Sabtu, 25 Oktober 2008

Tuhan itu Baik. It's Okey. Tuhan bercanda? Ah, Jangan bercanda dong (masa' bercanda-lah?)

Dear sahabat Blogger,


Posting kali ini bersifat MMD, main-main dikiiiiiitttttt...ajah....ha ha ha ha. Why? Sederhana saja: saya lagi enggak mood menuliskan sesuatu yang serius. Terlampau banyak pekerjaan serius yang harus saya tangani dalam minggu-minggu belakangan ini. Ibunda yang sakit dan memerlukan perhatian agak lebih ternyata ikut "menerbangkan" bahan-bahan serius yang akan saya posting. Ya, sudahlah. Karena ada kebutuhan untuk "tidak mengabaikan" sahabat-sahabat blogger maka saya memutuskan untuk menulis sesuatu yang agak serius tetapi tidak serius-serius amat. So what? Serius atau main-main. Sungguhan atau bercanda? Jujur saja, saya menuliskannya secara serius.......Eh, nggak kok, cuma main-main...... Lho, serius atau bercanda?......sak karep-mu lah bro en sis......Pokoknya, saya akan menulis dan dimulai dari kisah berikut ini, yang saya ambil dari sebuah folklore Afrika Barat. Begini:

Alkisah pada suatu hari Tuhan berjalan-jalan di bumi menyamar sebagai seorang gelandangan tua dengan memakai sebuah topi berwarna. Ia memakai topi yang satu sisinya berwarna merah, sisi lain putih, depannya hijau dan di belakangnya hitam. Tuhan mendatangi sekelompok orang disebuah desa yang sedang bekerja dan memutuskan untuk bersenda gurau dengan mereka. Karena pembicaraan sangat menarik, semakin malam semakin banyak orang berdatangan mengerumuni Tuhan dan mendengarkan kisah-kisah menarik dari-NYA. Beberapa hari kemudian orang-orang desa kembali membicarakan orang tua yang mendatangi mereka beberapa hari yang lalu itu.

“Apakah kau melihat orang tua bertopi putih yang bercerita malam itu?” tanya orang pertama.
“Putih???Bukan, warna topinya merah” orang kedua menjawab.
“Jangan begitu...warna topinya putih” kata orang yang pertama “jelas-jelas putih…”
“Bukan....” sanggah orang yang kedua. “Saya melihatnya sendiri dengan kedua mata saya dan topi itu jelas berwarna merah.”
“Kamu pasti buta!” kata orang yang pertama.
“Enak saja....tidak ada masalah dengan mata saya” ujar orang yang kedua dengan suara yang mulai meninggi “pasti kamu yang sedang mabuk!”
“Kalian berdua memang buta!” tiba-tiba orang yang ketiga ikut berbicara “ Orang tua itu
jelas-jelas memakai topi berwarna hijau.”
Ada apa dengan kalian ini?” ujar orang yang keempat. “Topinya berwarna hitam dan semua orang bisa melhat warna itu. Kalian pasti setengah tertidur ketika Ia bercerita malam itu. Betapa bodohnya kalian.”

Perseteruan antara mereka soal warna topi Tuhan terus terjadi hingga tanpa disadari kelompok orang didesa itu yang sebelumnya hidup dengan berteman dan rukun berubah menjadi permusuhan. Perseteruan tersebut masih terjadi sampai hari ini, turun temurun kepada anak cucu mereka. Pembenci putih melawan pembenci merah, pembenci hijau melawan pembenci hitam, merah lawan hijau, hitam lawan merah dan seterusnya – masing-masing bersikukuh dengan apa yang mereka lihat, tidak mau dibantah mengenai warna topi yang dipakai oleh Tuhan. Sementara itu, Tuhan sampai saat ini masih sering berjalan-jalan di desa tersebut dan sekitarnya, dalam penyamaran, tapi ironis dan sedihnya, sekarang para pembenci gila tersebut terlalu sibuk mempertahankan argumentasi mereka, sehingga tidak memperhatikan lagi.....

Demikianlah ceritera itu yang sebenarnya ingin berkisah tentang pluralisme dan persepsi kita terhadapnya. Itu betul. Tetapi bukan tentang itu saya ingin berkisah. Point saya ada pada kata bersenda gurau (lihat kata yang dicetak tebal berwarna). Ya, Tuhan, dalam ceritera di atas, ternyata bisa bercanda. Apakah Tuhan bercanda?

Persepsi kita tentang Tuhan pada umumnya adalah tegas, serius dan tidak mau ber-dua-rius. Tuhan itu maha adil. Tuhan itu bisa marah dan murka. Tuhan itu bisa cemburu. Tuhan itu...Tuhan itu....Tuhan itu......semuanya serius. Apalagi, menurut Thomas Aquinas, hukum Tuhan bersifat Lex Divina. Tidak bisa diprotes. Woowww....kesan keren, mentereng dan JA'IM erat melekat dengan persepsi kita tentang TUHAN. Kagak boleh dibecandain. DOsa lu. Kuwalat ente ntar. Betul begitu? Mei yes mei be no.

Begawan Fisika, Einstein pernah berujar begini...Tuhan tidak bermain dadu dengan alam!” ....untuk membela pandangannya tentang alam universal yang dapat diperkirakan dan ditentukan (deterministic theory). Sebaliknya, bermula dari Werner Heisenberg, lalu mempengaruhi Niels Bohr dan, akhirnya, Stphen Hawking percaya bahwa Alam universal adalah ketidak pastian (chaos theory). Jika Eisntein berpandangan bahwa begitu seriusnya Tuhan maka Hawking sebaliknya. Kata Hawking.... "Tuhan tidak hanya bermain dadu. Ia bahkan melemparnya ke tempat yang tidak kita ketahui.”.....Ya, Tuhan suka bercanda. Meskipun bukan murid dari Heisenberg dan Hawking, Didik Ninik Thowok, pesohor ahli menari itu dalam sebuah kesaksian dalam sebuah blog (sori lupa nama blognya) mengatakan begini...."saya percaya, kesuksesan dan kebahagiaan saya adalah jawaban Tuhan atas semua doa-doa saya. Sekarang tidak ada lagi yag bisa menghina saya karena menarikan tarian perempuan. Ya, Tuhan selalu menguji saya sampai batas waktu terakhir. Sampai-sampai, setiap kali saya berdoa, saya tidak tahu apakah saya harus menangis atau tertawa. Memang, TUHAN ITU SUKA BERCANDA".....Nah lo......

