Selasa, 09 Desember 2008

lingkungan yang lestari = menanam pohon?

Dear Sahabat Blogger,
Bulan Desember telah ditetapkan pemerintah sebagai bulan menanam nasional.

Apa yang ditanam?
Pohon...
Mengapa pohon?
Ya karena yang punya gagasan adalah Departemen Kehutanan.
Gagasan apa?
Memperbaiki kualitas lingkungan.
Apakah dengan menaman pohon, lingkungan hidup akan lebih baik?
NTT...... Ndak Tentu Terbukti.....
Lho kok? Iki doktor kehutanan kok ngomong begitu?
Yo, ben. Iki lambe ku dhewe kok.....Sak karepku ngomong....
Lho kok gitu?
Ahhhhhhh, kalau mendesak, biar asisten saya,.... eh ...sori kleru.....mahasiswa saya...eh...kleru meneh....adik saya, DTN alias Uli membuat penjelasan.
Lha kok enak? lalu sampeyan mau kemana? Lari dari tanggungjawab?

Ora....ora......aku yang tanggung, dia sing njawab-ke....
......ha ha ha ha ha ha ha ha.......

husssshhhh......
iya .....iya..........

Keadaan Lingkungan

Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.


Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.


Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?


Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.


Degradasi berbagai sumberdaya, pemanasan global dan konflik global telah mengakibatkan goncangan pada lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup merupakan dan aaahhh menjadi masalah yang mlti sumber, multi pnyebab dan multi dampak. Kita dapat sebutkan beberapa yang sangat krusial, yaitu permasalahan sampah domestik dan perkotaan, limbah industri, menurunnya kualitas ekosistem, pencemaran di perairan dan terestrial, perang, pemanasan global dan isu perubahan iklim global dan ha ha ha akibat serangan teroris turut mngganggu lingkungan hidup. Namun persoalan yang yang sangat substansional sebenarnya adalah kenyataan bahwa betapa rendahnya kesadaran perilaku dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.


Satu hal yang sangat mengganjal dan menjadi hal yang memunculkan keheranan sekaligus keprihatinan saya, dan saya kira hal ini juga ada di otak kepala kita semua adalah bagaimana mengatasi atau menjawab masalah-masalah lingkungan hidup yang ada? Seperti hal di atas, ketika hukum dan undang-undang telah dibuat, konferensi tingkat tinggi sudah dilakukan, berbagai kebijakan telah dicanangkan, tetapi masalah lingkungan terus saja berlangsung dengan skala yang makin meningkat hingga sekarang. Sebagaimana contoh kasus sebuah kegiatan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kota Kupang untuk menghijaukan lingkungan dengan MANGGARISASI kota kupang. COCOK???? Ha ha ha kata Walikota kupang sih cocok, tetapi buat saya .......eitsss …. nanti dulu. Pak walikota apa dalam melakukan program ini sudah menggunakan analisis yang holistik dan komprehensif tentang lingkungan hidup????? Kalau menurut saya, beliau mimpinya malam tentang mangga, besoknya langsung suruh warganya tanam mangga. Pertanyaan singkat oleh beberapa orang yang saya temui menanyakan, apakah mangga cocok dengan kondisi lingkungan alam di kota kupang?? Pertanyaan seterusnya apa nanti kalau semua mangga berbuah semua orang kupang berjualan mangga atau hanya makan mangga saja??? Bagaimana kalau pohon mangga itu terserang penyakit, apakah pemerintah kota menyiapkan dana untuk pemeliharaan dan perawatan??? Ahhh masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang saya temui. Untuk semua itu oleh pemerintah kota harus menjawabnya secara holistik dan komprehensif.


Untuk persoalan menanam saya sangat setuju, tetapi tentang jenis pohon serta pola dan cara serta dalam sosialisasi untuk meminta masyarakat untuk menanam perlu ditinjau kembali. Mari sekarang kita kembali ke LAPTOP, melihat dan menyadari betapa kompleksnya masalah lingkungan, maka usaha apapun untuk mengatasinya tidak akan pernah berhasil hanya dengan semata-mata mengandalkan pada satu disiplin ilmu, satu paradigma berpikir atau satu aspek saja apalagi hanya mengandalkan “mimpi” semalam saja ( ha ha ha ha), melainkan haruslah merupakan sebuah upaya holistk dan komprehensif antar disiplin terkait dan antar sektor (interdisciplinary effort). Lantas semesta pengetahuan yang seperti apa yang perlu ditawarkan atau tersedia dalam ilmu lingkungan?


