Selasa, 16 Desember 2008

mengapa tanda pohon


Dear sahabat blogger,

Pernahkah sahabat mendengar atau membaca kata univok dan equivok serta satu kata lain yang masih sepupuan dengan dua kata tadi, yaitu analog? Apa ini? Ketiganya adalah tanda. Tepatnya jenis tanda.

Univok adalah sebuah tanda dengan sebuah arti yang jelas dan tidak membingungkan. Tidak usah ditafsir lain. Misalnya kata: pensil, ballpoint, dan meja yang diartikan tidak lain dari pensil, ballpoint dan meja. Tak ada yang lain. Hanya satu itu. Selanjutnya adalah Equivok, yaitu sebuah tanda yang dapat memiliki lebih dari satu arti. Misalnya, bunga yang bisa berarti bagian tanaman tetapi bisa juga berarti gadis manis dan cantik (bunga desa) atau bunga bank. Dan akhirnya adalah analog. Kata ini ditujukan kepada situasi dimana jika sebuah tanda memiliki dua atau lebih signifikansi dan salah satu di antaranya menunjuk dari dirinya sendiri kepada signifikansi yang lainnya. Nah, supaya tidak kelihatan ruwet maka analog adalah tanda yang sama yang akan memiliki arti yang berbeda jika digunakan pada kalimat yang berbeda. Contoh:
  • Kursi malas adalah kursi yang dipakai untuk tujuan bersantai-santai rileks.
  • Para politisi sangat rajin menebar janji guna mendapatkan kursi di badan legislatif
Nah, jelas bahwa memahami tanda - bisa dalam bentuk kata - kadang kala tidak sesederhana yang diduga. Diperlukan kesaksamaan dan, mungkin kearifan, dalam memahami tanda kata yang bermunculan di depan kita. Terlalu cepat melontarkan kata tanpa berpikir panjang akan konsekuensinya tidak jarang membuat kita kerepotan sendiri. Kesadaran sering datang terlambat ketika dampaknya datang belakangan dan merepotkan. "Mulutmu adalah harimaumu". Di lain pihak, terlalu cepat merespons tanda atau kata yang ada di depan kita tanpa berpikir panjang sering menjebak kita dalam situasi "terlihat konyol". Ada satu ceritera ringan tentang hal ini:

Di satu sangggar kegiatan belajar (SKB) sekelompok ibu-ibu buta huruf diajarkan tentang baca membaca dan tulis menulis. Setelah berlangsug setahun, datanglah seorang penilik PLS (pendidikan luar sekolah) guna mengetest kemajuan yang sudah diperoleh para peserta belajar. Nah, seorang pamong belajar yang tidak mau terlihat kurang berhasil mendidik ibu-ibu yang buta huruf tersebut bersepakat bersama para peserta didik. Katanya " saya akan berdiri di belakang bapak Penilik. Jika beliau menulis suatu kata, saya akan memberi tanda-tanda tertentu dan kalian tinggal mengucapkan kata yang sesuai dengan apa yang saya tandakan."

Maka tibalah saatnya sang penilik mengetest. Ditulisnya kata "mata" di papan. Buru-buru sang pamong menunjuk-nunjuk matanya. Dan berteriaklah beramai-ramai para peserta didik itu: .....maaaaatttaaaaaa.....wah keplok tangan semua yang hadir membahana keras.........plok....plok...plok....hebat...hebat....Sang penilik senang dan sang pamong lega.

Lalu, ditulis lagi kata lain di papan: "hidung". Bergegas sang pamong menunjuk-nunjuk hidungnya. Dan lagi-lagi, para peserta berteriak amat kencang....hiiiddddduuung....wow...PLOK...PLOK...Lebih keras lagi suara keplokan tangan para hadirin. Penilik gembira. Pamong bangga.

Dan akhirnya sang penilik menulis kata: "saku". Kali ini sang Pamong sedikit bingung karena dia mengenakan baju yang tidak punya saku. Adanya adalah saku di celananya. Maka sang pamong menepuk-nepuk saku celana bagian depannya. Lalu, ... terdengar teriakan amat bergemuruh......paaaaaahaaaaaaaa........WAAAHHH......penilik bingung. Pamong panik. Buru-buru sang pamong membalikkan badannya sambil menepuk-nepuk saku celana bagian belakangnnya. Dan suara yang lebih kencang lagi bergemuruh melengking .....paaaaaaaaannnnnttttaaaaaaaattttttttt.........Kali ini sang Penilik dan sang Pamong sama-sama pingsan.

Begitulah, sahabat blogger, memahami tanda adalah hal yang sangat penting. Jangan terlalu cepat dan jumawa melontarkan kata. Sebaliknya, jangan terlalu cepat merespons tanda atau kata yang ada tanpa memberikan kesempatan yang cukup bagi nalar dalam menjalankan tugasnya secara tertib. Singkat kata, berpikirlah sebelum berbicara. Pahamilah sebelum menanggapi. Sepintas hal-hal ini sepele tetapi mari kita simak ucapan Cassirer dalam bukunya yang terkenal "an essay on man". "Kemampuan berbicara serta memberi dan memahami tanda isyarat merupakan hal esensial dalam kodrat manusia yang membuatnya berbeda secara ekstrim dari binatang".

Mudah-mudahan anda menangkap esensi dari kata-kata Cassirer tadi. Sebab, akan banyak orang yang marah jika saya mengatakan bahwa saya, anda dan kita semua adalah turunan monyet seperti pemahaman umum dari teori Darwin. Pasti banyak yang akan marah. Saya akan diserbu. Itu hampir pasti. Tetapi, terlalu amat sering, tanpa sadar ataupun sadar, orang melakukan kesalahan yang amat fatal dalam berbicara dan memberi atau memahami tanda isyarat. Bicara tanpa pikir panjang. Menanggapi tanda amat tergopoh-gopoh tanpa memberi kesempatan kepada berjalannya mekanisme nalar yang tertib. Pertengkaran, salah paham dan adu mulut tak tentu juntrungnya sering berawal dari hal ini. Jadi, ingatlah: berbicara dan memberi tanggap terhadap tanda secara tertib adalah kodrat manusia. Jangan anda khianati kodrat itu. Terlalu sering anda menabrak kodrat kemanusiaanmu, seketika anda akan terlihat tidak lebih baik dibandingkan monyet, jin, lampir, pocong dan makhluk sejenisnya....wuuuuuiiiiuuuhhhhh......sssyyyyyeeeerrreemmm.....

Lalu, apa kaitan semua ini dengan tanda berupa kata pohon, seperti yang tercantum di dalam judul posting? Ada banyak dan akan saya tuliskan lebih panjang lebar pada kesempatan berikutnya. Sementara ini, saya hanya ingin mengatakan ini: memandang pohon adalah memandang harapan. Saya dan sahabat-sahabat Kristiani, sebentar lagi akan merayakan Hari Raya Natal. Salah satu tanda atau simbol Natal adalah pohon. Kami tidak menyembah pohon. Kami tidak memuliakan pohon. Kami hanya ingin memiliki harapan. Sayup-sayup terdengar suara merdu Glenn Fredly yang melantunkan lagu dengan syair .....

...................jadilah harapan,
jangan hanya berharap
.......

Tabe Puan Tabe Tuan

114 komentar:

mikerk mengatakan...

wuuuiiiihhhh.....posting yang ditulis pada pukul 02.00 dan baru selesai 02.46.....Selamat Membaca...

mikerk mengatakan...

Harap, ketika berdiskusi, semua kita menjaga tutur kata kita. Tidak ada cinta kasih yang dimulai dengan "menghina".....

Anonim mengatakan...

Sambil beadang menyelesaiakan tugas dari para "penguasa" di kampus ane tngkrongin blog bm en....saya pertamax, sesudah BM sendiri, ...hi hi hi hi hi

Dua kali ane ngebaca posting ini dan iini komen awal dari ane: ....ini posting serius. Enggak mudah memahaminya tanpa mengetahui konteks nya.....(Proxy73)

Anonim mengatakan...

tapi, jokenya emang toooopppppabiezzzz....wakakakekekekekkikikik....oleeee....oleeee pantat....ha ha ha ha (Proxy73)

mikerk mengatakan...

Howdy, saya baru saja membuat beberapa penyuntingan. Selamat membaca dan, kalau mau ya berdiskusi. Tabe Puan dan Tuan

Anonim mengatakan...

@ Sahabat muda Bigmike,

Baik sekali posting ini. Saya menangkap maksud bigmike. Semoga sahabat-sahabat pembaca blog bigmike yang punya kebiasaan berkata-kata kasar boleh belajar dari esensi posting ini. Posting sungguh mencerahkan. well done (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

@ All,

Membaca tanda-tanda merupakan kekuatan masyarakat tradisional. Hal ini diekspresikan dalam berbagai kearifan lokal. Perhatikan bahwa ada atribut "kearifan". Bijaksana. Sayang sekali kearifan membaca tana-tanda ini nyaris hilang dlam masyarakat moderen sehingga sepert kesan bigmike sering terlihat bahwa masayrakat moderen sering terperangkap dalam konsekuesni kata-kata cerobohnya.

Nah, mari kita belajar sedkit dari budaya Jawa yng ulung dalam membaca tanda-tanda.