Kembali ke laptop. Tuhan itu serius atau suka bercanda sih? Karena saya tidak sepandai Einstein dan atau Hawking maka saya hanya ingin mengatakan begini, .....karena saya diciptakan Tuhan segambar dengan-Nya dan karena saya suka bercanda (meski bisa juga serius), maka saya percaya bahwa Tuhan kadang-kadang suka bercanda.....Anda tidak percaya? cobalah nikmati gambar-gambar berikut ini yang memperlihatkan bahwa DIA memang kadang-kadang bercanda dengan kita.

Belum percaya? Saya beri 1 argumen sesuai dengan referensi yang saya punya.....Dia, yang bersemayam di Sorga, tertawa.........(Mazmur 2:4). You see??????? So, jangan telalu serius dalam hidup. Santailah sedikit. Tertawa dan bercanda-lah. Hidup sudah terlampau berat dengan aneka problematikanya. Resesi ekonomi di ambang pintu. JK nggak mau nurunin harga BBM. Terlampau marah, apa gunanya? Maka,......sekali lagi.......bercandalah barang satu atau dua dikit. Saya amat serius tentang hal ini. Selamat berhari Minggu. Tuhan Memberkati.

Tabe Puan Tabe Tuan

Selasa, 21 Oktober 2008

Ibunda Sakit tapi...(tidak apa-apa kok....)

Dear Sahabat Blogger,

Posting ini BBP. Benar-benar personal. Ibunda saya, dan sudah barang tentu ibunda juga dari 9 orang aneh lainnya, sakit. Bermula dari keberangkatan ke Pulau Sabu di akhir bulan September lalu. Dengan menumpang kapal feri (eh...apa nggak keliru ya...???? sebab kapal ya kapal dan feri adalah feri.....ah tidak apa-apa..... nanti ditanya ke Pak Jayasuprana yang pakar kelirumologi) kami terapung dan bergerak perlahan menuju ke Pulau Sabu, sebuah pulau liliput di tengah Samudera Hindia. Makan waktu 14 jam untuk pergi dan 14 jam untu kembali. Makan tenaga. Juga makan hati. Mengapa makan hati? Karena di atas kapal feri, perbedaan antara orang, kambing, ayam dan dus mie kering nyaris tidak ada. Satu-satunya yang berbeda adalah orang punya nafas, kentut dan malu. Tumpukan beras dan mie kering jelas tidak punya nafas. Tapi saya belum pernah melihat, di manapun di dunia ini, ayam dan kambing yang setelah kentut lantas berucap: ......eehhh sori ya...... Ya, seperti itulah keadaannya. Tidak saya kurang-kurangi. Sedikit dilebih-lebihkan? Ya iya lah....masa' iya dong....he he he he

Apapun kondisi, perjalanan kurang menyenangkan. Di Pulau Sabu, cuaca sedang panas-panasnya karena matahari sedang nyaris tegak lurus dengan letak lintang pulau Sabu ketika itu. Angin cukup kencang. Bertiup menerbangkan abu dan debu kian kemari. Pulau Sabu lumayan berdebu. Meski pulau ini ikut merdeka bersama bagian lain NKRI pada tahun 1945 tetapi sarana-prasaranana di sana masih jauh, amat jauh, dari menggembirakan. Mungkin sedikit lebih baik dibandingkan dengan jaman Majapahit. Jalan katanya beraspal tetapi menurut hemat saya yang lebih tepat adalah jalan tanah dan batu yang diperciki cairan aspal. Akibatnya? Ya itu tadi, debu ramai beterbangan kian kemari. Terbang kian dan terbang kemari. Di antara ramai debu yang beterbangan itu, beberapa noktah di antaranya ada yang terhirup oleh ibunda, lewat hidungnya yang tidak bisa dikatakan mancung itu, bersamaan dengan dihirupnya oksigen.

Begitulah situasi perjalanan kami ke Sabu yang belakangan menjadi prima causa Ibunda saya jatuh sakit. Kelelahan dan menghirup banyak debu. Sehari dua sekembalinya dari Sabu, ibunda terkena serangan BBK. Batuk-Batuk Kecil. Kami belum waspada. Empat hari lalu, beliau mengeluhkan batuknya yang ternyata tidak lagi BBK melainkan sudah berkembang menjadi BBB. Batuk Batuk Benaran. Saya mulai agak cemas. Hari sabtu malam, ketika tiba giliran saya tidur menjaga dan menemani beliau, beliau berceritera bahwa batuknya agak menjadi-menjadi dan diikuti perasaan gatal-gatal di tenggorokannya. Karena batuknya berdahak dan beliau agak memaksakan keluarnya dahak maka ada bercak darah yang keluar setiap kali memaksakan diri untuk bisa berdahak. Janji dibuat. Dan kemarin sore, saya mengahantarkannya memeriksakan diri ke dokter ahli yang menjadi langganan beliau. Seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.

Setelah melakukan diagnosis dengan menanyakan ini itu kepada Ibunda maka ibundapun diperiksa lebih cermat dengan mengukur tensi dan merekam gerakan jantungnya. Angka tensi menunjukkan 140/80. Kata dokter, agak tinggi di bagian atasnya. Rekaman jantung menunjukan bahwa ritme jantung Ibunda baik-baik saja. Puji Tuhan. Tentang batuk dengan bercak darahnya, diterangkan oleh dokter bahwa hal itu sebenarnya merupakan gejala normal orang yang sedang batu keras. Tetapi untuk Ibunda ada diberikan satu catatan penting, yaitu kondisi pembuluh darah Ibunda memang bermasalah yang tampaknya sudah gawan bayi atau bawaan sejak lahir. Ibunda memiliki pembuluh darah yang lebih kecil dan sempit dibandingkan dengan orang normal lainnya. Itu sebabnya, sejak dahulu untuk urusan infus, salah satu problem Ibunda adalah kesulitan mencari pembuluh darah. Masalah lain adalah Ibunda memiliki kecenderungan untuk bermasalah dengan trombosit yang mudah "pecah". Akibat dua keadaan serta merta itu maka pembuluh darah Ibunda akan selalu kesulitan menampung kolom darah yang pecah karena alasan tertentu. Ibarat sungai kecil yang harus menampung luapan air akibat rusaknya tanggul air.