Dalam benak saya ilmu lingkungan adalah suatu ilmu yang lintas displin, yang membahas tentang interaksi sangat kompleks yang terjadi antar ekosistem darat, air, udara dan kehidupan hayati dan manusia sebagai elemen penting yang ada di dalamnya. Menurut saya ilmu lingkungan mencakup aspek ekonomi,sosbud, agama, politik, hukum, sains dan teknologi, pembangunan, manajemen, komuniksi, ekologi dll. Di dalamnya tidak ada hirarki disiplin ilmu apa yang utama, setiap memiliki kedudukan yang sama sebab ada keterkaitan (interrelatedness) dan ketersalinghubungan (interconetedness) antar disipin tersebut yang menggambarkan bahwa itulah yang sesungguhnya yang terjadi di alam atau di lingkungan hidup. Langkah ini serius dan akan berhasil di dalam menjawab problem-problem lingkungan yang ada.


Saya khawatir dan seperti apa yang pernah di sampaikan oleh Doktor Michael Riwu kaho (sebagai dosen saya), bahwa krisis lingkungan akan menjadi krisis PERADABAN. Karena itu, satu kata kunci jawabannya adalah melakukan pendekatan holistik dan bukannya pendekatan parsial. Harapannya adalah dengan penerapan ilmu lingkungan diharapkan akan membantu tumbuhnya masyarakat yang sadar lingkungan hidup, masyarakat yang menemukan jati diri sebagai ecoself dimana kehidupan kita sangat bergantung dari lingkungan air, udara, tanah, bumi, tumbuhan dan fauna serta semesta. Jadikan wawasan dan pengetahuan mendasar tentang ekologi sebagai Ecoliteracy.


Mulai saat ini dan kedepan peranan ilmu lingkungan (sudah pasti beserta seluruh pihak pemerintah, akademisi dan masyarakat) di Indonesia idealnya bisa membawa peradaban bangsa saat ini dari hanya semata-mata berorientasi pada peradaban industri tetapi yang lebih penting adalah kepada peradaban ekologis. Dengan demikian setiap manusia akan terbentuk keadaran secara mandiri untuk menjaga lingkungannya untuk keterlangsungan dan keberlajutan alam ini.


-- "" --

nuwun sewu mas......udah ngerti? ....
ndak tuh.....tulisannya agak ngawur....hi hi hi hi hi hi hi hi
hussssssshhhhhhhh......
iya....iyaaaaaa.....

81 komentar:

Anonim mengatakan...

Beta cuma bayangkan kalo tiap kali DTN makan nasi kasi sisa 10 butir nasi di piring. Satu hari 50 butir. Satu minggu 350 butir. Satu bulan 1500 butir sampah nasi.

Ini baru Uli.. Kalo se-Kota Kupang mk dlm sebulan ada 450 ribu org (sumber wikipedia) x 1500 = 675,000,000.-. Ini baru sampah butir nasi, lho.

Jadi, rasanya memang tanam pohon mangga bukan solusi utk perbaiki mutu lingkungan di kota kering ini.

Yang menarik, Uli bilang ilmu lingkungan bisa jd solusi. Gini hari lu ngomong ilmu? Eike binun, bok... :)

Anonim mengatakan...

Eh itu yg bingung saya, lho. Maksudnya bingung, yg bener siapa. Pak Walikota ato Uli?

(Wilmana)

mikerk mengatakan...

ha ha ha ha Uli memang merepotkan. Tartau knapa kok posting ini hurufnya meliar berlari-lari terus. wah bikin repot. Kesimpulannya, yang bingung adalah blog ha ha ha ha

mikerk mengatakan...

Tapi, inilah hasil pemikiran Uli setelah nyaris 1 semester manjadi mahasiswa S2 ilmu lingkungan. Mudaha-mudahan ada kemajuan dibandingkan dengan tulisa-tulisan sebelumnya. Selamat membaca. GBU

mikerk mengatakan...

Sebelum kelupaan,

tahnx untu mas Embun777 karena gaya monolog dalam psoting di blognya menginspirasi saya dalam membuat monolog sebagai pembuka dan penutup artikel Uli.

Thanx mas. GBU

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Emang monolognya luuuucccuuuu banget. Ngegemesin. Kalau deket pasti udah aku cubit dech....

Soal lingkungan, gw mumet karena enggak di NTT, enggak di mana-mana, di Jakarta ajah enggak ada kelar-kelarnya. Liat aja nanti, pas puncak-puncak hujan, jakarta pasti banjir lagi.
Klelep gucyuuuu...

Apa ilmu lingkungan bisa menolong? enggak yakin gw....(PM)

Anonim mengatakan...

@ DTN alias Uli,

Apa yang dimaksudkan dengan peradaban industri dan peradaban ekologis? Apakah industri sama dan sebangun dengan fabrikasi? apa etika budaya fabrikasi? Apa etika lingkungan yang diperlukan dalam masa transisi antara peradaban. Apa pula peradaban itu?

Semua belum jelas diuraikan. Minami Ngalai di (Savunesse)

Anonim mengatakan...