Ki Hadjar Dewantara dengan menggali dari falsafah budaya Jawa mewariskan kepada kita ilmu dengan kedalaman filosofis, "Tiga-N", yaitu "niteni, niroake, nambahi". Dengan niteni kita berupaya mengenali lebih dalam berbagai kejadian alam. Niroake atau menirukan, yang dalam pengetahuan modern adalah simulasi, merupakan langkah selanjutnya dari hasil niteni, dengan berupaya menirukan kejadian alam yang kita alami untuk keselamatan kita. Wujudnya bisa berupa peringatan dini atau antisipasi terhadap bencana, misalnya bangunan rumah yang bersifat lentur yang lebih tahan terhadap goyangan gempa. Sedangkan nambahi, adalah upaya memberi nilai tambah dalam menyikapi kejadian alam yang telah kita kuasai dan bisa ditirukan tersebut.

Anda lihat, betapa hebatnya kearifan lokal dalam berusaha memberikan dan membaca tanda-tanda (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

@ Pak Syam,

Saya setuju dengan bapak bahwa posting bigmike ini sangat baik. Tapi saya harus jujur mengatakan bahwa dalam banyak hal budaya Jawa kerap merujuk kepada perilaku fatalistis. Perhatikan tanda-tanda dalam budaya Jawa berikut ini:....mangan ora mangan ngumpul....apa akibatnya? ternyata etos kerja yang terbentuk adalah etos malas-malasan yang penting bisa ngumpul. Hampir seluruh masalah kemiskinan urban di jakarta sepanjang menyangkut etnik jawa berasal dari falasafah ini (Alhamdi, 2003). Apakah bapak memiliki penjelasan yang memadai? (Eman, CN, Oebufu)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

anekdotnya amat lucu. Saya tertawa terpingkal-pingkal ha ha ha ha ha (eman)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Ada "kritikan" kepada saya yang disampaikan oleh @ Lampir di komen pada posting sebelum ini. Saya sngan menggunakan tanda on quote untk memberitahukan bahwa yag terjadi itu bukanlah kritik tetapi mengumbar ketidakmengertian secara sarkastis. Saya tidak tertarik untuk untuk menebak identitasnya meski dilihat dari "kebiasaan" memang ada seseorang yang seperti itu. Tapi it's ok. Doesn't matter.

Saya cuma ingin memperjelas persoalan bahwa persis seperti yang dibicarakan si Lampir tentang "perbedaan", maka pilihan saya untuk menganalisis sosok dan pemikiran bigmike adalah kebebasan saya. Hak azasi saya sebagai makhluk bebas. Jika pilihan saya menimbulkan perbedaan dengan si lampir, justru si lampirlah yang harus mulai dewasa untuk mempraktekkan wacananya sendiri tentang indahnya perbedaan. si lapr tidak suka terhadap "mantra" bigmike ya bikinlah ulasan supaya terlihat "perbedaan" antara saya dan dia.

Mengata-ngatai, lalu di dalamnya terdapat premis bahwa saya akan menuhankan bigmike adalah penyesatan logika yang luar biasa. Cara berpikir seperti itu hanya datang dari tidak diluaskannya pemikiran. Sempit dalam berpikir,

Persoalannya sederhana, ada puisi bigmike yang personal, sama personalnya dengan kegiatan blogging, lalu saya menafsir apa yang dimaui penulis. Kebiasaan ilmiah yang biasa. Ex post factum. Lalu darimana pikiran bahwa dengana itu saya akan menuhankan bigmike? Saya rasa pikiran itu hanya ada di kepala si lampir. Tidak ada pada saya.

Itulah sebabnya saya menyambut dengan gembira satu lagi posting bigmike yang mencerahkan. Thanx (Patrice)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Rasanya akan lebih lengkap jika aspek-aspek tanda dan simbol dikaitkan dengan ruang lain dari filsafat manusia,yaitu interioritas dan eksterioritas. Bigmike sudah menyinggung hal ini dalam posting tentang guru. Mengingat referensi yang dimiliki dan daya imajinasi yang agak liar dalam menulis maka akan mengasyikan jikalau bigmike menulis tentang hal-hal yang saya sebutkan itu. Saya menunggu dengan tidak sabar (Patrice)

Anonim mengatakan...

@ Pak Syam dan Eman,

Saya kira budaya jawa, dikaitkan dengan tanda dan isyarat tidak sesimpel yang ditulis dan dipikirkan sahabat-sahabat. Mungkin referensi dari Franz Magnis Suseno akan sedikit menolong. Sayapun sedang mencari buku tua itu. Terima kasih (Patrice)

Anonim mengatakan...

@ Patrice,

Anda luar biasa. Saya hormat dan respek terhadap anda. Saya pikir, posting ini ditutup dengan kalimat yang indah....jadilah harapan, jangan hanya berharap....Patrice, dan sudah barang tentu Bigmike, ada di barisan depan. Kami ada di rombongan belakang. Yo, kita kejar persahabatan, kebaikan, kasih sayang (Julius)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Bagaimana jikalau gambarnya ditambah dega nuansa kandang. Ada tanda lain dala peristiwa Natal selain pohon harapan, yaitu kesederhanaan kandang dan pembelaan terhadap yang lemah. Bagaimana? (Julius)

Anonim mengatakan...

bigmike
Tetapi, terlalu amat sering, tanpa sadar ataupun sadar, orang melakukan kesalahan yang amat fatal dalam berbicara dan memberi atau memahami tanda isyarat.

Saya setuju sekali dg kutipan postingan bigmike di atas. Seringkali org hanya ingin memberi, tp tidak mau memahami. Ato, kalopun memahami yaa pasti sesuai daya persepsi masing-masing org, sbgmn aneka ragam komentar thd posting bigmike sebelum ini. Mulai dr yg paling ancor dan ngawur, sampe paling serius berfilsafat. Lalu, timbulah perbedaan molai dr biasa2 sj, sampe sangat tajam berujung pertengkaran.

Nah, khusus mencermati kasus "pertengkaran" kemarin gara2 si lampir, saya kira kutipan di atas bisa menjadi suatu hikmat pencerahan dr bigmike utk para pihak. Termasuk saya sendiri.

Bahwa menyikapi perbedaan dg baik, ada dua hal timbal-balik yg dipersyaratkan. Memberi dan memahami. Mnrt sy, memahami ini yg rawan. Tp bigmike jg sdh menyadari itu, maka beliau kasi kritikan sbb:
Bicara tanpa pikir panjang. Menanggapi tanda amat tergopoh-gopoh tanpa memberi kesempatan kepada berjalannya mekanisme nalar yang tertib.

Ini memang pedang bermata dua. Artinya, semua pihak yg bertikai kemarin tdk lolos. Tp sy yakin, pedang bermata dua model begini msh akan sering dikeluarkan bigmike. Knp?

Krn perbedaan akan tetap ada. Lalu, siapa jamin tdk akan ada lg yg bicara tnp pikir panjang, sama mungkinnya dg yg menanggapi scr tergopoh-gopoh.

Yaaahhh, mari kita belajar legowo menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing apa adanya. Sy ingat kata2 pabrik kata Jogger: persoalan besar kita kecilkan, persoalan kecil (tdk esensi, pen) anggap sj tidak ada

Salam tanda isyarat :)

Anonim mengatakan...

@Patrice!

Pat! sekali lagi jempol untukmu!!!!

All

Rasanya tidak berlebihan bila
kita meminta sobat patrice agar sesekali posting hasil perenunganya! setuju???

@ Para Perusuh!!!

Berhentilah mempermalukan "Orang Lain", "Keluarga" dan "Diri Sendiri"

(Budhi)

Anonim mengatakan...

@ Proxy

Katanya Mike kesini Taggl 19!! Siap KopDar Nggak???

(Budhi)

Anonim mengatakan...

@ WIlmana,

Justru karena perbedaan itu tetap ada maka ketika menaanggapi perbedaan jangan menggunakan kata-kata yang "menusuk" kecuali ada kesepakatan untuk itu. COntoh: kelakar bigmike dan sahabat yang "kasar" kan tidak bermasalah karena di antara sudara bersaudara itu memang sudah saling mengerti. Lha, bagamana dengan kami yang datang ke blog bm semata karena kagum dengan BM?

BTW, kita terus menyesuaikan diri. OK? (Eman)

Anonim mengatakan...

@ Eman,

Kebetulan saya sedang OL juga nih...ini pengamatan saya...bisa benar bisa salah...masalah kita-kita dengan Wilmana dan yang lainnya yang se-DNA (istilah yang digunakan oleh bigmike)dengan bm adalah.....mereka terlalu terbiasa dengan saudara mereka itu. Setiap hari tumbuh bersama dan kadang-kadang sulit menyadari the real value of their brothers.

Di lain pihak, kita-kita berjumpa dngan bm dalam keadaan kosong sebelumnya dan begitu mebaca buah pikirannya...wahai....pemikiran-pemikirannya...jujur saja....ada di atas rata-rata. Silakan carikan 10 log dengan kualitas yang setara dengan bm. Itulah alasan kita bukan?

Masalah ini tampaknya kurang dimengerti justru oleh saudara-saudara bm sendiri. Tapi tak apa, semua itu urusan mereka. Dan kekaguman toh urusan kita. Tak perlu saling mencerca. Gitu aza koq repoootttt....(Sulis)

Anonim mengatakan...