Oleh karena karena itu, solusinya adalah, hentikan perdarahan dan hentikan batuknya. Sekembalinya dari dokter, Ibunda mengkonsumsi obat yang diberikan. Akan tetapi di tengah malam beliau batuk-batuk dan kembali mendapatkan bercak darah dalam dahaknya. Beliau cemas, saya ketakutan. Maka, saya kembali berkonsultasi dengan dokter. Dokter senyum-senyum saja sambil mengatakan bahwa itu hal normal dalam kondisi Ibunda sekarang ini. Keadaan sedang berproses menuju kesembuhan. Akan tetapi dokter meminta kami menaikkan dosis obatnya. Jika sebelumnya dosis obat 2 x 1 sehari sekarang ditingkatkan menjadi 3 x 1 sehari. Jika masih ada sesuatu maka kami akan membawa Ibunda mengontrolkan dirinya kembali ke dokter. Saya menyampaikan hasil konsultasi itu kepada Ibunda. Beliau minta diberi makan. Dan setelah itu kembal mengkonsumsi obat. Beliau tersenyum dan beranjak ke ranjang untuk berisntirahat. Saya juga tersenyum lega. Dan Berdoa: TUHANKU SAYANG, SEMBUHKANLAH IBUNDA. Sahabat blogger terkasih, mohon dukungannya dalam doa. Meski cara kita berbeda. Tuhan Kita Satu. Doakan kami.

Tabe Tuan Tabe Puan

Jumat, 17 Oktober 2008

Kami adalah Rumput Yang Mau bersukur

Dear Sahabat Blogger.

Posting kali ini, sifatnya BBN. Benar-Benar Ngawur he he he he. Posting kali ini juga sifatnya personal karena hanya menampilkan gambar keluarga besar SGT almarhum. Kami 10 bersaudara orang + suami dan isteri masing-masing. Namun demikian, posting ini juga tidak personal-personal amat karena setelah melihat dan membaca cara-cara berkomunikasi di antara manusia-manusia dengan DNA yang sama dengan Ayahanda almarhum "SGT" dan Ibunda Agustin Sabartinah, beberapa sahabat mengirim e-mail ke saya karena ingin sekali "melihat seperti apa keluarga yang amat usil itu" (saya meminjam istilah yang digunakan oleh mas JW dalam e-mailnya).

Nah, sahabat blogger terkasih, inilah kami 10 orang bersaudara. Sebenarnya kami ber - 12 -an tetapi 2 orang sudah mendahului kami semua, bertemu dengan Bapa di Surga. Bahkan mendahului SGT. Nama lengkap kami, mengikuti "aturan di blog ini" tidak hal terpenting. Tetapi ini tidak berarti kami tidak memilliki nama sama sekali. Entah siapa yang memulainya, nama kami diberi kode dh x rk di mana x adalah angka yang menunjukkan urutan kelahiran. Angka terkecil adalah yang sulung dan seterusnya sampai si bungsu. Silakan anda mengenali kami. Sebagai petunjuk adalah ini:

Yang bernama dh1rk (kingcos) adalah yang berdiri di paling kanan. Lantas, dh6rk alias Wilmana adalah yang wajahnya amat mirip dengan Norman (cucu paling tua dari SGT). Di mana si dh9rk alias NK? Oh Gampang mengenalinya, yaitu yang berkacamata dengan ukuran hidung XXXL. Hidung boros Oksigen. Oiiihhh......., di mana si dh11rk, yang di antara kami disebut juga sebagai si Kulitkalet alias om baba alias ular licik alias DTN? Gampang juga saudara, yaitu yang duduk paling kanan. Ada lagi yang juga pernah muncul di blog dalam bentuk comelan karena oleh dh6rk dan dh9rk agama Sabu disebut sebagai agama misterius. Dia adalah dh3rk. Dia adalah yang bertampangnya amat mirip dengan Wiro Sableng. Kemampuannya dalam olah gerak dan tenaga dalam juga identik dengan WS. Oleh karena itu, dia adalah yang terlihat paling aneh di antara kami.

Seorang lainnya yang juga pernah muncul di blog dalam bentuk puisi doanya adalah si bungsu, yaitu dh12rk. Di antara kami dia dikenal sebagai si Penuh Perhitungan meski bedanya amat tipis dengan kikir bin pelit. Kata salah seorang Pak Lik kami, dunia serasa berhenti ketika si P2 memberi sesuatu. Yes, dia adalah yang sedang berdiri dengan tangan yang diletakkan di pundak Ibunda. Ibunda sendiri dapat dikenali dengan melihat foto yang ada di bagian kanan blog. The last but not least adalah dh2rk. Siapa dia, ah mudah-mudahan anda tidak lupa siapa manusia ini. Dan untuk mengenalnya amat sangat, teramat dan paling mudah. Bagaimana caranya? Gampang, Lihat saja yang paling ganteng di antara kami hi hi hi hi.....

Akhirnya, meskipun kami adalah bersaudara dengan DNA yang sama tetapi sifat-watak kami tidak sama persis. Ada yang begini. Ada yang begitu. Kadang-kadang di antara kami terjadi situasi mirip lagu Broery Marantika, yaitu Engkau Begini Aku Begitu. Pita dan sususan DNA kami boleh mirip tetapi pada dasarnya kami adalah manusia-manusia yang berbeda. Ingin disamakan tetapi tidak pernah bisa sama persis. Tidak ada DNA yang sama persis. Di antara kami ada yang mirip bunga mawar, ada yang mirip pohon mahoni, ada yang mirip semak Chromolaena odorata dan sudah barang tentu, mirip rumput. Apakah mungkin mengharuskan kami semua sama? Tidak. Apakah ada keinginan kami untuk menjadi sama identik? Tidak. Kami semua bangga dengan eksisitensi kami sekarang ini. Kami yang tinggal di Kupang, hanya ada 2 orang, merasa bahwa menetap di Kupang yang kering dan panas adalah pilihan terbaik. Yang menetap di Jakarta tentu merasa bahwa itulah pilihan terbaiknya. Begitu juga bagi yang menetap di luar negeri. Ternyata, kami semua berprinsip be my self.