@ DTN/Uli

Menyenangkan membaca posting tentang lingkungan hidup. Untuk DTN/Uli, saya pakai Uli saja ya, teruslah berlatih menulis. Belajarlah dari sang abang, bigmike, yang mampu menulis hal-hal sulit secara ringan. Selamat berlatih sahabat muda (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike dan semua yang perduli,

Ada kutipan dari Prof. James FOx berikut ini.....

....Ketika ditanya bagaimana keadaan NTT saat ini dibandingkan dengan tahun 1960-an ketika pertama kali datang ke wilayah itu, Fox dengan mata menerawang jauh ke masa lalu sambil tersenyum kecut menyatakan, "Tidak banyak berubah." Ia sekali lagi mengingatkan krisis ekologis yang sedang mengancam NTT.....

Bagaimana tanggapan Bigmike terhadap statemen di atas. Ulasannya menarik untuk saya tunggu (Syamsudin,

Anonim mengatakan...

sori (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

filsafat dimulai dengan "reduction of multiplicity to unity." saya kira mas dtn sedang berfilsafat disini; mereduksi banyak persoalan guna mencari solusi thd permasalahan lingkungan. saya salut.

hanya saja, menurut saya, mas dtn, mungkin tdk sadar, membuat kesalahan berargumen yg disebut "reductive fallacy." albert einstein bilang, "everything should be made as simple as possible, BUT NOT SIMPLER. mas dtn perlu menyimak komentar mas savunesse baik-baik dan memberi uraian yg memadai. kalau berkenan saya nambah. apa itu kapitalisme? apa nilai-nilainya? ketika lingkungan rusak, falsafatnya atau manusianya yg salah?

kegagalan memberi uraian yg memadai bisa berakibatkan tulisan serta komentar yg mengikutinya tdk punya makna. dlm bahasa sehari-hari, tong kosong nyaring bunyinya. ramai bunyinya tp tidak punya nilai.

selamat berdiskusi dan mohon maaf kalau ada kata-kata yg tidak berkenan. (anak ntt)

Anonim mengatakan...

Wah Si Putu Nulis!!!

Kecil Lengbet (MeLENG saBET- alias Rampok)!!

Besar Tukang Apus-Apus!

Tua Nulis tetang lingkungan!

Kok Bisa Ya???

(Suto)

Anonim mengatakan...

@ Anak NTT,

Sohib keliatannya mau berfilsafat ria. Ok lah tapi siapa sang filsuf? Ternyata manusia yang bertanya? So, salah tuh jika membuat statement bahwa ada pertanyaan yang enggak punya makna. Ane mau tanya nich, ape itu makna?

So, Uli sikaaaat azzzzaaaaaa terus....di sini semua belajar....ane juga belajar ngomong....bigmike ndiri ngaku bahwa dia ternyata juga belajar....cieeeeee....nah mari rame-rame belajar....ocheeeeeeee???? oleeee....oleeeeee...belajar (Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Uli,

Kata bigmike....tulisannya agak ngawur...achhhhhhhh.....enggak usah dipeduli'in...BM juga cuman 1/2 benar....ia kan????? Si boss emang gicyuuuu......wakakakakekekek....

Tapi ini nih, gw mau nanya, kalo jakarta banjir melulu padahal di sini ada gubernur, ada preside + menteri-menterinya, lantas ada ahli-ahli alias pakar-pakar dari UI, ITB, IPB, UPH, Trisakti, ...masih banyak lagi dech....yang salah itu siapa? Emang codoootttt???? wakakakekekekikikik....(Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Sampeyan keterlaluan....ha ha ha ha ha ha....monolognya emang top dech....dasar mabok....wakakakekekekekkikik....(Proxy73)

poempuisi mengatakan...

@ Uli,

Tidak seharusnya alam "menelan" manusia karena melabihi alam, manusia memiliki akal. Jikalau alam akhirnya manusia "ditelan" alam penyebabnya adalah manusia itu sendiri yang : merusak dan atau nggak perduli dan atau abai dan atau nggak belajar....

Gw ngasi contoh, ada masyarakat di Aceh pada tahun 2004 yang karena pengalaman mereka, begitu ada gempa besar dan air surut langsung berlari ke arah gunung. Dan selamatlah mereka. Sisanya yang abai lantas ditelan alam. Itu saja

poempuisi mengatakan...

@ all,

Gw mau ngasi satu puisi dari khalil gibran yang menunjukkan alam dalah rahmat bagi manusia. Alam bukan musuh. Nih simak deh ya...

NYANYIAN HUJAN

Aku ini percikan benang-benang perak yang dihamburkan dari syurga oleh dewa-dewa.
Alam raya kemudian meraupku, bagi menyirami ladang dan lembahnya.