@ Eman,

Menduga bahwa tanda-tanda yang berasal dari budaya Jawa membawa orang kepada budaya fatalistik saya kira adalah kesimpulan yang keliru. Ketika kita membaca posting bigmike tentang Kasih misalnya, bukankah ajaran seperti itu mudah ditafsir sebagai penuntun ke arah fatalistik? Tapi mengikuti ulasan bigmike, kita menjadi tahu bahwa ajaan KASIH tidak seperti itu.

Nah, harap memahami butir-butir tanda jawa lebih cermat. Jika tidak, kita akan keseleo dalam berkesimpulan. Is that right brother? (Sulis)

Anonim mengatakan...

@ Eman dan all,

mari saya perjelas maksud saya di atas dengan seri uraian berikut ini.

Dalam sebuah tulisan yang diterbitkan pada tahun 1982, Ina Slamet menilai, sikap masyarakat pedesaan Jawa yang sering cenderung pasrah (nrima, fatalisme) adalah suatu strategi untuk dapat bertahan hidup
(survive ) dalam suatu budaya atau suasana politik yang senantiasa menindas mereka sejak zaman penjajahan hingga sekarang.

Anonim mengatakan...

@ Sulis,

Wah senang bisa o bersama anda bung. Silalan diteruskan, saya menyimak. Go ahead bro (Eman)

Anonim mengatakan...

Tidak semua pengamat setuju, tentunya, dengan penilaian ini. Ekonom Belanda, Boeke, misalnya, atau wartawan Australia, Brian May, melihat, sikap ''fatalisme" (nrima, pasrah) ini memang bagian
dari budaya Jawa (memang sudah dari sono-nya). Niels Mulder mencoba memberi pemahaman baru
terhadap sikap nrima ini. Menurutnya, nrima-nya orang Jawa bukanlah sikap fatalisme, melainkan sekadar kesadaran akan batas kemampuan seseorang (aja ngangsa ).

Sekali lagi bung Eman, perhatikan dan kaj baik-baik pendapat Mulder di atas

Anonim mengatakan...

Lain dari semua di atas adalah hasil studi Prof. Sartono
Kardodirdjo, yang mengungkapkan, ke-nrima-an orang Jawa itu ada batasnya.

Sejarah membuktikan, jika batas ini dilanggar, orang Jawa dapat bersikap lebih agresif dari orang Batak atau suku-bangsa lain. Dan, jika agresivitas ini termanifestasikan, orang akan
termangu dan tidak percaya, karena sudah banyak termakan oleh ''romantisme" tulisan-tulisan tentang budaya Jawa yang agak
menonjolkan sisi-sisi ke-inggih-inggih-an, ke-nrima-an, rukun, harmony, keseimbangan, toleransi, dan sebagainya.

Bung Eman, ketahanan orang Jawa selama masa revolusi fisik pasca proklamasi RI datang ari sikap di atas. Dan hak ini membuktikan bahwa narima, yang merupakan "tanda dan isyarat" produk orang Jawa tidak selalu harus dimengerti sebagai sikap fatalistik.

Nah Bng, apapun wacana anda memaksa saya untuk membuat beberapa catatan dan semoga bisa menjadi informasi yang berharga bag sesam warga bangsa agar tanda yang berbeda tidak harus dijadikan alasn kita ntu berpisah. Banar begitu kan? (Sulistyo, Sleman, Jogjakarta)

Anonim mengatakan...

@ Sulis,

Thanx pencerahannya. Saya memerlukan waktu untuk menanggapinya. Aniway, saya mohon dimaafkan jika komen saya tadi pagi melukai perasaan mas Sulis. Sekali lagi tahnx. GBU (Eman)

Anonim mengatakan...

ha ha ha ha bung Eman.

Tidak ada masalah. Ini soal kurangnya pemahaman yang mendalam. Nah agar supaya bung EMan bisa lebih komrehensif maka silakan menari referensi kisah-kisah peayangan Jawa, yang meski pakem aslinya berasal dari India tetapi telah mengalami modiifikasi yang amat luar biasa sehingga menjadi khas Jawa. Siapa, apa dan bagimana orang Jawa bisa ditelusuri melalui kisah-kisah pewayangan.
Wassalam (Sulis)

Anonim mengatakan...

@ Eman dan Sulis,

Percakapan yang ueeennaaaaakkkkk tenan...ha ha ha ha

Untuk sampeyan berdua aq ngasih lagu yang top markoptop...

Yen Ing tawang ono lintang

Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Aku ngenteni teka mu
Marang mego ing angkoso
Sung takok-ke pawartamu

Janji janji aku eleng cah ayu
Sumedot roso ing ati
Lintang lintang'e wingi wingi nimas
Tresna ku sundul ing ati

Ndek semono janjimu disekseni
Mego kartiko keiring roso tresno asih

Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Rungokno tangis ing ati
Miraring swara ing ratri nimas
ngenteni bulan ndadari

Di dalam kata-kata lagu ini, ada tanda dan isyarat jawa yang luar biasa indahnya dan bersifat universal (Ghentenx)

Anonim mengatakan...

Eh, lirik lagu itu aq kirimkan juga kepada bigmike, sampeya kan 1/2 jawa. Terjemahka dan jadikan bahan posting dong.

Posting kali ini adalah pelajaran dengan bobot 3 SKS ha ha ha ha ha (Ghentenx, Sayidan)

Anonim mengatakan...

@ Eman dan Sulis,

Percakapan sahabat muda berdua sangat menarik. Saya merasa argumen mas Sulis sudah bisa mewakili apa yang saya pikirkan. Memahami Indonesia secara holistik memang merupakan kebutuhan kita semua agar Indonesia bisa lebih berjaya. Hormat saya (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Analisis dan pendapat dari Sahabat Patrice mungmin menarik untuk ditindak lanjuti. Apalagi dengan kemmampuan menulis dari bigmike yang mumpuni. Wassalam (Syam)

Anonim mengatakan...

@ Hai bigmike,

Syalom. Agak lama saya tidak mengunjungi blog. Ada kerja yang agak panjang di ladang Tuhan yang jauh dari berbagai akses komunikasi. Wah, blog "masih seperti yang dulu". Penuh warna-warni, renyah, menyenangkan dan sekaligus mencerahkan.

Sayang sekali saya melewati beberap episode posting yahg amat bagus. Dan ini terus terang beberapa kegiatan saya kadang-kadang terinspirasi dari blog ini. Tapi tidak apa-apa, saya masih bisa menikmati artikel-artikel yang bagus.

Kali ini saya tertarik akan percakapan di antara pohon terang dan kandang. Dan saya akan memberikan beberapa pendapat saya (Esther)

Anonim mengatakan...

ADA perbedaan mencolok mata yang dapat ditemukan jika hari-hari menjelang Natal kita berada di tempat ibadat Katolik dan Protestan. Suasana yang sama juga ditemukan di rumah-rumah warga Gereja Katolik dan Protestan.

Di gereja Katolik ada kandang (goa) natal dengan aneka macam patung: keluarga kudus, para gembala, binatang, malaikat yang mengidungkan Gloria in excelsis Deo. Di rumah ibadat Kristen Protestan, ada pohon terang dengan hiasan asri lainnya.

Anonim mengatakan...

Keberadaan kandang yang diyakini sebagai tempat Yesus dilahirkan ini menyangkut kepercayaan agama populis. Hal ini dimungkinkan pula oleh peranan pemerintah sipil. Pada awal abad VI Kaisar Justinianus menjadikan pesta Natal sebagai hari libur resmi. Pesta ini kemudian menjadi semakin populer di semua negara Eropa selama abad pertengahan (VII-XIII). Pesta ini juga mengilhami para seniman dan arsitek untuk menciptakan lagu, drama untuk kepentingan peribadatan, festival kerakyatan, dan bangunan-bangunan khusus.

Pada awal abad V, ketika Paus Sixtus III merekonstruksi Gereja Maria Maggiore di Roma, ternyata gereja itu memiliki tempat sembahyang yang dibangun menyerupai goa di Bethlehem. Karena itu nama basilika yang kedua sejak pertengahan abad VI adalah Santa Maria ad Praesepem (Santa Maria di Palungan). Sejak abad VII ada kapel di gereja itu yang dipakai untuk ibadat kepausan pada hari Natal.

Anonim mengatakan...

Penciptaan tradisi pembuatan kandang (goa) natal dimulai oleh Fransiskus Assisi (1181-1226). Dialah genius yang untuk pertama kali mengangkat devosi pada palungan (presepio). Pada tahun 1223 ia merayakan Natal di Greccio, Italia, bersama dengan seluruh kehidupan. Fransiskus, yang disebut juga Il Poverello d’Assisi (Si Miskin dari Assisi, Italia) menghidupkan kisah sekitar Natal di Bethlehem. Dia, yang begitu menyatu dengan lingkungannya, menangkap jiwa alam semesta.