Apakah di antara kami ada yang merasa memiliki sifat dan perilaku lebih utama dan lalu, paling utama, di bandingkan dengan yang lainnya? Tidak. Si Anu kelebihannya ini tetapi kekurangannya itu. Yang kurang dari si Anu adalah kelebihan si Polan. Kami yang menjadi pohon memerlukan rumput supaya butiran air yang jatuh dari daun pohon tidak merusak tanah dan si pohon dituduh merusak. Kami yang tergolong rumput memerlukan mereka yang pohon untuk menarik air dan hara yang jauh agar bisa digunakan. Apakah kami senantiasa rukun tenteram damai forever after? Tidak juga. Pertengkaran di antara kami kadang-kadang sengit. Teramat sengit. Kadang-kadang ranting pohon jatuh menerpa daun rumput. Bagi si rumput hal itu adalah kesakitan. Tapi tidak selamanya begitu karena si rumput bisa juga membalas. Semua nutrisi dan air yang tersedia di bagian permukaan disikat habis. Itulah penderitaan si pohon. Begitulah, ribut dan rukun adalah hal biasa. Ribut boleh. Rukun hayo. Mengapa bisa begitu? Ya, tidak lain karena kami semua selalu berusaha untuk berbicara, berpikir dan menciptakan cultura standard dalam hidup bersama sebagai pemilik DNA yang sama. Pertanda apakah itu? La Condition Humaine. Itulah rumput yang bersukur.

Tabe Tuan Tabe Puan

Minggu, 12 Oktober 2008

Hutan-KU. Hutan-MU. HUTAN KITA. Omong-omong, apa Indonesia masih punya Hutan? (SelAMat HUT 24 NORMAN)

Dear sahabat blogger,

Hari ini saya ingin menyuguhkan menu (posting) berupa sebuah artikel yang dikirim oleh Norman dari Jogakarta. Ya, anda betul dialah si penerus DNA saya yang saat ini sedang belajar tentang la condition humaine di UGM Jogjakarta. Universitas yang juga telah menghasilkan alumni dari DNA yang sama dengan Norman, yaitu SGT almarhum dan saya. Posting ini saya lakukan karena tepat hari ini, Norman bertemu dengan HUT-nya yang ke 24. Menurut salah seorang Pak Lik-nya, Vecky RK alias Wilmana, usia yang sudah mendakati 1/4 abad. Maka tanpa editing yang neko-neko, inilah Norman dan hutan-nya. Silakan dikritisi karena kemungkinan isinya cuma 1/2 benar he he he he he. Talk-talk apakah forest di Indonesia masih ada? Ya, begitulah. Masa' begitu-dong?

HUTAN INDONESIA
DIANTARA HPH, UUD’45 PASAL 33 ATAUKAH MORALITAS?? (serta masalah-masalah lainnya)

Hmmmm..... dari judul di atas pasti langsung terbaca apa yang ingin saya sajikan. Betul, saya ingin berbicara mengenai hutan di Indonesia. Pertama-pertama, tentu sebagai orang beriman kita patut mengucap syukur ke hadirat.... eh maksud saya adalah pertama-tama tentu saya harus bilang kenapa saya mengangkat topik ini, setelah sebelumnya saya berbicara mengenai pertanian dan global warming. Tapi sebelum saya menjawab pertanyaan tadi, coba berapa di antara anda, yang secara jujur, menganggap hutan itu penting? Hmmm.. masih belum ada yang menjawab yah? Begini saja, yang menganggap hutan itu penting segera acungkan tangan ke atas.. Ayo... anak-anak... He..he. maksud saya apakah di antara kanjeng mas-mas atau mbak-mbak pembaca blog ini ada yang berpikiran sama seperti pemerintah kita yang “tak mau peduli” dengan kondisi hutan kita dan hanya melihat hutan itu sebagai “tambang hijau” penghasil uang. Sedih sekali.

Lho, dari tadi saya ngomong ngalor ngidul tapi belum memberikan alasan why topik ini dirasa penting. Begini, hutan itu punya arti penting (yah iyalah). Banyak sekali nanti selanjutnya baru akan saya jabarkan tapi pada intinya hutan itu penting. Please, tanamkan itu di pikiran anda sekalian maka kita akan selangkah lebih maju dibanding dengan pemerintah kita. Oleh karena sedemikian pentingnya sehingga hutan menjadi salah satu tertuduh ketika terjadi pemanasan global di bumi ini. Hmm... bagaimana menarikkah topik ini? Ataukah topik ini menjadi basi karena sudah sering sekali didengar? Eitssss... jangan dijawab dulu yah.. mari kita lanjut baca tulisan saya “Seri Selamat” jilid ketiga (saya mencontek apa yang dilakukan penulis idola saya Pendeta Andar Ismail dengan buku Seri Selamat jadi tulisan saya ini juga tentang Seri Selamat-Kan Hutan) Yuukkkk.......

Hutan di Indonesia identik dengan pola pengelolaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Pola ini sudah berlangsung sejak lama. Kalau saya tidak salah, pola HPH ini sudah berlangsung sejak tahun 1968 atau 40 tahun tahun yang lalu. Awiiiii.... jauh lebih tua dari umur saya sendiri. Tapi apakah pola ini berhasil jika kita melihat dari sisi seberapa banyak keuntungan yang disumbangkan pola HPH ini dan kondisi terkini hutan kita di lapangan. Sebagai info saja, hutan di Indonesia (merupakan tipe hutan tropis) dalam angka Statistik yang dikeluarkan FAO (2006) dimana laju deforestasi dari tahun 2000 hingga 2005 mencapai 1.8 juta hektar per tahun. Jumlah ini malah lebih sedikit dari jumlah yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan yaitu sebesar 2.8 juta hektar per tahun. Hal ini setara dengan US$4 miliar atau 40 triliun rupiah per tahun. Sekarang anda tinggal pilih mau saya sampaikan berita baik atau berita buruk duluan terkait data ini?? Oke, saya kasih berita baiknya dulu bahwa Untungnya….. Huffff (saya menarik nafas lega karena ada kata untungnya) Kita masih di urutan 2 di bawah Brazil dengan jumlah 3.1 juta hektar hutan hilang tiap tahunnya. Trus berita buruknya??? Namun demikian, luas hutan kita jauh lebih kecil dari Brazil. Sehingga laju penghancuran hutan kita jauh di atas Brazil yaitu 2% untuk kita dan 0.6% buat Brazil. and the result is kitalah yang tercepat untuk urusan rusak-merusak hutan. Olee… Oleee. Hidup Indonesia. Upssss…. Jujur saya dulu selalu berpikir bahwa masalah kehutanan hanya berkutat dengan masalah kebakaran hutan, illegal logging (pembalakan liar), dsb seperti yang saya sering baca di Koran. Ternyata belum berhenti disitu saja “nasib buruk” hutan Indonesia, ternyata ada lagi “kejahatan terselubung” yang sedihnya dilakukan pemerintah kita. saya berani bilang “kejahatan terselubung” karena sudah banyak sekali contoh. Neh, saya kasih sebagian “jab-jab ringan” (eman, 2008). Maksudnya saya kutip istilah jab-jab ringan ini dari komentar @eman dalam posting sebelum tulisan ini. Om eman beta pinjam ini istilah do eee. Hi..hi. HPH (Hak Pengusahaan Hutan) ini merupakan bentuk kerjasama pemerintah dengan pengusaha yang akan menggunakan hutan sebagai “lahan pekerjaan” mereka. Oleh karena itu, lahan hutan yang telah disepakati boleh dikonversi menjadi lahan hutan produksi. Nah, sampai disini semua kayaknya normal-normal saja, gak ada yang salah tuh. Ah ini bisa-bisanya Norman aja nih. Eittssss, Nanti dulu.