Aku ini taburan mutiara, yang dipetik dari mahkota Raja Ishtar, oleh puteri Fajar,
untuk menghiasi taman-taman mayapada.

Pabila kuurai air mata, bukit-bukit tertawa;
Pabila aku meniup rendah, bunga-bunga gembira,
Dan bila aku menunduk, segalanya cerah-ceria.

Ladang dan awan mega berkasih-mesra,
Di antara mereka aku pembawa amanat setia,
Yang satu kulepas dari dahaga,
Yang lain kuubati dari luka.

Suara guruh mengkhabarkan kedatanganku
Pelangi di langit menghantar pemergianku,
Bagai kehidupan duniawi, diriku,
Dimulakan pada kaki kekuatan alam,
Dan diakhiri di bawah sayap kematian.

Aku muncul dari dalam jantung samudera,
Melayang tinggi bersama pawana,
Pabila kulihat ladang memerlukanku,
Aku turun, kubelai mesra bunga-bunga dan pepohonan
Dalam berjuta cara.

Jemariku lembut bermain pada jendela-jendela kaca
Dan berita yang kubawa membawa bahagia,
Semua orang dapat mendengarnya, namun hanya yang peka,
Dapat memahami maknanya.

Panas udara melahirkan aku,
Namun sebagai balasannya aku membunuhnya,
Laksana wanita yang mengungguli jejaka,
Dengan kekuatan yang dihisap daripadanya.

Diriku helaan nafas samudera
Gelak tertawa padang ladang,
Dan cucuran air mata dari syurga.

Maka, disertai cinta kasih -
dihela dari kedalaman laut kasih-sayang;
tertawa ria dari rona padang jiwa,
air mata dari kenangan syurga abadi.

poempuisi mengatakan...

@ Bigmike,

Rasanya, pola monolog baru sekali ini dipakai dalam posting. Menarik melihat eksperiman BM seperti ini. Gw menunggu perkebagannya.

Yang pasti, monolog di sini bagus dan "agak nakal". Bravo

Anonim mengatakan...

Kalo disuruh bicara pakek teori , analisa , sebab akibat…memakek ilmu Tingkat tinggi gene..udah nyerah ajaah.. ! Cuma andaikan saya jadi Pemimpin Negri ini..( kasih kesempatan bwat berandai ya..?! inipun klo rakayatnya pd mabok milih saiia..lhoo…he..hee. ) Maka susunan Kabinet yg akan saiia bentuk adlh Begene.. :

• Meteri Koordinator Pertanian dan Ekonomi ( Menko Per Ek )
• Menteri Penyuburan Lahan dan pengembalian Hutan dari Kerusakan… karena :…” Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat...dst dr postingan diatas...
• Menteri Pendidikan Pertanian dan investasi untuk Pertanian. jd negara nyang mo Inves mau gak mauk suruh inves di bdg pertanian.
• Menteri Pemuda dan Pertanian. ~ untk mengajak Insinyur Pertanian dan Kaum Muda dan yg begitu banyak jadi Pengangguran ini untuk Bangkit..! Menjadi petani Modern..turun kesawah ladang ..hutan2.. di awasi dan dibimbing ahli dr pemerintah..
• Menteri Teknologi dan pengembangan Alat Pertanian. Modern.
( lho..koq menterinya Pertanian semuahnya..? gmn sih..? )
• ………..dll……!! yaudah lengkapin ndirii !..sampai lengkap daah…!!
• pokoknya …maksud gwe..untuk menjadikan kembali Negara Agraris, biar gak banyak rakyat kelaparan lagi…Mosok beras aja katanya Import…lhoo.lho…. Lawong Negara dengan tanah Luas nan Subur ..”itu dulunya” kek gene spt lagu Koes Plus Tongkat kayu jadi tanaman…, tp skr prihatin spt kata Uli diatas : .. Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor....dst....
• Waaduuh.. tauuk..…dah..tambah bingun gwe…

Lho Menteri menteri bdg laen gmn duong..?

• klo geto aku bikin Menteri Dangdut & Campursari ajah…dah!…..mau gak..?
klo pd gak mau..ya udah sonooh.. deh …jd Menteri ajah semuahnya…., biar aq cendirian ajah jd rakyat deh…yariin.

Hee.hee.. .lagi mabok teh anget… pahit gak pakek gula. (Emb)

Unknown mengatakan...

@ Uli,

Mengapa ente anti pohon mangga? gw yakin jika direnungkan secara mendalam, elo akan menemukan fakta bahwa pohon dapat melestarikan lingkungan. PASTI. JANGAN RAGU

Unknown mengatakan...