Thomae de Celano, penulis Vita Prima Sancti Francisci (Riwayat Hidup Santo Fransiskus) dalam De praesaepio quod fecit in die natalis Domini (Perihal palungan yang dibuatnya pada hari kelahiran Tuhan), nomor XXX, bertutur, "Palungan telah dibuat, jerami diangkut ke situ, lembu, keledai digiring ke tempat itu. Di situ kesederhanaan dihormati. Kemiskinan dimuliakan. Kerendahan hati dipuji. Greccio dijadikan seperti Bethlehem baru". Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Natal dirayakan bersama makhluk yang hidup. Inilah cara Fransiskus menghayati hormat baktinya yang mendalam pada kemanusiaan Yesus Kristus.

Anonim mengatakan...

Dipromosikan oleh para Fransiskan dan religius lain, tradisi kandang (goa) natal itu tersebar luas di seluruh Eropa setelah abad XIV. Sejak zaman Baroque, setting palungan menjadi sebuah bidang yang sedikit pepak dan ruwet, dengan penambahan sejumlah sosok seperti Maria, Yusuf, para gembala, orang- orang Majus. Pada era pasca-Konsili Trento (1545-1563) para misionaris membawa serta tradisi kandang (goa) natal ke tempat-tempat mereka ditugaskan.

Pernah saya, menjelang Natal, berkunjung ke Gereja Santo Cosmas dan Damianus di Roma, dan menjumpai di sana kandang (goa) khas Napoletano. Di sini diperlihatkan Provençal santons (kerajinan boneka tanah liat asal Provence, Perancis-Red), termasuk semua karakter-seperti nelayan, pemburu gelap, seorang idiot dan tolol-yang datang untuk menghormati Yesus Kristus. Ini mau menyatakan: semua mendapat bagian dan tempatnya sendiri.

Ini adalah tradisi di Gereja Katolik Roma (Esther)

Anonim mengatakan...

Nah Bagaimana dengan tradisi Natal kelompok Kristen Protestan yang memasang Pohon Natal dan hiasannya yang semaak dan cantik itu (lihatlah bigmike yang juga memasang gambar pohon nata nan cantik di blognya)

Banyak sekali dongeng mengenai asal usul dari pohon Natal, orang yg tidak berkenan dgn pohon Natal, memberikan dongeng sebagai berikut:
Bangsa Rumawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan Saturnalia, menghiasinya dengan hiasan2 kecil dan topeng2 kecil, karena pada tgl 25 Desember itu adalah tgl hari kelahirannya dewa matahari Mithras yg asalnya dari dewa matahari Iran yg kemudian dipuja di Roma. Maka dari itu juga hari Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dgn arti kata Zondag, Sunday atau Sonntag. Perlu ditekankan disini dewa2 matahari lainnya juga seperti Osiris, dewa mataharinya orang Mesir, dilahirkan pada tgl 27 Desember. Dewa matahari Horus dan Apollo pada tgl. 28 Desember. Maka dari itu juga ada aliran2 gereja tertentu yg mengharamkan tradisi pohon Natal ini sebab dianggap memuja dewa matahari.

Anonim mengatakan...

Cerita lainnya lagi ialah:

Tradisi penggunaan pohon Natal ini berasal dari Martin Luther (1483-1564) yg mempopulerkan pohon Natal di Jerman. Ia begitu berkesan akan keindahan suasana Natal dan bertaburannya bintang diatas pohon cemara di sekitar rumahnya, sehingga ia berusaha untuk mengalihkan suasana Natal ini ke dlm rumahnya dgn cara mendekorasi pohon cemara tsb menjadi pohon Natal. Pertama kali pohon Natal tercantum secara tertulis di Elsas pada th 1520, sedangkan lukisan tertua yg menggambarkan pohon natal dihias berasal dari th 1579. Baru di th 1850 pohon Natal itu merambat menjadi tradisi di seluruh dunia.

Anonim mengatakan...

(bahan berikut ini saya ambil dari Wikipedia)...

Kebiasaan memasang pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon cemara, atau mengadaptasi bentuk pohon cemara, itu dimulai pada abad ke-16.

Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memajang pohon Natal untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.

Begitulah, tradisi pohon Natal yang kemudian mengglobal harus diakui ada sentuhan Bangsa Amerika yang yang memang kampiun urusan selebrasi. Sekarang ini, tahun lalu saya bernatalan di Jepang, oang Jepang tidak perduli apa agamanya, ikut merayakan Natal secara meriah dan....ramai menghiasi rumah, halam rumah dan park dengan pohon Natal yang amat sangat indah.

Anonim mengatakan...

Persoalan bagi kita adalah, apa makna emuat kadang dan pohon terang dalam perayaan Natal? Apakah tanpa hal-hal ornamental itu Natal kurang Valid? Saya kira tidak.

Kandang adalah perlambang kepedulian Yesus terhadap nasib orang-orang tersingkir. Apakah ketika kita merayakan Natal kita mengingat orang-orang seperti itu? Yang sering terjadi adalah kita asyi dengan ornamen-ornamen kita, pakaian baru kita atau makanan-makanan kita lalu lupa kepada mereka yang tersisih itu.

....Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya; siapa gembira karena suatu kecelakaan tidak akan luput dari hukuman (Amsal 17:15).....renungkanlah ayat itu

Anonim mengatakan...

Bernatal tidak harus selalu adalah pohon Natal tetapi seperti kata bigmike, pohon itu adalah tanda bagi kita. Apa tanda itu. Apa makna pohon Natal bagi kita?

Tradisi pohon Natal ini punya makna bahwa Yesus Kristus yang disebut dalam Lukas 1: 78 sebagai "Surya Pagi" dan Yohanes 8:12 sebagai "Terang Dunia", kelahirannya datang membawa terang bagi dunia ini. Menurut tradisi, pilihan merayakan Natal 25 Desember, bersangkut-paut pula dengan Yesus Kristus sebagai Terang Dunia.

Pohon Natal adalah pohon cemara. Pohon ini ketika salju adalah pohon yang mampu evergreen. Hal ii elambangkan iman kita yang harus tetap tegar di tengah dunia yang penuh mara bahaya.

Pohon yang tetap hijaun juga mlambangkan harapan bahwa setelah kesusahan pasti akan datang kesukan asal tetap berpegang kepada Yesus sang terang dunia itu.

Pohon Natal adalah pohon pengharapan, pohon yang seharusnya membawa kebahagiaan bagi siapa saja. Sebab pohon Natal merupakan simbol dari Yesus Kristus sendiri, Terang Dunia dan Sumber Kehidupan Baru dan Abadi. Jutaan orang Kristen dari abad ke abad telah mendapatkan kegembiraan dan suka-cita hidup melalui pohon Natal. Ribuan pasangan yang berselisih merayakan saat-saat rujuk di bawah pohon Natal. Ribuan orang yang mengalami keresahan hidup, perselisihan, kekecewaan dan macam-macam pergumulan lainnya, mendapatkan pemulihannya di bawah pohon Natal, simbol dari Sang Terang Dunia, penyembuh dan pemulih sejati.

Nah bigmike, ketika anda memilih measang gambar pohon Natal sebagai ornamen di blog, sahabat terkasih sedang bersaksi tentang Sang Maha Terang yang menjadi sumber dari segala sumber harapan itu. Yesus Kristus.

Tuhan Memberkati. Syalom (Esther)

Anonim mengatakan...

@ Esther,

Woooiihhhh......ulasan Ibu pendeta dari Surabaya ini sangat apik dan mearik. Kita yang non Krisitani bisa belajar dari ini dan tidak usah terjebak dalam dikotomi setuju aau tidak setuju. Yang terpenting ketia menjadi tahu tradisi saudara sebangsa dan setanah air kita yang berbeda agama. Bhineka Tunggal Ika. Jaya Indonesia. MErDEKA. Hoooiiiiii.....ANAK NKRI....luncat dan ngakak dech eloo.....wakakkekekekekkikikikik...(Proxy73)

Anonim mengatakan...

Sebenernya, gw enggak terlalu asing dengan tradisi Natalan karena babe en adik gw ngerayain Natal. Gw ma nyokap lebaranan. Nah, searang gw mau kasi komen ke Bang Eman, Pak Syam en Sulis,

Salah satu sumbangan budaya Jawa dalam tradisi Lebaran adalah ketupat Lebaran. Tuh "tanda" Jawa.

Ketupat dalam bahasa jawa biasa disebut kupat , dalam salah satu website , disebutkan bahwa adanya tradisi makan Ketupat di luar (setelah) hari Lebaran, yang biasanya dinamakan dengan hari Raya Ketupat, disebut sebagai tradisi Kupat Luar . Kupat ini berasal dari kata Pat atau Lepat (kesalahan) dan "Luar" yang berarti di luar, atau terbebas atau terlepas, dengan harapan bahwa orang yang memakan Ketupat akan kembali diingatkan bahwa mereka sudah terlepas dan terbebas dari kesalahan, sehingga masyarakat diharapkan akan saling memaafkan dan saling melebur dosa dengan simbolisasi tradisi kupat luar .

Di salah satu sumber lain, Ketupat berasal dari kerotoboso (atau bahasa singkatan) dari kata Ngaku Lepat yang berarti mengakui kesalahan. Tradisi Ketupat diharapkan akan membuat kita mau mengakui kesalahan kita sehingga membantu kita untuk memaafkan kesalahan orang lain juga. Sehingga, dosa yang ada akan saling terlebur.

Nah begitulah bro-bro en pak Syam. Harap di copy gicyuuuu....wakakekekekikikik.... (Proxy73)

Anonim mengatakan...

eh beneran bigmike mau ke Jakarta? (Proxy73)

Anonim mengatakan...