Dari konversi hutan diketahui, 15,9 juta hektar hutan alam tropis dibabat. Konversi hutan yang ditujukan untuk pembangunan kelapa sawit merupakan salah satu faktor peningkatan deforetasi di Indonesia. Sejak menjadi primadona, hutan seluas 15,9 juta hektar hutan alam tropis dibabat. Berbanding terbalik dengan luas lahan, konsesi yang telah ditanami justru tidak mengalami peningkatan berarti. Dari 3,17 juta ha pada tahun 2000, hanya mengalami peningkatan menjadi 5.5 jt ha pada tahun 2004. Lebih dari 10 juta hektar hutan ditinggalkan begitu saja setelah hasilnya “dipanen”. Tak jauh berbeda, persoalan lain muncul dari industri pulp dan paper. Industri ini membutuhkan setidaknya 27,71 juta meter kubik kayu setiap tahunnya (Departemen Kehutanan, 2006). Dengan kondisi Hutan Tanaman Industri untuk pulp yang hanya mampu menyuplai 29,9 persen dari total kebutuhannya, industri ini akan meneruskan aktivitas pembalakan di atas hutan alam dengan kebutuhan per tahun mencapai 21,8 juta meter kubik. Kayu ini diperoleh dari hutan alam milik afiliasinya maupun dari konsesi mitranya. Belum termasuk plywood dan industri pertukangan lainnya yang kemampuan HTI nya hanya mampu menyuplai 25 persen. Deskripsi di atas bertutur tentang dampak negatif kejahatan kehutanan di Indonesia. Jika dikalkuasi, akibat kejahatan kehutanan, seperti pembalakan liar, konversi hutan alam, dan sebagainya, Indonesia menderita kerugian ekonomis sebesar 200 triliun rupiah. Kerugian ini tak mencakup bencana ekologis yang ditimbulkan oleh kegiatan pembalakan liar, seperti banjir dan longsor yang kerap terjadi di pelbagai sudut Nusantara. Oleh karena kondisi ini maka diramalkan bahwa hutan dataran rendah non rawa akan hilang di Sumatera pada tahun 2010 dan jangan lupa bahwa 3 (tiga) daerah yang diramalkan akan terjadi penggurunan di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan yaitu : (1) Sulawesi Tengah, (2) NTB dan………….. yang………… ketiga………. adalah NTT atau kurang puas Provinsi Nusa Tenggara Timur biar ko mata tabuka lebar. Coba bayangkan NTT yang kalau musim kemarau sa su macam ke “gurun” apalai kalau betul-betul terjadi penggurunan?? (coba tutup mata anda dan saya berikan waktu 1 menit untuk membayangkan…….. Aduh beta suruh membayangkan bukan ko tutup mata terus tidur He..He)

Apakah cukup “jab-jab” ringan tadi??? Nih saya kasih “hook dan uppercut”. Presiden SBY baru –baru ini menandatangani PP No 2 Tahun 2008 yang memperkenankan penyewaan hutan lindung untuk berbagai kegiatan. Gila benar, hutan kita yang sudah rusak parah, kok hutan yang masih tersisa masih juga akan digadaikan? Apakah bencana ekologis yang terjadi susul menyusul belum juga akan menyadarkan kita semua? Termasuk Presiden yang nota bene dikelilingi para pakar (dan “dibisiki” kiri kanan) Haruskan hutan kita yang tinggal se-ucrit akan tetap dihancurkan? Haruskah anak cucu kita kelak hidup di negeri bencana? Parahnya lagi sewa hutannya juga sangat murah hanya Rp 300 per meter. Saya ulangi lagi, HANYA Rp. 300 PER METER. Wah jaman ayah saya masih bersekolah dasar mungkin Rp 300 itu sudah mewah nah kalau sekarang???? Beli permen sebiji pun gak cukup dengan uang segitu. Walah kita tinggal di negeri apa yah, kok yah hari gini yang udah porak poranda akibat bencana masih juga belum sadar-sadar juga. Hanya Gubernur Kalimantan Selatan dan Gubernur Kalimantan tengah dan sejumlah bupati di wilayah itu pada waktu itu yang menyatakan menolak pelaksanaan PP itu. Alasannya jelas, membiarkan hutan dirusak berarti bencana yang akan datang dan dampak itu akan langsung dirasakan oleh orang di daerah, bukan Presiden yang mengeluarkan kebijakan. Ada perkembangan baru nih, setelah rame-rame ribut dan ada penolakan dari berbagai pihak termasuk adanya pengumpulan 5000 tanda tangan dalam upaya menggugat keputusan itu, SBY mengklarifikasi, katanya PP itu ditujukkan untuk 13 perusahaan yang telah terlanjur memiliki hak kelola dikawasan Hutan Lindung, pasca keluarnya Kepres 41 tahun 2004. SBY bersikukuh kalau dia hanya meneruskan Kepres yang dikeluarkan zaman Megawati itu. Namun persoalannya di PP 2 Tahun 2008 itu sendiri sama sekali tidak disebutkan kalau PP itu hanya dibatasi untuk 13 perusahaan. Klarifikasi yang disampaikan lisan, mana mungkin mengikat?