@ All,

Nih GW kutipkan apa yang gw sebut sebagai "filosofi pohon":

Pohon adalah lambang kehidupan di muka bumi ini. Karena sangat penting kemanfaatannya bagi makhluk hidup lainnya terutama manusia. Pohon juga lambang kesuburan suatu wilayah, jika suatu wilayah itu banyak ditumbuhi pepohonan, hijau royo-royo, hutannnya terawat baik dengan lebatnya, tiap-tiap rumah tangga sejuk karena pekarangan rumahnya ditumbuhi pepohonan. Pepohonan juga akan mengundang burung-burung untuk hinggap di ranting-rantingnya dan mensodaqohkan berbagai jenis suaranya yang amat merdu yang dapat menyejukkan jiwa yang suntuk.

Unknown mengatakan...

Diantara manfaat pohon bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya adalah :



* menyimpan air hujan yang turun dari langit, yang nantinya akan menjadi air tanah yang berguna sebagai cadangan air bersih untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia dan hewan.
* membersihkan dan memfilter udara yang dihirup oleh manusia dan hewan.
* menghasilkan oksigen (O2) untuk bernafas manusia dan hewan.
* akarnya sangat bermanfaat untuk menyimpan saripati makanan yang bermanfaat sebagai nutrisi manusia, sebagai obat berbagai penyakit, menahan abrasi air laut, dan sebagai dekorasi hiasan rumah.
* batangnya untuk bahan membuat berbagai bangunan seperti : istana, gedung-gedung, rumah, jembatan dan untuk bahan membuat berbagai jenis furniture.
* buahnya dimakan oleh manusia dan hewan dengan berbagai vitamin yang dikandungnya untuk kekuatan, kebugaran dan kesehatan tubuh manusia dan hewan.
* sebagai seni dan keindahan yang amat mengagumkan dan menyejukkan mata manusia yang memandangnya.

Unknown mengatakan...

Pohon juga ternyata sebagai lambang “Persatuan” sebagai syarat kelangsungan hidup manusia di alam ini. Yaitu bersatunya antara akar, batang dan buah dalam satu kesatuan yang diberi nama “Pohon”. Akar adalah ibarat hukum atau aturan yang mengikat dan mengatur hidup manusia di alam ini. Batang ibarat teritorial, tempat atau wilayah dimana manusia hidup atau tinggal. Dan buah ibarat umat manusia sebagai penghuni wilayah (bumi) yang melaksanakan aturan atau hukum yang mengatur dan mengikatnya. Sehingga dengan bersatunya antara akar, batang dan buah dalam suatu pohon, maka bermanfaat dan bernilailah pohon itu bagi kehidupan manusia dan hewan.

Unknown mengatakan...

Nah kalo pohon begitu bermanfaat, di mana letak permasalahannya?

Menurut gw ini semua adalah akibat kebodohan dan kelalaian manusia serta kesombongan manusia. Juga ulah sebagian manusia-manusia serakah yang mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan kefatalan akibat ketamakannya membabat hutan dengan membabi buta menjadi gundul pelontos seperti kepalanya pak Ogah.

Yang lain adalah "ketidak becusan" aparat tata ruang kota dalam menata daerahnya. Banyak tanah persawahan disulap menjadi kawasan industri, villa-villa dan perumahan mewah sehingga berakibat mengurangi lahan resapan air, jika musim hujan datang, air meluncur dengan bebas tanpa ada yang mampu menampungnya sehingga membuat air meluap dari sungai-sungai dan bendungan pun tak mampu lagi menampung derasnya air hujan yang datang bagaikan air bah yang siap menenggelamkan apa saja yang dilaluinya. kekeringan. Sedangkan di musim kemarau berakibat kekurangan cadangan air tanah atau air bersih karena tidak ada pepohonan yang menampungnya dikala musim hujan, sehingga sungai-sungai, bendungan air kering kerontang dan sawah-sawah tanahnya retak menganga mengakibatkan panen padi dan tanaman lain gagal total. kelaparan. Bencana kelaparan menanti di depan mata!

Nah, Uli, cintailah pohon dan TANAMlah. Sekarang juga. Jangan ditunda

Unknown mengatakan...

ehmmmm....nyang di atas ...Emb....is mas Embun777 ya???? eh, nengok blognya deh...asyik....saik

poempuisi mengatakan...

pohon memang penting.....
tapi hidup bukan cuma pohon
ada capung, mawar dan kayu mati
ada banjir
ada air mata....

semua itu:
lingkungan

Anonim mengatakan...

@ Bung Uli,

Saya sependapat dengan anda soal perintah walikota menanam mangga atau mangganisasi di kota kupang. Apa dipikirnya kota Kupang adalah kota perkebunan mangga? Menurut saya tindakan itu tidak masuk akal, tidak dikaji dan suka-suka (Eman, CN, Oebufu)

Anonim mengatakan...

