Kamis, 30 September 2010

bangsa apa ini? (part I)

Dear Sahabat Blogger,

Dulu kala, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya diajarkan oleh bapak/ibu guru untuk bersikap bangga sebagai bangsa Indonesia. Kita, Bangsa Indonesia terkenal sampai ke seluru penjuru mata angin sebagai bangsa yang sangat santun, ramah, suka membantu, pandai membawa diri dan sangat bermartabat. Kata bapak/ibu guru, tagal perkara keramahannya ini maka orang-orang luar negeri sangat gemar berkunjung ke Indonesia. Para wisatwawan manca negara sangat sengan karen di mana-mana mereka akan disambut dengan senyum manis penuh persahabata. Dan benar saja, dahulu ketika kecil, setiap bertemu orang asing berkulit putih, saya dan juga kawan-kawan sebaya akan berteriak-teriak mengucapkan selamat...hei mester...selamat pagi/siang/sore....si orag asing tertawa, kami juga tertawa kembali, riuh rendah.

Tetapi cobalah diperhatikan kisah-kisah di seputar peristiwa G 30 S. Jenderal dan prajurut dibunuh. Lalu Indonesia seperti masuk dalam gerbang neraka pertumpahan darah. Sebagian sumber mencatat bahwa diperkirakan 1 juta orang mati sia-sia pasca G 30 S. Sumber lain mencatat sekitar 500.000 jiwa meregang. Lihatlah pula kasus tanjung priok di tahun 1980-an. "Petrus" yang membunuh para penjahat "gal" sonder pake permisi. Pertumpahan darah di Aceh. Kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan di Ketapang Jakarta tahun 1998. Kerusuhan di Kupang, di Ambon, dan di Poso. Bom Bali I dan II. Bom di Kedubes Australia 2004. Di hotel JW Marriot 2009. Penatua HKBP yang ditikam. Kerusuhan di Sampit, Kalimantan. Kerusuhan di Tarakan Kalimantan. Keributan di Jalan Ampera Jakarta Selatan. Jangan lupa pula, ada si msiter Ryan si jagal van jombang yang sendirian menhbisi belasan nyawa. Ada mister babe yang mensodomi dan menebas habis tubuh anak-anak kecil geandangan kota. Suadaraku, genangan darah...darah ...dan, ... darah ..... membajiri dan menggenangi tanah republik ini...

Sahabat terkasih,

Untuk apa semua itu? Atas nama apa darah itu ditumpahkan? Atas nama perut lapar. Atas nama dorongan sexual. Atas nama kelompok primordial tertentu. Atas nama keadilan. Dan, yang paling gila...atas nama TUHAN...(entah Tuhan yang mana yang gemar melihat darah yang bertumpahan) ....Lalu, masih berapa banyak lagi darah yang harus ditumpahkan? Masihkah kita dengan bangga menyebut diri kita sebagai bangsa yang ramah dan sopan? Sekolah SD - perguruan tinggi dibangun di mana-mana. Gedung-gedung ibadah dibangun dimana-mana. Kelompok-kelompok keagamaan berkembang berlipat-lipat. Sejak subuh, telinga dan mata kita sudah dipenuhi dengan siaran penuntun jiwa di layar-layar TV. Tetapi mengapa perilaku barbar masih gemar dipertontonkan tanpa segan dan tanpa rasa malu. Ada apa ini? Maaf saudara, dalam posting kali ini, saya hanya mau mengungkakan fakta dan bertanya. Cuma itu yang bisa saya lakukan saat ini. Bertanya dan merenung....bangsa apa ini?

Tabe Tuan Tabe Puan

Senin, 13 September 2010

antara jakarta dan bekasi

Dear Sahabat Blogger,

Dua bulan "menghilang" dan baru hari ini kembali. Ada yang protes. Ada yang biasa-biasa saja. Apapun, maafkan saya. Tetapi jeda dua bulan ini, bagi saya pribadi, memang perlu. Saya jenuh dan hilang rasa kepingin menulis. Kenapa jenuh? Lelah karena terlalu banyak janji pekerjaan yang harus saya tunaikan. Semoga dipahami. Semoga dimengerti. Kita masih sahabat-kan?

Hari ini saya memutuskan untuk kembali menulis. Pertama-tama karena saya merindukannya .... ya untuk menulis itulah...tetapi hal berikutnya adalah, ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya...apa itu? antara jakarta dan bekasi...wheeeladhalalllahhh...apa-apaan nih? dulu chairil anwar menulis tentang antara krawang dan bekasi...apakah ada kaitannya dengan hal ichwal itu? bisa saja begitu kendati lain nuansanya...bagaimana???? begini ...

Di hari Lebaran I 2010, terbetik berita .... Johny Malela, pengemis buta yang mengangsurkan dirinya di Istana Negara, Jakarta, berharap rejeki Lebaran diberitakan rebah berkalang bumi .... mengenaskan, sangat mengenaskan ... bayangkan, belum lama ini diberitakan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia sudah menurun ... keberhasilan SBY, katanya tetapi Johni dan banyak yang lainnya yang berdiri di antrean para peminta sedekah rela mati hanya demi serupiah dua rupiah ... jikalau kemiskinan di hitung berdasarkan pengeluaran per hari 10.000 rupiah...maka Johni dan kawan-kawan itu apa namanya???? Pertanyaan lain adalah, Johni mati karena apa? Terinjak-injak. Oleh siapa? Sesama pengharap sedekah....ternyata orang miskin mati terinjak mereka yang juga miskin. Di mana mereka yang berpunya? Dalam setiap berita seperti itu, tak pernah dinyatakan bahwa si pemberi sedekah mati terinjak-injak...si kaya ternyata punya keistimewaan, yaitu amat kecil peluang untuk mati terinja-injak si miskin....hati-hati dengan si miskin karena mereka adalah pembunuh sekaligus korbannya .... mammma miaaaaaaa.....

