESUS adalah mendamaikan manusia degan ALLAH dengan jalan mati memikul dosa manusia. Hanya dengan itu manusia, anda dan saya, mempunyai harapan baru dalam hidup. Dalam dunia yang terus berubah, setiap perubahan tanpa kepastian akan membawa anda dan saya menuju keputusasaan dan kematian. Teralienasi dari dunia dan lebih cilaka, teralienasi dari ALLAH. YESUS adalah jawaban untuk masalah gawat itu. Dan dia sudah tunai melaksanakan sema kewajibannya. Bagaimana dengan anda dan saya wahai sahabat Kristiani? Menjawab ia, adalah gampang tetapi melaksanakannya adalah hal berikutnya. Jon Anderson menyanyikan itu dengan baik bagi kita. Dengarlah sahabat,

Ngomong sih enak, lakukan? walah, atuuuutttt.....tetapi jangan takut sahabat, karena sesungguhnya JESUS selalu akan menolong. Jon Anderson juga menyanyikan dengan amat baik bagi kita. Simaklah sahabatku,


Ya, YESUS bagai lilin yang akan memberi cahaya bagi kita kendati DIA sendiri menderita. Cahaya itu adalah kekuatan kita. Jika kita tak ragu lagi menjalankan tugas itu maka marilah bersama-sama Jon Anderson serta Kenny Rogers & Dolly Parton menyanyikan lagu dahsyat berikut ini,

Minggu, 06 Desember 2009

the fearless robert "SGT" riwu kaho (dia berani bilang bahwa orang sabu dan orang jawa bersaudara)

Dear Sahabat Blogger,

Saya sebenarnya sedang mempersiapkan 1 bahan posting untuk mengenang almarhum ayahanda saya, robert "SGT" riwu kaho. Bahannya adalah tentang konsep "tri bajik eka cita". Konsep lama yang diltulis sendiri oleh "SGT: sebagai buku saku bagi tiap warga pendidikan di NTT. Ketika itu, SGT masih berdinas aktif sebagai "kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan NTT" dan sedang getol-getolnya berjuang bagi peningkatan mutu pendidikan di NTT. Guna melecut semangat aparat pendidikan di NTT yang dipimpinya, SGT menulis konsep tersebut. Pada saat saya membaca kembali buku kecil itu, dahulu saya tidak terlalu memperhatikannya, barulah saya sadar bahwa yang ditulis oleh SGT tidak sekedar sebuah buku saku melainkan sebuah pemikiran yang berisikan prinsip filsafat manusia. Konsep TBEC ditulis bertumpu pada visi dan misi SGT mengenai kehidupan, pengalaman hidup dia, dan harapan-harapannya akan masa depan. Saya kira, itu adalah master piece dari SGT melebihi karya-karya tulis lainnya. Akan tetapi, sayang sekali, saya belum dapat menurunkan tulisan itu sekarang. Naskahnya masih "mentah" dan memerlukan beberapa pendalaman dan tautan referensi. Mudah-mudahan "tri bajik eka cita" sudah bisa saya tulis pada posting berikut.

Kendati begitu, saya ingin tetap mengenang SGT melalui karya-karyanya. Salah satu karyanya yang di tulis beberapa tahun sebelum SGT menempuh perjalanan abadi adalah tentang asal-usul Gadjah Mada di dalam bukunya yang berjudul: "orang Sabu dan budayanya". Dalam buku tersebut SGT menulis sebuah dugaan yang, menurut hemat saya, cukup kontroversial. Tentang hal ini saya sebenarnya pernah menulisnya di blog ini pada blulan Agustus 2008 yang lalu, yaitu dugaan bahwa Gadjah Mada berasal dari Pulau Sabu. Posting ketika itu mendapat tanggapan yang amat beragam. Pro dan kontra dan masih terus berlanjut hingga kini. Beberapa timbal balik pendapat yang dapat saya kumpulkan melalui surfing di dunia maya, di antaranya adalah sebagai berikut (sekalian saya minta ijin kepada para penulis di Face Book dan beberapa situ lainnya yang pendapatnya saya kutip di sini:

Ma Kuru Paidjo (Maret 2009): Beta sering dengar beberapa teman di sini bilang Patih Gadjah Mada berasal dari Sabu. Beta sonde mengerti itu barang dong. Mungkin ada yang bisa jelaskan sediki ko argumen pro dan kontra tentang Patih Gadjah Mada berasal Sabu? Singkat sa. Kemarin beta sempat ke Dompu (di pulau Sumbawa - NTB) dan di sana mereka juga menganggap bahwa Patih Gadjah Mada berasal dari Dompu (di pulau Sumbawa - NTB).

Angela (Maret 2009): woooe ma kuru, beta dengar UGM sudah nulis buku khusus bahas asal-usul sang patih. Dari sumber yg dekat dengan ugm, katanya sang patih memang berasal dari timur tetapi bukang bali, ntb, sabu dan lain nya (indonesia bagian timur). sang patih berasal dari bagian timur pulau jawa. Menarik kalu ada org sabu disini yg bisa cek buku tsb dan mengulasnya disini.

Victor (Maret 2009) : Kalo menyimak syair2 kuno yg dilantunkan pd saat upacara2 adat di Namata, ada terucap nama Gaja Med'o yg disebutkan sbg perantau asal Sabu yg menjadi Tuan Besar di tanah Jawa dan menjadi Panglima Bala tentara nusantara. Disamping itu, ada hal lain yaitu keputusan Majapahit utk menjadikan Sabu-Raijua sbg pangkalan utama angkatan laut Majapahit utk mengontrol pintu gerbang selatan nusantara. Disamping pertimbangan strategis, tentu ada unsur psikologis yg mjd pendorong bg si Decision Maker. Krn harusnya ada kep Rote yg lbh di selatan lagi. Hal2 diatas itu membuat Bapa Robert (alm) memberanikan diri menuliskan dugaan kuat bhw Gajah Mada berasal dr Sabu dalam bukunya "Orang Sabu dan Budayanya".

Ferdinand (Oktober, 2009): Helama Ma Kuru, saya menilai ini satu tema yang cukup menarik untuk didiskusikan bersama. Jumat, 2 Oktober kemarin, baru saja kita diajak pake batik, dalam rangka pengakuan dunia bahwa batik adalah warisan budaya dari Indonesia. Kaiatannya dengan tema,(1) coba kita perhatikan busana do Hawu : ikat kepala (destar) harus batik, sedangkan selendangnya tetap tenun ikat sabu. (2) Dalam sejarah Indonesia, Patih Gajah Mada dengan sumpah Palapa nya ingin mempersatukan Nusantara.(3) Saya sependapat dgn Ama VRK bahwa do Hawu itu tipe orang pengembara/perantau. Kesimpulannya : bisa jadi Patih Gajah Mada adalah do Hawu.

Ki Aji Laksono (Juli 2009) : Sebenernya byk versi ini salah satu versi yang saya baca: Bahwa ia berasal dari daerah Modo (Lamongan), karena di daerah ini banyak ditemukan prasasti-prasasti yang diduga kuat peninggalan Majapahit, termasuk adanya beberapa makam kuno prajurit dan makam kuno yang diduga masyarakat setempat sebagai makam ibunda Gajah Mada, yaitu Nyai Andong Sari. Selain itu daerah ini teratur rapi, sehingga seperti suatu bekas tanah perdikan.

Ary Anglerboy (September 2009) : Ada jg yg yg bilang beliau berasal dari Mongolia. tp susah utk dibuktikan.. namanya jg sejarah masa lampau..

Dodi Sutanto (Oktober 2009) : bapak nya seorang demang dan ibu nya keturunan khayangan

Aji Iskandar Zulkarnain (November 2009) : Beliau bukan bangsa Nusantara , beliau adalah bangsa Mongol !!