Makanya seharusnya Presiden harus segera melakukan revisi, jangan hanya ngomong saja, tapi naskah tertulisnya masih bersifat terbuka. jangan biarkan timbul wilayah abu-abu yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang memang menginginkan adanya wilayah abu-abu itu.Nah.. Itu baru “hook” dan “uppercut”, nih saya kasih pukulan “seribu bayangan” untuk menutup “pertarungan” ini, setelah diselediki oleh Walhi ternyata dalam kenyataan di lapangan, hutan kita telah “diperkosa” tidak hanya 13 perusahaan yang nota bene memiliki ijin resmi tadi tapi LEBIH DARI 128 PERUSAHAAN yang datang tak dijemput pulang tak diantar (he..He), entah datang darimana surat ijinnya (darimana o??) ikut-ikutan memporak-porandakan hutan kita. Aduh.. ternyata nasib hutan Indonesia bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga plus-plus (plus diinjak, plus diludahi, plus dimaki-maki, dan plus lainnya Hi..Hi). Selain itu, ternyata hutan sudah disadari banyak pihak sebagai “tambang hijau” oleh karena itu, banyak pihak kemudian “memanfaatkannya”. Seakan-akan jika kita berbicara hutan, ini sudah menjadi wilayah abu-abu bagi banyak pihak. Saya berikan contoh kecil apa yang mendasari sehingga saya ngomong seperti ini..Pada Operasi anti pembalakan liar di Propinsi Papua (Maret 2005) gagal menjerat para cukong kelas kakap dan para pelindungnya di kepolisian dan militer. Dari operasi ini, berhasil ditangkap 186 tersangka. Tetapi, hingga Januari 2007, hanya 13 tersangka yang berhasil diamankan dan tak seorang pun pimpinan sindikat yang terjaring. Dari 18 kasus utama yang sampai ke pengadilan, seluruh terdakwa divonis bebas. Adanya Ketimpangan proses peradilan yang disebabkan oleh virus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkait-kelindan dengan kepentingan sesaat aparat penegak hukum (bahkan pejabat birokrasi) di seluruh jenjang peradilan, mulai polisi, jaksa, hingga hakim. Artinya sudah muncul Artalyta Artalyta (tapi belum ketangkap) baru nih. Wah… saya malah berpikir, kalau untuk kasus maling ayam saja dalam tempo waktu paling lambat 1 hari sudah tertangkap polisi dan diadili tapi kok untuk “kasus-kasus istimewa” seperti ini kok para penegak hukum di negeri ini seakan-akan mandul yah?? Apa iya suatu waktu semua kasus dari kasus maling sandal, maling ayam, sampai kasus-kasus “kelas berat” harus ditangani KPK yah?? Payah….

Saya lanjut lagi, pola perspektif hidup dan tata nilai yang dipijak oleh masyarakat, Perhutani, pemerintah (baik lokal maupun pusat) menjadi faktor lain kian derasnya laju kejahatan kehutanan. Dalam perspektif masyarakat, hutan memiliki fungsi melindungi pemukiman mereka dari angin ribut, kekeringan, dan erosi. Senada dengan itu, Perhutani juga meyakini fungsi ekologis hutan. Uniknya, perambahan dan pembalakan liar terus terjadi seiring kalkulasi ekonomis yang dianut Perhutani. Tak jauh berbeda, pemerintah pun bertolak dari aspek ekonomis hutan ketimbang fungsi ekologisnya. Bagi mereka, hutan adalah sumber daya yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah-ruah. Karenanya, amat diperlukan bagi pemerolehan pendapatan nasional. Sayangnya, kebijakan pembangunan yang dijalankan tak berpihak pada keberlanjutan hutan. Ruarrr biasa sekali yah hutan kita ini. Malah hutan kita akan masuk Guiness Book Of world record. HAHHHH Kok Bisa??? Bisa sajalah lah karena baru-baru ini, Greenpeace Asia Tenggara mendaftarkan Indonesia ke Guinness Book of World Records sebagai negara penghancur hutan tercepat di seluruh dunia. Woww…. Mari kita berikan aplaus untuk hutan kita yang penuh “prestasi”. Prok..Prok..Prok. Yang lebih menyedihkan lagi, Negara kita entah buta atau tidak peduli dengan keadaan ini tapi malah gak ngurus masalah yang nyata-nyata ada di depan mata tapi malah sibuk ngurus “merokok itu haram”, padi Super Toy (istilah saya bukan super toy tapi super gagal), dsb. Benar-benar Negara yang aneh. Oleh karena itu, Negara kita ini “seharusnya patut bersyukur dan berterima kasih” dengan adanya pencurian kayu (illegal logging) atau kebakaran hutan. Lho kok??? Gampang saja, jadi kalau ditanyakan kenapa hutan di Negara sampeyan gitu? Yah tinggal jawab saja, ohh… yang merusak hutan itu para maling kayu sama kebakaran hutan. Jadi dengan adanya illegal logging dan kebakaran hutan berarti ada yang disalahkan.. Ini dalam bahasa jawa bisa dikatakan Opo iki?? bingung apa maksudnya kan?? Bagus…. karena saya juga bingung (sebagai info saya ± baru sebulan berada di tanah jawa ini jadi tadi saya hanya sok-sokan berbahasa jawa. Hi..Hi).

Trus apa hubungannya dengan UUD’45 pasal 33 yang saya sampaikan di atas yah? Pasti ada yang bertanya seperti itu kan? Begini, ingatkah saudara-saudari semua tentang bunyi UUD 45 pasal 33? Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk kasus hutan ini apa iya?? Masihkah relevan bunyi pasal ini dengan kenyataan di lapangan?? Ataukah diganti huruf yang dicetak tebal tadi dengan kata “dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran penguasa??”Eitts... Jangan dijawab dulu. Simpan sebentar.. terus apalagi hubungan tulisan ini dengan moralitas? Dalam tulisan saya sebelumnya tentang global warming ada komentar dari bos nk yang mengatakan jika bisa diambil garis besar maka setiap masalah yang terjadi di bumi khususnya di Indonesia tercinta ini selalu berkaitan dengan moralitas. Jujur, saya pada saat itu kurang sependapat dengan “bule” NR (nyong kupang atau nyong rasis. Hi..Hi. sori bos). Tapi saat ini saya malah mengiyakan ide/pendapat nk tersebut. Jadi apakah masalah hutan ini pada ujung-ujungnya juga terkait dengan moralitas?? Betulkah dalam kasus hutan ini harus dilihat dalam perspektif moralitas?? Ataukah ada yang ingin menjawab selain itu?? Ah, saya tidak mau menjawab (enak saja... saya capek-capek ngetik sedangkan saudara-saudari cuman membaca doang. Yah... harus ikut mikir juga lah. Hi..Hi), oleh karena itu sengaja saya menyimpan semua pertanyaan-pertanyaan tadi dan mengharapkan saudara-saudari semua untuk ikut menjawab atau bisa juga untuk direnungkan oleh kita semua Tapi saya ingin bilang, dengan kondisi hutan yang demikian maka ada ramalan dalam 50 tahun kedepan maka hutan di negara kita ini hanya akan tinggal sejarah. Kita hanya akan menemukan hutan dalam buku-buku sejarah. Atau jangan-jangan, bukan hanya hutan tapi kita, anda dan saya serta, bangsa Indonesia ini, hanya bisa diketemukan di buku sejarah sebagai bangsa perusak hutan yang “pernah” mendiami bumi. Mau???