Duh wueleh wueleh! mantapnya! komen2 kali ini!
dimulai dengan sedikit ketegangan lama2 menjadi cair dan mulai berbobot! sip dah!

@Mas Sulis

Top ulasannya! saya penggemar wayng lho! kuping saya akrab dengan suaranya mbah hadi sugito, mbah parman dan tentunya Mbah Timbul Hadiprayitno, sering manteng di radio safari ato SJ.

@Genthenx

Sip tembang yen ing tawang ana lintang nya! sip tenan, tapi mungkin DANDANG GULA lebih mengambarkan falsafah orang jawa, ato mas sulis punya pendapat lain??
saya juga suka ILIR-ILIR, yang kalo ditelaah ada tuntunan dalam menjalani hidup!

@ Ibu Pendeta Esther

Benar2 pencerahan! makasih buanyak! syalom!!!


@Proxy73

Mike sekarang di mataram, rencananya besok terbang ke JKT? aku belum tahu dia ada waktu kapan tapi kalo ente serius KOPDAR nanti aku coba tanya ke MIKE! ok bro!

(Budi)

Anonim mengatakan...

@ Ibu Esther,

Terima Kasih uraiannya. Tapi jika bigmike memuat gambar kandang maka akan tampak lebh indah dan semakin memperkuat imagi pluralisme nya blog ini. Tapi saya memahami kendalanya karean sekarag bigmike sedang bertugas keluar daerah (Julius)

Anonim mengatakan...

oh ada mas Budi,

Wah selamat malam Bu. Memang pak Mike ada di Mataram. Seleksi proposal lagi. Selamat malam Bu. Syalom (Julius)

Anonim mengatakan...

Eh ada pak Julius! karmana kupang hari ini hujan ko??

(Budi)

Anonim mengatakan...

Eh, Beta ada di Denpasar. Kegiatan. Besok baru pulang Kupang (Julius)

Anonim mengatakan...

Oh tentang ketegangan di awal percakapan beta pikir itu merupakan ciri blog ini. Tapi, sekarang sudah amat baik karena pak Mike langsung turun tangan. Pokoknya, percayalah, ini blog mantap punya. Lihat saja beberapa orang sudah pasang iklan HP, jewel, komputer dan lain-lain di blog ini. Artinya, blog ini memang pantas dibanggakan kitorang anak Kupang meski pemiliknya "angina-anginan" ha ha ha ha. Malam bae Bu (Julius)

Anonim mengatakan...

Whuih!!! Pasti Pak Julius Su balanja Oleh2 Natal Buat yang di rumah dong Ko?? Mantap suda!!!

Anonim mengatakan...

Hoiiiiiii mas Budi, nanti ane ngecek beritanya ya kalo bm ke kajakarta. GW pengen jajal ngeblues bareng ha ha ha ha ha (Proxy73)

Anonim mengatakan...

@Proxy

ngebules bareng?? Whua ini baru muantap tenan! rupanya sobat ini singer juga! tapi jangan yang berat2 biasanya pengiring suka binun2 kalo berat2, maklum kelas biasa2!!

(Budi)

Anonim mengatakan...

@ Mas Budi,

Saya setuju dengan anda bahwa lirik lagu lir ilir lebih kaut kesan relgiusnya dan sekaligus "tanda" ke- Jawaan-nya.

Saya kutipkan

Lir ilir lir ilir tandure wis sumilir,
Tak ijo royo-royo tak sengguh penganten anyar,
Bocah angon…bocah angon penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu peneken kanggo basuh dodotiro,
Dodotiro…dodotiro.. kumitir bedhah ing pinggir,
Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore,
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surako surak horee.

Anonim mengatakan...

Lantas, ini artinya:

Sayup-sayup bangun dari tidur, tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak pinggirnya. Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya sedang banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak horee..

Coba disimak kembali arti lagu lir ilir tersebut

Anonim mengatakan...

Dengan itu, Orang Jawa ingin mengatakan bahwa mereka bukan fatalistis.

Setelah masa gelapn dan tidur....akan ada masa yang menyenangkan. ...tanaman berseri-seri.

Orang Jawa juga dipesankan untuk hidup berusaha, jangan kalah dengan keadaan......panjatlah pohon belimbing meski licin...

Hasil apapun yang di dapat dalam sehari bekerja, jangan dihambur-hamburkan.....pakaian yang koyak dipingirnya jahitlah karena sebentar lagi sore....

Akhirya, adaa optmisme orng Jswa.....selagi banyak waktu luang, bersoraklah...

Nah apakah orang Jawa fatalistis? menurut saya tidak. Dalam tandanya, orang Jawa adalah orang optimistik yang selalu waspada.

Tetapi pertanyan bung Eman baik sekali karena kita dipaksa untuk mkenggali khasanah budaya kita sendiri. Saling kenal untuk membentuk Indonesia yang Jaya (Wied)

Anonim mengatakan...

buat @proxy73

rencana kopdarannya terpaksa ditunda karena saya harus menunggu ibunda yg kurang sehat.

(Budi)

Anonim mengatakan...

Buat Mr Proxy73

Saya mohon maaf sebesar-besarnya karna tidak dapat melaksanakan KopDar kita sehubungan sakitnya bunda, sekarang saya bersama Mike dan adik2 lainya sedang menunggui bunda di ruang HIGHT CARE UNIT RS-PGI CIKINI. Sory berat ya Broer!!

(Budhi)

Anonim mengatakan...

he ! ada kana ko????

Anonim mengatakan...

@ Bigmike dan semua saudara,

Kami ikut mendoakan kesehatan Ibunda. Tuhan menolong (Eman dan seluruh komunitas CN)

Anonim mengatakan...

@ Pak Syam, Sulis, Wied dan semuanya,

Saya punya materi untuk kita diskusikan tentang apakah orang Jawa berpendangan fatalistis tapi rasanya kita tunda saja dahulu. Bigmike sedang "prihatin". Satu-satunya yang harus kita lakukan adalah membantu BM untuk berdoa. Semoga dapat dipahami (Eman)

Anonim mengatakan...

Dear Bigmike,

Tepat di hari Ibu, Bigmike bersedih karena Ibundanya sakit. Gw hanya kirim doa dan membuat sebuah puisi untuk Ibunda BM dan semua Ibu di mana saja

"Puisi Untuk Ibu"

Meskipun dirimu manusia biasa
bagiku engkaulah malaikatku
yang tak pernah lelah
membimbingku

ibu, maafkanlah aku
yang dulu sering tidak memahamimu
yang kadang meremehkanmu

ibu engkaulah suwargo katon itu
tak pernah terlambat memberi kedamaian
semoga kau bahagia selalu
semoga aku dapat membahagiakanmu

ibu, hari ini kami memperingatimu
ibu, “selamat hari ibu”
terimalah salamku
dari anakmu

Anonim mengatakan...

@ Pak Mike,

Sedih juga mengetahui Pak Mike sedang kesusahan. Kami doakan Ibunda cepat sembuh. Tuhan Memberkati

Unknown mengatakan...

Ah sori pak Mike, Itu dari kami di Markas

Unknown mengatakan...

Oh iya pak MIKE, ada undangan dari Bali bulan Januari. Sudah kami arsipkan dan diputuskan oleh pak Ketua nanti kalau balik Kupang

Anonim mengatakan...

@ Ama Ludji dan saudara-saudara,

Beta kaget baca chatt box. Beta cuma ingat lu pung kata di ForDAS: tidak ada pahlawan yang mendapat gelar di atas kursi malas. Ama betul-betul ditempa Tuhan begitu keras pasti ada 1 maksud tertentu. Berserahlah penuh kepad-NYA. Beta dukung dalam doa. Mama cepat sembuh. Tuhan Yesus menyertai ama dan semua saudara (A9ust)

poempuisi mengatakan...

eh puisi Ibu itu dari GW. Sori

poempuisi mengatakan...

Puisi dalah tanda
jangan pernah mengabaikan tanda
dan oleh karenya, jangan pernah mengabaikan puisi

Anonim mengatakan...

@ Pak Mike,

Kami mahasiswa TPT mendukug bakan dan keluarga dalam doa. Semoga Tuhan menyembuhkan mama pak Mike. GBU (Sony)

Anonim mengatakan...

@ Sahabat muda Bigmike,

Tabahlah. Kami medukung dengan doa (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

@ Eman,

Untuk menghormati bigmike, baiklah kita "gencatan senjata" dahulu (Syam)

Anonim mengatakan...

Buat @BM dan keluarga,

Adalah sesuatu yang tidak harus diungkapkan.
Adalah sesuatu yang tidak harus disampaikan.
Adalah sesuatu yang tidak harus diterjemahkan.
Sesuatu itu yang mungkin disebut Kasih Ibu.

Lirik yang selalu aku ingat.
dan akan selalu aku nyanyikan

Kasih ibu,
kepada beta
tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi,
tak harap kembali,
Bagai sang surya, menyinari dunia.

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah, penuh nanah

Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalasmu.ibu..

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu

Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalasmu ibu..