Begitulah sahabat, ternyata apa yang ditulis oleh SGT masih ramai diperdebatkan "di luar sana". Lalu, apa kesimpulan saya? Saya blm berani menyimpulkan apa-apa. Entahlah mister Gadjah Mada adalah orang Sabu atau yang lainnya. Saya membayangkan bahwa seandainya SGT masih hidup, mungkin dia akan rajin membuka internet dan menjawab atau berdebat sesuatu tentang pendapatnya.

Sebenarnya, dalam buku itu SGT juga menulis sesuatu yang juga tak kalah kontroversialnya, yaitu orang jawa dan orang sabu masih satu keluarga. Berkakak-adik, bahkan. Orang Sabu adalah keturunan sang kakak, yaitu Sabu Miha, sedangkan orang jawa adalah keturunan sang adik, yaitu Jawa Miha. Lengkapnya, robert "SGT" riwu kaho menuliskan begini:

Dari informasi turun-temurun disebutkan pada zaman generasi ke-7 ada seorang leluhur orang Sabu bernama Miha Ngara. Beliau mempunyai 5 orang anak yaitu Hawu Miha (cikal-bakal orang Sabu), Huba Miha (orang Sumba), Tie Miha (orang Tie Rote), Ede Miha (orang Ende), dan Jawa Miha (orang Jawa). Orang Sabu mengetahui kira-kira pada abad pertama Masehi, `Jawa Miha meninggalkan Sabu untuk menetap di Jawa. Di kemudian hari kontak antar keturunan dan keluarga tidak lagi terpelihara. Pengetahuan tentang adanya relasi ini diperoleh melalui syair-syair dan cerita para tetua dan pemangku adat di Sabu. Migrasi' dari Asia Tenggara diakui telah berlangsung sekitar 500 tahun SM, dan kira-kira 200 tahun SM terjadi lagi migrasi dari India Selatan. Migrasi ini juga sampai ke Sabu. Pada gelombang ketiga disebutkan, ketika kaum pendatang yang jumlahny lebih sedikit (di Pulau Jawa) mulai diperangi oleh penduduk asli, sehingga posisinya terdesak.

Untuk itu mereka meminta bantuan kepada kerabatnya yang telah menetap di timur' untuk membantu mereka. Kala itu yang berkuasa di Sabu adalah Miha Ngara, dan mengutus kedua anaknya Hawu Miha dan Jawa Miha untuk membantu kerabatnya kaum pendatang di Jawa. Keduanya mendarat di pantai selatan Jawa Barat di suatu tempat berbukit karang, lalu diberi nama `Karang Hawu', letaknya kira-kira 1 km dari sebelah barat pantai Pelabuhan Ratu. Setelah peperangan berhasil dimenangkan, kedua kakak-beradik itu berpamitan untuk kembali ke Sabu. Kerabat di Jawa meminta agar salah seorang dari mereka untuk tinggal menetap di Jawa. Permintaan itu ditampung namun harus dilaporkan dan diputuskan oleh ayahnya di Sabu. Akhirnya diputuskan bila Jawa Miha yang berangkat ke Jawa sedangkan Hawu Miha tetap tinggal di Sabu. Ketika keberangkatan, didirikan sebuah batu peringatan yang diberi nama `Wowadu `Jawa Miha' di Namata. Pada waktu `Jawa Miha berangkat ke Jawa ia diberi bibit beberapa jenis tanaman untuk ditanam di sana yaitu cengkeh, wilahege, jahe, pala, pohon pandan; dengan pesan bahwa sejak saat itu jenis tanaman tersebut tidak boleh ditanam oleh Hawu Miha dan keturunannya di Sabu.