Senin, 06 Oktober 2008

Bersukurlah menjadi Rumput

Dear Sahabat blogger,

Berakhir sudah masa liburan. Liburan yang cukup panjang. Sekitar 10 hari. Cukup lama. Senda gurau di masa kecil dahulu menghasilkan defenisi bahwa liburan yang lama adalah liburan yang ketika kembali ke bangku sekolah dan ditanya guru 1 + 1, jawabannya adalah 8 ....he he he ...saking lamanya libur, kami kembali menjadi bodoh. Mungkin "sindroma" seperti ini yang membuat PNS di Indonesia, pekerjaan pertama pada hari pertama setelah libur yang lama adalah.....libur lagi alias bolos....mengapa demikian? Yah, karena kembali menjadi bodoh.....perlu diteliti. Bagi saya pribadi, liburan kali ini ditandai dengan dua hal, yaitu adanya Hari Raya Lebaran dan kepergian saya pertama kali ke Sabu. Negeri asal leluhur saya. Pulau liliput di tengah Laut Sabu dan Samudera Hindia. Pulau yang ketika pertama kali memandangnya dari dekat, kesannya aadalah....woooow kerrrr.....sori, bukan wow keren........tapi wow...kering.....

Ada dua pertanyaan, yaitu apakah sahabat-sahabat yang baru saja selesai berpuasa dan berlebaran lantas berubah menjadi lebih baik? Sebelum berpuasa anda adalah anak "nakal" dan sesudah berpuasa anda berubah menjadi uztad atau uztadsah. Begitu? Lantas, sesudah ke Sabu, yang berarti saya mendaptkan kesempatan untuk mendapatkan pelajaran dari keraifan-kearifan lokal yang hidup semenjak masa para leluhur lantas saya berubah menjadi anak manis yang tidak lagi berulah aneh bin ajaib? (kalau yang ini jawabannya, telak: ....hari minggu kemarin malah saya tidak pergi ke Gereja.....ada alasannya tapi....ya itulah yang terjadi). Kalau ini pertanyaannya maka sebenarnya pertanyaan paling mendasar adalah apakah niat atau nawaitu anda ketika berpuasa dan atau saya melakukan perjalanan pilgrimate ke negeri leluhur? Saya sungguh tida tahu apa jawaban para sahabat tetapi adalah niat saya ke Sabu guna memperoleh bekal kearifan baru yang bisa digali dari etika tradisional yang ada, yang saya dengar bersifat adiluhur. Nah, para sahabat terkasih, tentang niat atawa nawaitu itulah yang ingin saya tampilkan lewat lirik berikut ini.

Bertahun lamanya aku berdiri di sini
Sepi sekali rasanya, suara anginpun seakan tidak terasa
Dan , di dalam kesepian ini aku melihat ke kiri dan ke kanan,
ternyata ada tetanggaku yang perkasa. Dialah padi
Ya, ada banyak padi di sini. Amat banyak

Entah mengapa, aku tiba-tiba ingin menjadi padi
Lalu aku berdoa kepada kehidupan agar aku dapat menjadi padi
Aku berdoa dengan khusuk. Doa yang jernih dan bening

Tiba-tiba, bertiuplah angin kencang mengguncang tubuhku
Tangan-tanganku yang tadinya melambai-lambai sekarang terpaksa terlipat
menyatu dengan tubuhku. Kakiku terbenam makin dalam ke dalam tanah?
Apakah aku telah berubah menjadi padi?

Perlahan kubuka mataku dan kulihat sekelilingku
Wow, ternyata aku tetap saja rumput. Bukan padi.
Aku tetap rumput yang menjadi gulma di tanah sawah dan di ladang
Aku rumput yang harus dicabut petani
Aku cuma rumput bahkan aku adalah gulma

Setetes embun jatuh ke tubuhku
Berkilau diterpa metahari dan perlahan mengalir membasahi tanah
Angin semilir berlari menerpa daun dan tubuhku menimbulkan nada kidung indah

Tapi aku tidak perduli karena sekarang kepalaku mendongak ke atas
Ada bintang di atas langit. Indah
Aku ingin menjadi bintang

Apa kesan anda terhadap lirik di atas? Bagi saya adalah ini:
1. Ada rumput dan padi berdampingan di sawah;
2. Ada rumput yang kepingin menjadi padi;
3, Ada rumput yang berusaha dan berdoa agar berubah menjadi padi;
4. Ada rumput yang kecewa karena doanya tidak terkabul:
5. Ada rumput yang kembali berharap dapat menjadi bintang.
Apa kesimpulannya? Ini: ada rumput yang tidak pernah mau menjadi dirinya sendiri.

Apa pesan moral dari ceritera di atas? Oh, bukan sesuatu yang istimewa tetapi perlu didengungkan kembali, yaitu be your self. Dahulu ayahanda almarhum pernah mendongengkan kepada saya tentang katak yang ingin menjadi lembu. Hari ini saya menulis tentang rumput yang ingin menjadi padi dan, lalu, bintang. Apa hasilnya? Katak itu mati. Rumput itu kecewa. Begitulah sidang pembaca, terlalu banyak keinginan yang memenuhi kepala kita ketika melakukan sesuatu. Terlalu banyak cita-cita ketika kita mengerjakan sesuatu. Dan, yang dimaksudkan dengan "sesuatu" itu adalah sesuatu yang di luar diri kita. Sesuatu yang tidak di dasarkan atas penilaian yang obyektif terhadap siapa diri kita. Apa kemampuan kita. Di Kabupaten Rote, NTT, hanya ada 25 kursi di DPRD II tetapi apakah anda ingin tahu berapa banyak caleg yang akan berebut karena menginginkan kursi -kursi itu? 900 orang. Apa niat mereka? Ada seorang kenalan saya yang mengurus dirinya sendiri enggak becus, tiba-tiba datang ke rumah meminta agar saya mau berkampanye untuknya dalam pertarungan colak-calek tahun 2009 nanti....weleh...weleh....wel wel wel....leh leh leh.....