Ya, mangganisasi itu ngawur (13)

Anonim mengatakan...

trimakasih atas tanggapannya, senang rasanya. saya sadar dengan cara ini ada banyak hal menarik yang dapat didiskusikan. harapan saya adalah yang pertama mari jauhkan dulu rasa pesimisme terhadapa apa yang di sampaikan.
buat yang masih bingung, ketika orang mulai bicara yentang implementasi pasti harus ada landasan teorinya, harus ada landasan ilmunya. mengenai masalah lingkungan hidup menrut saya landasan teori dan ilmu yang secara holistik mampu menjwbnya adalah ilmu yang mampu berada ditengah-tengah lintas sektoral dan ilmu itu adalah ilmu lingkungan. persoalan lingkungan selalu merupakan hail dari pembangunan yang memunculkan perubahan, kompleksitas, konflik dan ketidakpastian.
membangun kesadaran manusia untuk merubah peilaku merupakan implementasi nyata dari penerapan ilmu lingkungan mulai dari sejak kecil hingga orang tua, mulai dari perorngan hingga kumpulan/populasi manusia, dari seluruh pihak baik akademisi, masyarakat umum dan bisnis hingga pemerintah. kerangka berpikir semua orang, semua pihak,semua lembaga baik swasta dan pemerintah dapat membuat lingkungn terganggu, pendekatan penyelesasian tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu orang, satu ilmu, satu aspek, satu lembaga dll, tetapi secara resiprokal/terkait antara semua pihak. ilmu lingkungan adalah perekat bagi seua pihak itu.
sebagai contah bagi pabrik yg membuang limbah tidak masalah, tapi bagi lingkungan hidup menjadi persoalan, dll.
jadi ketika sodara wilmana bingung, mana yang benar antara walkot dengan DTN, maka jawabannya jelas apakah pak walkot sudah menganalisa program MANGGANISASI itu tepat??? jika sudah merupakan hasil kajian komprehensif dan holistik dengan pendekatan ilmu lingkungan, maka ok. tapi belum yah DTN yang benar...
dtn=

Anonim mengatakan...

kajian tentang mangganisasi perlu ditinjau mengapa??? mas wilamana, pasti tau, kita sering berbuat baru bepikir, sering sudah terjadi baru cari tau penyebabnya, sering buat program pembangunan baru buat amdalnya, andalnya dll.
sekaligus merespons pernnyataan mas Tuaksatu, yang menyatakan saya ragu agan menanam pohon atau anti pohon mangga dan anda menanyakan dimana persoalannya nanam pohon mangga di kupang.
yang pertama saya katakan kepada mas tuaksatu bahwa saya tidak anti mangga dan ragu untuk menanam, mas... mas.... masak pencinta dan pemerhati lingkungan kok anti tanaman ha ha ha yang bener aja ...
seperti yang saya sampaikan, persoalan lingkungan adalah persoalan multi dampak dan multi penyebab. secara singkat mau saya sampaikan begini, program penanaman untuk penghijauan atau apa saja tentang Replant, harus ditinjau juga dari segi/aspek yang lain. dari ilmu filsafat yang anda sampaikan itu benar tapi ngga cukup hanya disitu, atau berdasar ilmu kehutanan tentang kegunaan tanaman/pohon itu benar tapi ngga cukup hanya disitu. singkat kata masalah lingkungan masalah interdisiplin mas. sebagai contoh, apakah mangga cocok dengan iklim kupang, mangga cocok dengan kondisi tanah dan air dikupang, apakah cocok dengan struktur sosio masyarakat kupang, apakah cocok dengan sitem pertaian kupang dll.
NTT, di dalamnya kupang ,erupakan daerah dengan iklim yang kering yang bulan basah/kering lebih panjang/lama (7-9 bulan) dibanding bulan hujan/basah, distribusi hujan yang tidak merata, fase saat hujan dan fase saat panas setelah hujan yang cukup ekstrem, struktur tanah yang berkapur dan bertopografi berbukit. dengan keadaan ini, melalui hasil penelitian dan kajian untuk tanaman2 yang berdaun lebar dan bertajuk lebat dan perakaran yang dalam justru akan mengancam ketersediaan air tanah pada lingkungan di timor khususnya dikupang dan merusak struktur jaringan tanah muda di timor.
mangga berdaun lebar dan lebat, maka secara logika mangga tidak cocok di kupang. karena ia akan mengintersepsi air hujan yang tinggi sehingga air sedikit akan jatuh kepermukaan tanah, air yang yang terintersep pada daun dan batang akan menguap/evaporasi pada tipikal/pola fase hujan dan fase kering di kupang yang ekstrem. mangga rakus air karena salah satunya dipicu oleh tingkat evapotranspirasi yg tinggi akibat morfologi berdaun lebar pada musim panas. untuk lebih teknis Dr. Bigmike yang lebih paham (mohon pencerahannya. belum lagi apa cocok dengan budaya dan struktur sosio masyarakat kupang. orang pada umumnya bukan berjwa petani, berjiwa pedagang dengan tujuan penanaman mangga agar dapat di pasarkan belum tentu cocok. dll persoalan yang mungkin timbul akibat mangganisasi ini yang bisa mincul diberbagai sektor.
begitu mas tuaksatu, alasan saya agak pesimis dengan program mangga sebab salah-salah akibatnya kepada lingkungan begitu multi akibat/efek.

dtn=

Anonim mengatakan...