Di hari kedua Lebaran 2010, kita mendengar berita lain yang tak kalah tragis .... di bekasi, kota di sebelahnya Jakarta, seorang Jemaat HKBP ditusuk seorang durjana dan kawaan-kawannya. Tertembus perutnya sampai mencapai organ hati. Lalu, setelah jatuh rebah ke tanah, si Asia, begitu si tertusuk hendak ditolong seorang polisi dan seorang pendeta perempuan. Baru beberapa meter berjalan si pendeta dihajar menggunakan sebatang kayu papan...praaaaaakkkkggghhhhh gedubraghhhhh...roboh juga si ibu Pendeta .... aaahhhh kasihaaaaaannn...tagal perkara apa ini? Oh, ternyata ada kaitannya dengan tak bisanya Si Asia dkk. Jemaat Gereja HKBP beribadah secara leluasa.... ooohhhhh .... di mana kejadiannya??? Di bekasi. Di Negara manakah kota bekasi itu berada? Di Indonesia. Negara Pancasila katanya. Siapa pelakunya? "Masih dicari", kata pak Polisi kendati gambar video kekerasan di tempat yang sama yang dilakukan oleh yang bersangkutan pada tanggal 18 Agustus sudah ada di tangan Pak the Police. Ooooaaaalaaaahhhh....hati-hati menjadi orang seperti si Asia di Negeri Pancasila ini karena di mana dan kapan saja anda bisa ditusuk karena anda berbeda dari dari mayoritas lainnya ...

Tapi, kegelisahan saya berakar bukan pada hal-hal yang sangat kentara seperti itu ttapi lebih mendasar lagi, yaitu .... DI PANDANG SEBAGAI APA ORANG SEPERTI JOHNI MALELA DAN ASIA + IBU PENDETA BAGI SI PEMBERI SEDEKAH, SI PENGINJAK DAN SI PENUSUK DAN BAHKAN BAGI ANDA DAN SAYA? Sesama manusiakah atau cuma sekedar seonggok barang?

Saya lalu teringat 3 jenis relasi yang bisa terjadi di antara orang-orang atawa manusia, yaitu relasi "aku-itu", "aku-dia" dan "aku-engkau". Dalam pola relasi "aku-itu" sesama adalah obyek. Sesama dipandang dari segi pragmatis. "Si itu saya perlu sepanjang dia ada gunanya, uangnya banyak, kedudukannya tinggi, atau wajahnya cantik". Jika semua yang saya perlukan sudah tak ada lagi maka tamatlah si itu bagi saya Mati sajalah. Sartre mengatakan bahwa relasi "aku-itu" adalah kebencian. "Bencilah semua orang maka kau akan hidup. Bencilah Tuhan supaya kau jadi Tuhan", begitu amanat Sartre si Ateis besar. Maukah anda sepaham dengan Sartre? Apakah si penusuk Asia bukan golongan ini?

Pola relasi berikutnya adalah "aku-dia". Dalam pola ini, sesama bukan obyek tetapi subyek. "Saya subyek dia juga subyek". "Sesama bus kita jangan saling mendahului". " Sesama subye tak perlu salig mengobyekan". "Urusanmu adalah urusanmu sendiri". "Kau mau mati, mau hidup, mau sakit, mau bahagia, adalah urusanmu sendiri". "Jangan dekati aku karena aku tak mendekati anda". Aku dan dia netral. Acuh tak acuh. Sidang pembaca, andakah golongan itu? Jangan-jangan Johni Malela dkk. ada di kelompok ini.

Pola relasi yang satunya lagi adalah "aku-engkau". "Aku ini unik, engkau juga unik jikalau dua keunikan digabung dan ber-koeksistensi damai maka dunia punya dua makhluk unik dan membawa bahagia". "Ini kelebihanku dan di sana kelemahanku, manfaatkanlah kelebihanku dan tutupilah kelemahanku dengan kelebihanmu, maka indahlah hidup". Relasi ini adalah relasi sosial antara manusia.

Bagaimana anda melihat hubungan antara anda dengan sesamamu yang se kampung, se Gereja, se Mesjid, se Pura, satu nusa, satu bangsa? Yang mana di antara 3 pola relasi yang saya uraikan yang benar-benar sedang anda jalani. Jika anda, dan juga saya, adalah si pembenci dan si acuh tak acuh maka .... ke laut saja loe karena loe bukan orang tapi, mungkin, .... monyet .... ya, kera yang berpendar antara jakarta dan bekasi lalu ke segala penjuru mata angin sambil menebar kebencian. Tanpa malu.

Cuma itu, sidang pembaca yang budiman. Cuma itu yang bisa saya tulis kali ini


Tabe Tuan Tabe Puan