Begitulah, saking benyak dan tinggi-nya cita-cita, lantas kita kehilangan kewaspadaan terhadap siapa diri kita sendiri. Di satu kali kita menganggap berlebihan diri kita. Di lain waktu kita terlalu menghina kemampuan diri kita sendiri. Andai saja rumput tidak terlalu cepat iri hati kepada padi maka si rumput akaan tahu bahwa betapa bergunanya dia. Rumput adalah makanan utama herbivora yang merupakan salah satu sumber protein hewani terpeting bagi manusia. Tanpa rumput, mana ada aksi-aksi Pele, Maradona, Gerd Muller, dan Lionel Messi. Tanpa rumput, mana bisa Tiger Woods menjadi maestro lapangan Golf. Tanpa rumput kita tidak maka roti karena gandum adalah bangsa rumput-rumputan. Tanpa rumput, orang Jawa bisa repot karena bahan bangunan rumah tradisionalnya berasal dari bambu. Tmbuhan bambu merupakan salah satu anggota keluarga rumput-rumputan. Dan, perhatikan ini, tanpa rumput kita tidak makan nasi karena si Oriza sativa adalah keluarga rumput-rumputan. Siapakah itu Oriza sativa? Anda benar. Tidak lain dan tidak bukan, adalah padi. Ya, si padi yang dicemburui oleh si rumput. Mengenaskan, si rumput saking kepinginnya menjadi padi, lupa bahwa padi adalah rumput juga. Si rumput juga tidak tahu bahwa permukaan bumi ini, menurut data dari CIA, menguasai lebih dari 60% permukaan bumi daratan. Dan dengan cara itu, rumput adalah salah satu pencegah erosi yang handal. Rumput adalah penangkap CO2 yang akumulasinya di atmosfer dikuatirkan akan menimbulkan efek rumah kaca yang memicu pemanasan global. Rumput adalah penangkap dan reflektor bagi radiasi gelombang pendek dari surya dan radiasi gelombang panjang permukaan bumi sehingga bumi terhindarkan dari efek terpanggang seperti sate ayam. Wow, begitu banyak fungsi rumput. Sayangnya si rumput tidak tahu.

Apa kesalahan si rumput? Si rumput tidak paham filasafat bahwa setiap makhluk hidup, apalagi jika dia adalah manusia, adalah 2 hal sekaligus, yaitu siapa dirinya dan apa dirinya. Berdasarkan ini Socrates mengatakan "bahwa kenalilah siapa dirimu". Hal yang pertama, ingin mengatakan bahwa manusia adalah khas. Hanya dialah satu itu di dunia. Tidak ada yang lain. Satu manusia satu sidik jari. Hal berikut adalah, apalah gunanya dia bagi sesama dan lingkungannya. Kehilangan salah satu di antara dua kesadaran ini membuat manusia kehilangan principe d'etre-nya. Sesudah kembali dari Sabu, apakah saya berubah menjadi Bradd Pitt? Tidak juga. Saya tetaplah si coklat gempal. Hidung saya tetaplah bulat kecil tak ada indahnya sama sekali. Saya toh seorang Doktor. Ya, tapi ada ribuan orang Doktor lainnya dan mungkin saya adalah Doktor terbodoh. Lantas, apakah saya bermimpi ingin menjadi Doktor seperti Einstein? Ah, tidak juga. Ada 80 Doktor di Undana tetapi Doktor Kehutanan di Undana cuma 1. Di luar Undana ada ratusan, mungkin ribuan Doktor kehutanan. Ya, tapi Doktor kehutanan yang S1 Peternakan dan S2 Agronomi mungkin cuma saya. Ada banyak Doktor tetapi Doktor yang punya isteri bernama Dolly ya cuma saya. Doktor dengan adik yang bernama Laki, Kana, Uli, Dina ya cuma saya. Cukup? Belum bosz. Apa yang sudah saya kerjakan? Ah, kalau ditulis satu-satu maka tampaknya akan menjadi daftar kesombongan. Yang terpenting adalah: apa yang sudah kita kerjakan dengan apa yang kita punya.

So, kembali ke laptop. Apapun yang sudah anda, dan juga saya, niatkan dan lakukan dengan berpuasa, beribadat dan pilgrimate, tidak akan ada gunanya jika anda, dan sudah barang tentu saya, tidak berkeinginan untuk menjadi diri sendiri. Wah, kalau begitu apakah saya yang sebelumnya adalah manusia culas harus tetap culas demi tuuan be my self? JANGAN karena, dengan begitu anda akan menentang kodrat manusiawi anda sendiri. Apa kodrat manusiawi anda? Berbicara, belajar dan berbudaya. Berbicara adalah hal pertama yang membedakan anda dengan monyet. Dengan berbicara proses belajar dapat dilakukan. Inti dari proses berbicara dan, lalu belajar, adalah menemukan keteraturan dan kebaikan dalam hidup. Kedua hal inilah yang membentuk kebudayaan. Jadi, korupsi bukan budaya. Berkelahi bukan budaya. Memaki bukan budaya karena hal-hal ini bukanlah keteraturan dan kebaikan. Louis Leahy mengatakan bahwa Berbicara, Belajar dan Berbudaya adalah La Condition Humaine. Apa hubungannya dengan be your self. Oh amat jelas, hanya dengan la condition humaine maka kita dengan mudah akan memahami jati diri kita, baik sebagai makhluk spesial maupun sebagai makhluk generalis yang berguna bagi sesama. Dengan la condition humaine, saya adalah saya. Anda adalah anda. Ada banyak gunanya. Saya berguna bagi sesama. Andapun demikian. Si rumput tetaplah rumput tak perlu menjadi pohon. Tetapi jadilah rumput yang berguna. Bersukurlah menjadi rumput.

Tabe Puan Tabe Tuan