@ama savunesse
yang beta maksud tentang perdaban industri ke peradaban ekologis adalah sbb
Dalam konteks
ekologis, sistem ekonomi misalnya, perlu bergeser dari paradigma
ekonomi kompetitif menjadi lebih kooperatif, dari cita-cita
pertumbuhan tanpa batas menjadi pertumbuhan berkelanjutan, dari
ekonomi yang mengabaikan lingkungan menjadi ekonomi berbasis
ekologi. Dalam sektor pertanian, dari monokultur ke polikultur,
dari pertanian yang memakai pupuk sintetik dan pestisida menjadi
pupuk organik dan mengandalkan pembasmi hama biologis berbasis
biodiversitas. Dalam peradaban ekologis, paradigma saintifik juga
perlu bergeser dari sifatnya yang semata-mata mekanistik menuju
organismik, dari pandangan alam sebagai mesin menjadi sebagai suatu
semesta proses yang saling berinteraksi, dari sifatnya yang
deterministik menjadi nondeterminsitik dan probabilistik, dari
kausalitas linear menjadi dinamik nonlinear, dari atomistik menjadi
holistik.
ama tidak selamanya industri harus sebagangun dengan fabrikasi, sebagai contoh pertanian juga dipandang sebagai industri, pariwisata juga dipandang sebagai industri.
ama juga pura2 tidak tau atau memang tidak tau itu peradaban??? beta hanya kas contoh saa, ama savunesse itu sendiri bagian peradaban, ama pung budaya, ama pung lingkungan biotik dll tu bagian perdaban. jadi kalau masalah lingkungan tidak kita benahi pasti akan menjadi persoalan peradaban di dunia ini. ketika panas bumi sudah tak terkendali, perubahan iklim terus tejadi, bencana alam dahsyat terus terjadi, maka lama-lam dan tidak lam lagi bisa terjadi pemusnahan manusia dan seluruh isinya. itulah persoalan peradaban.
dtn=

Anonim mengatakan...

@suto

masih SD nakal-nakal

masih smp di tendang-tendang SGT

saat SMA kabur-kabur

saat udah tua KOK... jadi penyanyi (sambil angkat kedua tangannya) lohh... lohhh kok bisa yahhh>>???)##??

he he he he

dtn=

Anonim mengatakan...

mas anak ntt, saya juga ingin berfilsafat bahwa tidak selamanya tong yang kosong yang berbunyi tidak memiliki nilai. anda sudah melihat dan mendengar ribuan kali musik2 skarang ini. suara hentakan drum menhasilkan suara yang keras namun memiliki nilai yang dapat dinikmati dan di hargai.
fakta menunjukan bahwa pembangunan dengan memindahkan/mengeser pandangan lingkungan dan sumberdaya alam sebagai sosial good ke capital goods sebagai wujud komersialisasi dan privatisasi lingkungan membuat kerusakan dan kegoncangan lingkungan baik lokal dan global.
itu dulu ama...
dtn=

Anonim mengatakan...

Woe Uli, yg beking beta bingung tu,

ap tanam mangga bisa mengatasi mutu lingkungan yang buruk?

atau

tanam ilmu lingkungan di kupang? (ini pohon jenis apalai?)

Anonim mengatakan...

@ Uli,

Jawabannya kepanjangan. Bikin bosen. Yang lempeng ajah.....wakakakekekekkikikik....(Proxy73)

Anonim mengatakan...

ha ha ha mas proxy73, abis yang nanya banyak seeehhhh njadi njawabnya juga atu-atu donnnkkk....
hek hek hek lagi maboook nulisss...
dtn=

Anonim mengatakan...

@ Uli,

Rasanya perlu diulas juga tentang jenis-jenis etika lingkungan. Lantas, dari situ baru ditarik kesimpulan yang kuat bahwa manusia moderen adalah manusia yang paling merusak. Tapi harus diperhatikan juga bahwa manusia yang bergaya hidup moderen tetapi berpola pikir "terkebelakang" sama merusaknya juga dengan manusia-manusia moderen itu Akhirnya, carilah contoh-contoh untuk mendukung ide-ide atau gagasan anda. Selamat berlatih (YeWe)

Anonim mengatakan...

@wilmana
ha ha ha, bung nanam bingung, makanya menuai kebingungannnnn hi hi hi....