Seberapa jauh keakuratan dugaan robert "SGT" riwu kaho? Saya tak bisa memprediksikannya karena saya sama sekali tidak menguasai metode dan data-datanya. Apakah SGT punya kedua-duanya? Saya juga tidak yakin begitu. Mengapa? Karena setahu saya, SGT adalah pelajar ekonomi waktu kuliah di UGM, Jogja, dahulu lantas bekerja sebagai guru sebelum menjadi pejabat di bidang pendidikan. Lalu, setahu saya, referensi SGT adalah ceritera-ceritera turun temurun yang berkembang di kalangan "mone ama" di Sabu dimana SGT bagian dari keluarga besar kaum "Mone Ama" itu. Metode ilmu pengetahuan membutuhkan langkah-langkah verifikasi guna validasi data-data seperti itu. Sayangnya, SGT sudah berada di negeri abadi dan tidak bisa lagi menyelidiki dan beradu argumen guna melakukan verifikasi data yang dimilikinya. Jadi, apakah SGT "asbun"? Teralu gegabah untuk menyebutkan begitu. Mengapa? Di kepala dan perilaku ilmuwan biasanya tersimpan beberapa hal sebagai modal dasar sebagai sebagai ilmuwan tangguh. Dua di antaranya adalah kemampuan melakukan inovasi dan berani mengajukan hipotesis. Robert "SGT" sudah melakukannya berdasarkan data-data yang dimilikinya. Seberapapun mutu data yang dimilikinya. Lalu, pada butir itulah catatan saya tentang SGT yang patut saya, anak dan cucu-nya meneladani SGT, yaitu keberanian menempuh hidup.

SGT adalah anak seorang petani dan tukang yang miskin tetapi dia berani menempuh perjalanan ribuan kilometer mencapai Jogjakarta untuk mengejar ilmu. Di Jogja, hdiupnya juga terbatas. Makan minumnya berhemat betul. Tetapi dia tetap berani dan tidak cengeng. Di Jawa juga dia berani memutuskan menikahi seorang wanita dari golongan yang "tidak miskin" dan "berdarah hampir biru". Dia berani dan tidak rendah diri. Lalu, dia berani untuk berada di urutan terdepan ketika harus "berkelahi" dengan orang-orang yang berasal dari golongan penganut komunisme. Sekali dua, dia terpaksa berperkara sampai di pengadilan berhadapan dengan orang-orang itu. Bersama beberapa orang teman, dia menjelajahi daratan Timor yang keras guna mencegah masyarakat Gereja di Timor untuk tidak terbuai oleh bujuk rayu kaum komunis. Bahan dia terancam dibunuh tagal perkara itu. Tetapi dia tetap berani berbekal prinsip "setia sampai akhir". Setia kepada siapa? Dia setia pada TUHAN-nya. Untuk apa semua itu dia lakukan" Untuk Tuhan dan sesamanya (masa ketika dia harus "bertarung" berhadapan dengan orang-orang komunis adalah masa di mana beliau "menghilang" dari pandangan isteri dan anak-anaknya berbulan lamanya). Dia berani karena ada kebenaran yang harus dibela. Dia berani karena sebuah prinsip. Dia berani sambil mengorbankan dirinnya sendiri. Dia berani dan rela berkorban ketika ingin menolong seseorang yang diyakininya perlu ditolong. Keberanian SGT mirip dengan keberanian seorang Samaria yang menolong sesamanya yang tidak dikenalnya (the good samaritan). Jikalau menghadapi berbagai tantangan keras seperti yang saya kemukakan di atas SGT berani, saya membayangkan, apapula hanya untuk suatu hipotesis tentang pertalian orang Sabu dan Jawa?

Sahabat terkasih, saya tidak sedang mengkultuskan ayanda saya almarhum. SGT adalah manusia biasa yang ada juga kurang-kurangnya yang tak perlu docontohi. Tetapi sungguh saya bersaksi bahwa soal "keberanian" itulah yang sementara ini masih membedakan SGT dan saya. Jikalau berani hanyalah soal naik darah dan "gemar berkelahi", saya pikir tidaklah mesti saya terlalu jauh terpisah dari ayahanda "SGT". Tetapi jika keberanian sudah menyangkut kesetianya pada TUHAN dan kesediannya untuk mengorbankan dirinya sendiri maka jarak antara SGT dan saya sejauh Sabu dan Jawa. Jarak inilah yang akan saya usahakan untuk dipangkas. Seinci demi seinci. Selangkah demi selangkah. Lalu, jarak keberanian antara kami berdua makin lama makin dekat. Apakah anda punya pengalaman yang sama soal keberanian?


Tabe Tuan Tabe Puan