Mungkin perjalanan ini masih panjang untuk dilalui oleh seorang ibu, tetapi kami masih berharap untuk selalu berada didekatmu dan dibelai olehmu.
Terima Kasih Ibu.
Terima Kasih sudah Menggendongku selama 9 bulan di perutmu.
Terima Kasih sudah Mengganti Popokku, dan Menjagaku ketika aku sakit.
Terima Kasih sudah Menjadi Temanku yang paling baik.
dan Terima Kasih sudah Menjagaku sehingga menjadi seperti ini.
Kasihmu Memang Abadi.

Buat @BM dan keluarga...Tuhan tahu kalian mampu menghadapi beban yang datang silih berganti, untuk itu tetap kuat dan jangan pernah berhenti memohon pertolongan dari Tuhan.(YR)

Anonim mengatakan...

For my best blogger Bigmike,

Nyanyian Seorang Ibu Kepada Anaknya yang akan lahir:

Anakku
ketika kunantikan saat kelahiranmu
bersama tangis sendu yang melemas rindu
terasa waktu berganjak terlalu lambat
sehingga kadangkala kurasakan
debar dan cemas itu
saling datang pergi membawa segala

Anakku
dalam lambatnya waktu yang tiba
kutanam harapan setinggi gunung
betapapun taufan dan badai silih berganti
menghempap duka dan seksa di hati
namun ia tidak terasa lagi
hanya sekadarkan yang datang itu
bagai elus lembut angin laut membujuk
membisik sebuah rindu dan kasih saying
menjelang tiba tangis pertamamu yang panjang

Akhirnya kau pun datang anakku
dengan penuh keredaan pada yang merestuinya
betapa tangan kecilmu tergapai-gapai
bersama tangis nyaring mengusik hati
dan penderitaan selama menantimu pun
tenggelam sudah dalam wajah comelmu yang merah jambu

Papamu di seberang
menerima kehadiranmu dengan syukur segala rasa
menjamahmu dengan gamit sebuah bahagia
bersamanya ada doa seluas lautan
bersamanya juga terbina harapan menjangkau awan
agar dewasamu nanti
menjadi teras sebuah impian
buat mama, papa dan keluarga

Demikian anakku
impian suci mama papamu
di saat menjelangnya tangis pertamamu
darimu yang menguntum segala

(Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Gw dan kami mendukungmu melalui do'a-do'a kami. Tuahn YAng Maha Satu itu akan mendengar. Tenang Bro (Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Gw dan kami mendukungmu melalui do'a-do'a kami. Tuahn YAng Maha Satu itu akan mendengar. Tenang Bro (Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Hidup adalah bersyukur. Ketika gembira bersyukurlah. Ketika sedih, tetaplah bersyukur. Allah menghitung semua kegembiran dan kesedihannya. DIA akan menyelenggarakan hidup tepat, menurut kebutuhan kita. Yang terbaik untuk kita. Tabahlah. (Patrice)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Pagi ini langit Jakarta Mendung. Hujan gerimis turun perlahan. Semua merupakan "tanda" hati BM dan keluarga yang sedang berjuang menghadapiketikda pastian. Tapi, Jika Tuhan ada di samping, siapa yang perlu ditakutkan? Tabahlah sahabatku (Elazahayu, MK)

Anonim mengatakan...

@ All,

Bigmike memang sedang berprihatin tetapi salah satu cara untuk mendukugnnya, menurut hemat saya, kita teruslah berdiskusi. Oleh karena itu, saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan.

Ketika masih studi di kampung orang, kami bersepakat dengan teori Clifford Greetz tentang perlapisan sosial masyarakat Jawa: priyayi, santri dan abangan. So, ada gejala ekskulsifitas sosial. Meski antropolog Indonesia berusaha menolak teori ini
tetapi patron dasarnya tidak bisa disanggah, yaitu korelasi yang kuat antara struktur sosial dan budaya.

Situasi yang mirip terjadi juga di SA. Ada pelapisan sosial yang malu-malu diakui, yaitu WASP. Makanya, kemenangan Obama dilihat pula sebagai "tanda" mulai terkikisnya kejumudan itu.

Nah, siapa yang berani memastikan bahwa kejumudan itu sudah berubah di Indonesia yang politknya sanat Jawa sentris ini? (Eliz)

Anonim mengatakan...

@ Eliz en all,

Pertama, saya ingin mendukung BM dalam doa'a. Tabahlah dan tetap tidak hilang harapan.BM pernah memposting tentang harapan. Posting yang bagus. Saatnya mempraktekan teori BM sendiri. Tapi saya haqul yakin orang seperti BM pasti bisa.

Kedua, ajakan Eliz baik sekali. Bayngkan ketika sedih dan mendatangi blog ...eh...blognya sepi...BM akan semakin berduka. Yuupp....kita diskusi....(Suryana)

Anonim mengatakan...

dear all,

Trikotomi Geertz memang sejak awal membingungkan karena mencampuradukkan aspek keberagaman dengan stratifikasi sosial dan dalam kenyataan tidak sesederhana itu karena masing-masing terjadi konversi dan perbauran. Muncul dugaan, Geertz ingin menciptakan konsepsi untuk memberikan substansi kepada teori kelas menengah. Golongan priyayi menempati posisi teratas, kaum santri di bagian tengah, dan golongan abangan berada di bagian bawah.

Anonim mengatakan...

tulisan Geertz sejak awal banyak dikritik. Salah satu yang pertama dari Harsya Bachtiar yang menurutnya, ketiga varian Geertz tersebut tidak bersumber pada satu sistem klasifikasi yang sama. Dalam kenyataannya, tidak selalu demikian karena ketiga varian ini kadang-kadang bercampur. Meskipun demikian, klasifikasi Geertz sangat membantu untuk melihat sifat dan watak kaum Muslimin Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Karena penggolongan religio-sosial tersebut didasarkan pada pengalaman agama, maka yang digunakan biasanya konsep abangan dan santri, sementara priyayi dipandang berada di tempat yang lain.

Anonim mengatakan...

Klasifikasi santri-abangan dilakukan berdasarkan pengalaman agama dan tampak secara horisontal. Sedangkan priyayi (secara sosial), penggolongannya adalah vertikal. Dengan demikian, menggabungkan ketiganya dalam satu klasifikasi adalah menyesatkan. Kritik yang sama datang dari Heffner, seorang antropolog dari Universitas Boston Amerika Serikat. Heffner lebih menyukai istilah Javanism daripada abangan karena tidak semata-mata pada kepercayaan, tetapi juga institusi sosial.

Anonim mengatakan...

Ruth McVey, yang mengomentari konsep trikotomik Geertz berkata, “Dalam kenyataan, pembagian tiga priyayi-santri-abangan didasarkan atas dua pembagian yang termasuk susunan yang berlainan. Dalam hal kebudayaan pemisahan utama terjadi antara ajaran Islam dan ‘agama Jawa’ yang dianut para priyayi-abangan yang memasukkan pikiran pra-Islam ke dalamnya serta mewakili kebudayaan desa dan keraton di Jawa pedalaman, dalam mempertahankan diri terhadap kekuasaan Islam yang telah melangkah maju dalam sejarah. Dilihat dari pendirian ini maka masyarakat Jawa terbagi menjadi dua — bukan tiga bagian kebudayaan. Dan sesungguhnya ini merupakan pembagian dua atas golongan santri dan abangan”.

Anonim mengatakan...

Sampai sekarang, kedua golongan ini masih ada dan pengaruhnya begitu merasuk dalam kehidupan masyarakat Islam Jawa. Dalam sejarahnya, keduanya merupakan unsur-unsur penting dalam proses perubahan sosial, politik, dan agama di Indonesia. Dalam keadaan demikian, santri dan abangan memiliki dampak yang berarti bagi kehidupan sosial, politik dan beragama di Indonesia. Tidaklah berlebihan bila Emerson mengatakan bahwa penggolongan santri-abangan merupakan favorit topik bagi para pengamat politik Indonesia.

Anonim mengatakan...

Dari pemikiran Geertz itu, Herbert Feith kemudian menderivasi menjadi lima aliran pemikiran politik di Indonesia yang dipengaruhi oleh Hindu, tradisionalisme Jawa, Islam serta Barat ke dalam ideologi komunisme (PKI), nasionalisme radikal (PNI), sosialisme (PSI), Islam (NU dan Masyumi) dan Tradisionalisme Jawa.

Anonim mengatakan...

Pada saat ini, pengelompokan abangan-santri secara horisontal (berdasarkan pengamalan keagamaan) dan priyayi-wong cilik (berdasarkan karena adanya konvergensi sosial). Terjadi mobilitas sosial dari wong cilik ke atas, dan sebaliknya dari priyayi ke bawah. Sementara itu, golongan santri dan abangan sudah membuka diri sehingga terjadi proses saling mengisi. Akibatnya, batas-batas kultural di antara mereka sulit dikenali lagi. Bahkan di tengah kebangkitan dan antusiasme Islam belakangan terjadi “santrinisasi” kelompok abangan & sekuler, malah sebagian mereka mengeras menjadi “neo fundamentalisme”.

Anonim mengatakan...

