Rabu, 08 Maret 2017

pornografi kemiskinan

sebuah tulisan lama, tahun 2005, yang membuat saya merenung pagi ini. Seberapa kayakah saya? Hal ini karena saya aharus menjawab seorang teman yang mengira saya hidup berkelimpahan dan memiliki sumberdaya tak tanpa batas. Di balik semua yang terlihat ternyata anugerah Tuhan perlahan mencukupi saya. Amin

Dalam tulisan tua ini, beberapa nama telah "usai". Bapak Piet A.Tallo telah kembali ke pangkuan Penciptanya dan bapak SBY telah lengser keprabon. Kembali menjadi warga biasa dengan segala pernak-perniknya. Entah anada menikmati tulisan ini atau tidak tetapi saya menikmatinya.



Pornografi Kemiskinan? So What Gitu Loh
   
Di bawah judul berita: Marak Penjiplakan Penelitian di NTT (Timex, 26 Juli 2005) terbaca uneg-uneg Bapak Gubernur NTT tercinta tentang gejala dalam dunia penelitian di NTT. Banyak hal yang dapat dikemonetari dari pernyataan Mo Mone Ru Ketu Pudi (sabu = baitua berambut putih) tetapi hal yang paling menarik perhatian penulis adalah pernyataan tentang PORNOGRAFI KEMISKINAN. Dalam konteks acara ketika sambutan tersebut disampaikan, dapatlah diperkirakan bahwa beliau sedang gusar. Perhatikan pilihan kata pornografi. Suatu pilihan kata yang bernuansa sangat muram. Entah mengapa beliau marah. Mungkin karena beliau merasa ada semacam dramatisasi data tentang kemiskinan di NTT. Entah pihak mana yang tega-teganya merndramatisasi kemiskinan NTT tersebut. Karena tanpa klarifikasi lebih lanjut, maka biarlah penulis menduga bahwa dramatisasi data kondisi kemiskinan di NTT terhadap data-data kemiskinan di NTT yang dihasilkan oleh peneliti-peneliti. Data tersebut kemudian dikutip oleh pengguna menurut selera masing-masing. Dugaan ini sudah barang tentu karena momentum pernyataan beliau adalah pada saat kegiatan yang berkaiatan dengan penelitian.  Sebagai dugaan maka peluang benar 50% dan peluang salah 50% juga. Biarkan saja. Peluang benar akan mendekati 100% jika pernyataan di atas bersifat lengkap dan tidak menyisakan ruang bagi penafsiran-penafsiran yang bisa berkembang meliar. Apapun, Pak Gubernur kurang senang. Mungkin, banyak penelitian yang kelewatan mengekspos kemiskinan masyarakat di NTT sedemikian rupa sehingga  kata NTT identik dengan kemiskinan. Rakyatnya miskin. Gubernurnya miskin. Bupatinya miskin. Walikotanya miskin. Kepala Dinas Pendidikan Nasional miskin. Murid lama dan baru miskin. Orang tua murid miskin. Pemilik Mall Flobamora miskin. Boss LSM PIAR miskin. Wartawan Timor Express miskin. Rektor Undana miskin. Anggota senat Undana miskin. Dr. Yusuf L. Henukh miskin. Rektor Universitas PGRI, Universitas Kristen Artha Wacana miskin. Eh iya, supaya adil, penulis artikel ini juga miskin. Pokoknya miskiiiinnnn. Lalu, NTT adalah akronim dari Nusa Tenggara Termiskin. Kaciaaaannn deeeh luuuu. Sampai di point ini, mungkin ada sidang pembaca yang ingin mengajukan protes, terminologi apa-apaan nih. Jadi orang kok ya suka aneh-aneh. Jawab saya: sonde boleh aneh-aneh ko?. Pak Gub sa boleh aneh kok. Mau bukti? Silakan periksa di kamus-kamus, sampe bongkok enggak bakalan ketemu dengan istilah pornografi kemiskinan. Pornografi ada artinya. Kemiskinan ada artinya. Pornografi kemiskinan?. Lantas, pertanyaannya adalah: so what gitu loh?  Atau kalau meminjam ungkapan syair lagu group band anak muda Peter Pan yang kondang amat akhir-akhir ini: ada apa dengan mu. So what gitu loh adalah ungkapan aneh anak muda ibukota Jakarta, yang biasanya kemudian menyebar keseluruh penjuru Indonesia, yang kira-kira maksudnya adalah: kalau begitu mau apa lu. Sedangkan judul lagu Peter Pan kurang lebih sama maknanya dengan: akurang ini orang satu ni.  Dalam konteks pernyataan Gubernur NTT, ke dua idiomatik anak muda ini diletakan sebagai berikut.  Kalau penelitian membuktikan bahwa NTT miskin maka so what gitu loh. Apa sih masalahnya? Lantas, jikalau Gubernur NTT marah karena ada hasil penelitian yang demikian, dan itu dinyataan sebagai pornografi kemiskinan maka ada apa dengan mu Pak Gub? Ada apa dengan mu wahai peneliti. Dan akhirnya, ada apa dengan mu wahai kemiskinan.
---***---