Dengan demikian tentu saja model trikotomi Geertz dalam membaca pola kecenderungan masyarakat Sunda tidak bisa dipakai seluruhnya, meskipun di beberapa bagian dapat digunakan alakadarnya. Dulu, di tatar Sunda, karena pengaruh Mataram, masyarakat dibagi ke dalam kaum menak (bupati -priyayi) atau senata dalem (bangsawan keturunan bupati) dan golongan atau somah (rakyat biasa). Sedangkan istilah santri di tatar Sunda cukup populer yang berkonotasi taat beribadah dan berkelakuan baik sehingga Bupati R.A.T. Wiranatakusumah pada saat itu dikenal sebagai bupati yang nyantri. Sedangkan istilah abangan, di tatar Sunda memang tidak populer untuk menggambarkan orang yang kurang taat melaksanakan ajaran agama sering masuk dalam kategori ini misalnya apa yang dulu disebut syahadat kalimusada, Islam Saepi dan Islam Madrais yang satu sama lain mempunyai karakter tersendiri.

Anonim mengatakan...

Berikut ini adlah sebuah kasus yang menunjukkan bahwa teori Greetz dapat dikatakan gugur dengan sendirinya:

Pada komen di atas, saya sudah menyebutkan aliran Madrais. Pada awalnya hal ini merupakan kesalahan strategi dakwah sebagaimana dicontohkan para wali songo di mana mereka tidak menghadapi budaya yang ada secara frontal tapi melingkar dan merasuk ke dalam sehingga aspek substansi secara tidak disadari sudah berubah dengan warna Islam, contoh cerita pewayangan dan beberapa adat istiadat. Dan model ini tidak berhasil ketika proses Islamisasi di daerah Cigugur karena telanjur dicap penyimpangan sehingga akhirnya mereka lari ke PKI, Sunda wiwitan dan akhirnya ke Kristen, karena masyarakat Islam yang ada sudah tidak menerimanya.

Anonim mengatakan...

Terlepas dari itu, semua proses Islamisasi di Jawa sejak awal dilakukan tanpa paksaan dan atas dasar sukarela, lembut dan penuh toleransi dan justru ini yang menjadi salah satu keberhasilannya. Sehingga jika ada beberapa kelompok yang belum tersentuh di satu etnis yang sama harus dianggap suatu yang wajar saja, khususnya untuk kelompok Kristen di Cideres dan sebaiknya justru menjadi “PR” juru dakwah selanjutnya.

Anonim mengatakan...

lhasil, dalam dinamika kehidupan mustahil melahirkan “kesatuan” dan keseragaman pemikiran, aliran keagamaan dan ideologi politik, karena takdir kehidupan sendiri setidaknya berpasangan

Anonim mengatakan...

Akhirnya,

apa inti tulisan panjang lebar itu? Saya ingin mengatakan bahwa mengaktegorikan orang Jawa atas 1 model pelapisan sosial saja adalah gegabah, prematur dan malas berpikir panjang. Kita tidak bisa menyimpulkan sesuatu berdasarkan kesan sekali pandang. Thnx (Suryana)

angin-angkasa mengatakan...

@ Suryana,

Ulasan yang menarik. Argumen yang memikat.

angin-angkasa mengatakan...

@ Bigmike,

Hidup harus berpengharapan (Bigmike, 2008). Lakukanlah...

Unknown mengatakan...

woooiiiii Bm, you are the strong man with the strong mind. Jangan kalah dengan kesulitan. Still be strog my man.

Unknown mengatakan...

@ All,

Ada diskusi menarik antara Eman, Syam, Wied, Sulis, Eliz, dan Suryana. GW nimburng nih...

Mengapa dikatakan teori Cliford Greetz (CG) gugur? Enggak ada itu. Yang terjadi adalah diskursus tajam yang terus membawa nama CG. Landasan teorinya dipakai guna pengajuan hipotesis-hipotesis baru. Gitu loh

Unknown mengatakan...

Mengapa saya berkesimpulan demkina? Satu hal, yaitu Geertz membalikkan pandangan para antropolog yang didominasi kaum fungsionalis. Mereka berpendapat bahwa agama dibentuk oleh masyarakatnya. “Tapi, dari penelitiannya ini, Geertz berpendapat bahwa masyarakat juga dibentuk oleh agamanya,” Preposisi ini membuat CG nyaris menjadi begawa.

DAlam konteks diskusi di blog, penggunaan pola pikir CG menyebabkan kita dapat memahami bahwa budaya orang jawa sangat dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaannya. Jadi, fatalistis, nrimo dan sebagainya itu tidak pernah berdiri sendiri. Rujukannya ada pada kepercayaan orang jawa itu sendiri. Perbenturan itu yang menyebabkan suka atau tidka suka, masayaralat jawa memang struktur sosialnya berpalis-lapis. Tapi saya mau tanya, masayalakat mana yang tidak seperti itu? Apakah Eman bisa membuktikan bahwa di tempatnya enggak ada pelaisan sosial? So, semua adalah gejala normal peradaban. Thanx

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Lonceng gereja mulai berbunyi. Natal segera tiba. Siapkan hati untuk Tuhan. Bagaimana hati disiapkan untuk Tuhan sedangkan kesulitan sedang mendera? ....ketika AKU sakit .........maka memberi perhatian kepada orang yang sakit seperti ibunda tercinta adalah perintah Yesus, Bayi Natal itu. Selamat berbahagi merawat yang sakit. JBU (Larry)

Anonim mengatakan...

Ini ayat Alkitabnya:

Matius 25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;

25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.

25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?

25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?

25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?

25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

(Larry)

Anonim mengatakan...

@BM dan keluarga
Dalam kitab Yakobus 5:7:11 berbicara mengenai kesabaran. Disitu Yakobus memberikan gambaran
mengenai petani, para nabi di zaman Perjanjian Lama dan juga Ayub. Seorang petani bersabar menantikan hasil tanahnya yang berharga. Dalam masa penantian itu, petani bergantung pada hujan yang adalah anugerah Tuhan. Begitu jugalah seharusnya ketergantungan orang percaya pada pemeliharaan Allah. Maka dapat dikatakan bahwa kesabaran merupakan sikap hati yang berharap dan percaya total pada pemeliharaan dan perhatian Allah. Sementara menanggung derita, kita sabar sebab yakin bahwa tujuan iman kita di dalam Tuhan pasti akan terwujud.

Kita memang tak pernah tahu kenapa harus mengalami masalah yang datang silih berganti. Namun,
jika hidup dalam syukur dan bukan dalam kemarahan, dalam keyakinan akan Allah dan bukan dalam sungut-sungut; niscaya kita, seperti Ayub, akan menyinarkan kemenangan di hadapan Iblis yang
gagal menjatuhkan kita.
Maka gantungkanlah segala pengharapanmu hanya kepada DIA pemberi kehidupan ini. Saya dan keluarga mendukung dalam doa untuk kesembuhan Ibu dari @BM. (Adek)

Anonim mengatakan...

@ Pak Mike,

Mohon maaf, saya baru kembali dari Rote. Biasa, tugas Republik. Pertama saua seang melihat wajah blog yang dihiasi pohon terang. Ah, pak Mike tetap menunjukkan jati diri sebagai Anak Terang yang warga bangsa yang pluralis. Salut.

Kedua, Posting ini sungguh mencerahkan pikiran saya. Ada banyak cara untuk bersaksi seabagai Anak Terang. Saya pikir, satu lagi bahan renungan yang berguna memasuki hari raya Natal (Yes, BTN)

Anonim mengatakan...

Tepai saya sungguh kaget karena pak Mike ternyatasekarang berada di Jakarta untuk menjaga Oma Tien yang sakit. Saya ikut berdoa. Tuhan sang Maha Tabib itu kirany akan menyembuhkan Oma dan memberkati semua usaha Pak Mike dan keluarga. JBU (Yse, BTN)

Anonim mengatakan...

Weew.... keknya baru semingguan lebih dikit gak nyamper nyemper kesini rasanya dah lama nian yaa..

Komennya keren... keren
Keknya masing2 komen expresi skaligus cerminan pribadi masing2 deh.
Gw juga mo ikutan ngexpres n nyermin via postingan ini ya.
Gw liat di cermin, postingan itu mirip kata2 nyak gw:
ojo dumeh (sok teu), ojo gumunan (tertipu ma fatamorgana penampilan padahal boong banget), ojo gampangan (maen klaim, basi!), ....

Mirip juga kata2 nenek gw (ya iyalaah.. like mother like daughter):
Ojo rumongso pinter ning pintero rumongso (in Bahasa: janganlah ikut2an ngomen sbl membaca dan merasa paham betul dg makna n maksud postingan n komen2 sblmnya. hueh hehe...)

Tx to yg bawa ayat2 jd inget ayat yg berkaitan:

Matius 23:12:
Barangsiapa meninggikan diri maka ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri maka ia akan ditinggikan

CMIIW, sori yaa.. kalo salah inget or salah tafsir, soalnya dah lama gak latihan nih. Mangnyee... apaan seeh?? Aqyuu.. khan sebel ma ibu2 yg gemuk itu soalnya dia kalah cantik ma mamaku (set cinta laura mode: on). Hapalagi nie??? Again n again sorrrii..... otakku masih suka konslet2 ndiri nie coz minggu2 kemaren pulang midnight molok. Suorriiii yee...

Salam

~JM

ps:
hi BM lagi di Jkt? Wah bakalan ada yg traktir nih taon baruan. Walah, konslet lagi deh gw. Okelah, semoga ibunda dan keluarga senantiasa mendapat yg terbaik yaa...

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Kami dukung dalam doa. Semoga Ibunda Sehat kembali (13)

Anonim mengatakan...

@ All,

Diskusi yang berkembang memang memang menarik. Tapi akan lebih menarik jika bung Eman mau "kembali" beradu argumen (13)

Anonim mengatakan...

@ Para Sobat Bloger!

berhubung masih Limbung, Mike Meminta saya untuk menyambangi sobat sekalian!

Pertama-tama thanks berat kepada semua yang telah menyampaikan simpati kepada kami sekeluarga sehubungan sakitnya Ibunda kami di jakarta, Makasi Broer, bung, bang, mas,sus, mbak, Opa, Mbah sekalian,

Kondidsi bunda sendiri berkat doa dari dulur2 sekalian dan juga para sobat, sudah mulai beranjak positif, sejak kemarin sudah melewati masa gawatnya, dan sudah mulai berkomunikasi dengan isyarat,

Selanjut, Besok (24/12) pagi Mike pulang kekupang denngan mandala air untuk menyelesaikan beberapa hal penting! rencananya dia akan balik kejakarta kira2 tggl 28 ato 29 dec.

Mumpung bisa OL, dengan ini kami sekeluarga mengucapkan SELAMAT HARI NATAL buat sobat2 yang merayakan, semoga KASIH NATAL menaungi sobat sekalian!

(Budhi)

Anonim mengatakan...

@ A'a Tana dan seluruh keluarga,

Memang ironis. Menjelang pesta Natal malah keluarga besar Maiki Robert Riwu Kaho malah harus bergelut dengan kesulitan. Tapi berbahagialah karena itulah pesan Natal. Natal adalah saat ketika Sang Raja datang menyapa mereka yag bersusah hati. SELAMAT NATAL (Savunesse)

Anonim mengatakan...

@ All,

Baiklah, saya sambut baik ajakan kawan-kawan untuk kita menyambung diskusi kita. Tapi sebelum saya mengulasnya lebih jauh mari coba kita renungkan baik-baik kutipan-kutipan berikut ini. Saya mengutipnya dari situs pemkab jepara-jateng (Eman)

Anonim mengatakan...

Fatalisme, Akankah Jadi Panutan?

Oleh Subkhan

Manusia hanya partikel kecil yang tidak mandiri, komponen yang menyatu dengan lingkungan yang heterogen, tanpa memiliki daya untuk menolak atau menyelamatkan diri. Itulah dokrin bisikan sang fatalis, yang mengajarkan bahwa hidup manusia tidak dapat menyimpang dari jalan nasib yang ditentukan. Upaya dan ikhtiar apapun tidak akan mampu untuk menghadang garis takdir. Jelasnya, manusia adalah sosok yang tidak berdaya menghadapi takdir. Akankah pandangan tersebut menjadi panutan di kalangan masyarakat kita ?

Istilah fatalisme populer dalam filsafat dan agama. Secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu “fatum” yang berarti takdir. Pemahamannya bahwa hidup manusia sudah ditentukan oleh kekuasaan supranatural, kekuasaan metafisika (Baca: Tuhan). Manusia mustahil bin tidak mungkin bisa menyimpang dari kehidupan yang sudah dipatenkan oleh Tuan Nasib alias Takdir al Harus. Pengertian fatalisme adalah cara pandang atau paham tentang keyakinan bahwa segala sesuatu pasti terjadi menurut caranya sendiri tanpa mempedulikan usaha kita untuk menghindari atau mencegahnya. Usaha-usaha kita untuk membatalkan nasib tidak boleh tidak pasti gagal. “Apa yang terjadi, pasti terjadi.” (Kamus Filsafat : 229)

Anonim mengatakan...

Bagi sebagian masyarakat Jawa yang ngugemi pemahaman tersebut cenderung bersikap skeptis dalam mencerna perubahan-perubahan yang terjadi. Mereka mempunyai ugeman urip berupa “narimo ing pandum” yang menyakini maju mundur roda kehidupan yang bersiklus pada lahir, mati, jodoh dan rejeki sudah diatur oleh Kanjeng Pengeran. Segala sesuatu terjadi atau tidak, bergantung pada ijin atau restu dari Gusti Kang Murbeng Dumadi. Karena itu, pasrah bongkoan adalah sikap sempurna bagi orang Jawa tulen. Pasrah terhadap kemiskinan, penindasan dan pembodohan merupakan mata rantai mencapai hakekat kemanusiaan yang hakiki. Sebab mereka percaya, Kanjeng Pengeran sudah mengatur jalan hidup manusia dengan sebaik-baiknya. Jikalau ada kesusahan, siksaan dan kesakitan itu tidak lebih hanya cobaan demi kebaikan.

Anonim mengatakan...

Fenomena di Sekitar Kita

Pandangan tersebut sering kita jumpai di kalangan masyarakat pedesaan. Dengan mata pencaharian sebagai petani, seringkali mereka tidak bersemangat dalam merubah garis hidupnya. Petani sampai kapanpun jadi petani. Begitu pula dengan kaum nelayan, mereka kehilangan orientasi hidup untuk lebih baik. Kaum nelayan lebih pasrah terhadap nasib yang mereka alami. Alasannya ikan yang mereka dapat adalah hadiah dari Kanjeng Pengeran. Semuanya sudah nasib. Bahkan bagi masyarakat Jepara yang terkenal sebagai Kota Ukir, para pengrajin ukir pun merasakan gejala fatalis yang parah. Mereka cenderung menerima nasib yang mendera dunia permeubelan yang digambarkan lesu darah. Upaya untuk meraih pasar yang prospektif seolah-olah tertutup oleh keterbelengguan “Sang Takdir”.

Anonim mengatakan...

Gejala-gejala fatalis ternyata tanpa disadari menyusup ke kalangan Pegawai Negeri Sipil selaku Abdi Negara dan Abdi Masyarakat. “Jangan harap dapat posisi enak, semua itu sudah nasib” tutur Rawi Ngawiyat, yang sudah 20 tahun jadi PNS dengan Ijazah SMA. Bahkan para PNS yang berlatar pendidikan Perguruan Tinggi dengan gelar sarjana hingga pasca sarjana pun terkadang tidak berdaya menghadapi kenyataan karier mereka di Birokrasi Pemerintahan yang tak beranjak naik.

Anonim mengatakan...

Jaman Bergerak

Apabila kita terjebak pada pemahaman (yang sebenarnya tidak dipahami), maka kita sudah terjerumus dalam jurang fatalis yang merugikan. Sudah sewajarnya masyarakat bergerak seirama gerakan jaman. Ada gejala yang menarik untuk dicermati di era otonomi saat ini. Masyarakat desa berani berunjuk rasa untuk menentang Sekdes/Carik atau Petinggi yang menurut tatanan social melakukan penyimpangan. Begitu pula dengan anak-anak dari kalangan petani sudah bangkit untuk merubah status sosialnya, seperti yang ditunjukkan oleh SUSI KDI 4 sebagai peserta Kontes Dangdut TPI yang berasal dari Jepara. Dengan kemajuan teknologi yang ada, sudah sepatutnya kita memberikan hal-hal yang positif di tempat kita bekerja. Inovasi dan kreativitas merupakan jawaban yang revolusioner agar kita tidak terkubur dalam liang fatalisme. PNS yang inovatif dan kreatif tentu dapat mengatasi segala keterbatasan yang ada. Mereka akan selalu berpikiran positif dalam menyikapi kebijakan dari atasannya. Disinilah roda jaman terus bergerak. Amenangi jaman edan, ora melu edan ora keduman. Sak beja-bejani wong edan, luwih beja wong kang eling lan waspada.(*)

Anonim mengatakan...

Nah, sahabat sebangsa dan setanah air. Jangan kuatir bahwa saya akan menjadi manusia picik yang bersikap rasialis dan anti budaya tertentu. No, Saya Indonesian. Sabang sampai Merauke. Sangir Sampai Timor.

Menurut hemat saya, mencintai Indonesia adalah mau mengerti di mana letak "luka" Indonesia. Jangan malu mengakui dan menutup-nutupi.

DAlam konteks diskusi kita, saya sdara ada sejumlah teori dan anti teori tetapi cobalah kita sikapi tulisan sahabat kita dari Jepara tersebut. Tulisan itu adalah refleksi pengalaman empirik. Setiap hari. Bagaimana kita menyikapi hal itu? Itu saja maksud saya (Eman)

Anonim mengatakan...

@Para Sobat Bloger!

Mumpung DL (Depan Leptop): saia mengucapkan SELAMAT MERAYAKAN HARI RAYA NATAL, MERRY CHRISTMAS (sambil salaman semi membungkuk) bagi yang merayakannya yaa...

~JM

mikerk mengatakan...

Dear sahabat blogger,

Tak berpajang kata, saya terharu dan menitikan air mata karena dukungan sahabat-sahabat ternyata cukup membesarkan hati saya yang sedang prihatin atas sakitnya ibunda saya. Hutan duti bisa dicarikan jalan untuk membayarnya kembali tetapi hutang budi, dibawa sampai akhir hayat.

(sudah barang tentu hutang kepada mas Budi, saya akan preketheeekkk..ha ha ha...)

Tuhan Memberkati anda semua