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Salah satu prinsip dalam pengelolaan DAS adalah prinsip externalities. DAlam naskah akademik PERDA NTT No. 5/2008 tentang PDAS terpadu saya liat ada diulas. Tapi jika DASnya enggak bersifat lintas kabupaten, imlementasinya kayak apa? Sori saya nanya lewat komen di blog....mumpung he he he....Thanx atas tanggapannya nanti ya....(YeWe)

Anonim mengatakan...

@om Uly

Wah salamat om uly su tulis di blog lai.. Terus menulis om uly..

Tapi yang beta liat, semua pertanyaan disini, om uly bisa jawab kalau om uly baca buku "etika Lingkungan" karangan Keraf. Tapi.... Ada tapi.... om uly mesti beli itu buku te.... bapa pung buku etika lingkungan beta su pancuri bawa pi jogja na.. HaHa

Salam buat DTN maksudnya Kaka Deny (a.k.a Stingkur), Tenga (a.k.a Ateng) deng Nuku/Niki (a.k.a Toto)

Nomang

Anonim mengatakan...

@nomang

betul nomang, masalah etika lingkungan ada kesempatannya. om uly udah siapkan. satu-satu dulu.
dtn=

Anonim mengatakan...

mas uly, berpikir filsafat tidak sama dgn berpikir literalis. mas uly, lagi, membuat kesalahan argumen yg disebut "bad analogi." tong kosong nyaring bunyinya tdk sama dgn suara drum yg dipukul, yg kalau digabung dgn istrumen lain jadi harmoni, enak didengar.

keengganan mas uly menyimak komentar mas savunesse dan saya, dan memberi penjelasan yg memadai terbukti memberi efek "tong kosong nyaring bunyi." diskusi menjadi tdk meaningful. tp kesempatan perbaikan msh ada. silahkan mas uly simak komentar mas YeWe. bagus sekali.

poin saya adalah... mulailah berargumen dari posisi yg jelas. persoalan yg mas uly angkat terlalu kompleks. pilah-pilah mana yg mau difokusi.

kira-kira begitu, yang pasti saya salut dengan semangat mas uly. kalau nanti bosan dgn ilmu lingkungan, mungkin bidang politik lebih cocok karena saya lihat untuk jadi politisi di negara kami, ndak perlu pintar, ndak pake logika argumen macem-macem.

lagi, mohon maaf mas uly kalau saya agak lancang beropini. (anak ntt)

Anonim mengatakan...

@ Uly,

he he he banyak pertanyaan ke arah ama Uli....belajarlah menjawab dengan tenang. Tanya ke ama Ludji tips-tips diskusi yang tenang, tegas ta[pi menghanyutkan ha ha ha ha (A9ust)

Anonim mengatakan...

@ Ama Ludji,

Ekspreimen monolognya menarik. Coba diulang lagi dalam posting-posting mendatang. Mungkin akan lebih menarik. Ama memang top. Beta cabut kumis betul ha ha ha ha (soalnya beta sonde pake topi na ha ha ha ha) (A9ust)

Anonim mengatakan...

@ Anak Ntt,

Pertanyaan yang bagus untuk mas Uli. Ayo, mas Uli jawablah pertanyaan itu sebagai sarana intelectual exercise. Buktikan jati diri anda sebagai pelajar ilmu lingkungan

Saya juga setuju bahwa di negeri ini, sekarang untuk menjadi anggota partai atau caleg nggak perlu pintar-pintar amat. Cukup punya mulut untuk ngomong, ngawurpun boleh, sudah dapat menjadi caleg. Entah nanti apa yang mereka kerjakan di gedung yang terhormat, terserah Allah Yang Maha Kuasa (Widyanto)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Saya memang membaca di bukunya almarhum Prof. Otto Soemarwoto bahwa pengurangan jumlah hutan malah meningkatkan aliran air. Logikanya belum dapat, saya. Bisa dijelaskan? Nuwun sewu mas (Wied)

Anonim mengatakan...

@ Uli,

Harap diterima dengan lapang dada dan luas pikiran berbagai kritik yang dilontarkan, antara lain oleh savunesse, anak ntt, dan tuak1, sebagai kritik membangun.

Kritikan bagai obat pahit yang justru harus ditelan agar kita sehat segar. Sebagai teladan, abang anda (pemilik blog ini, dahulu di Jogja ditempa habis-habisan sebelum akhirnya mampu mematahkan beberapa rekord di PPS UGM. Kami yang mengekor di belakangnya selalu kesulitan karena dia dijadikan model. Sekarangpun, bigmike, hanya mau mengklaim 1/2 benar. Nah, saya harap anda jangan berkecil hati atas kritikan yang dilontarkan.

Harus diakui, tulisan anda kurang fokus. Cobalah membidik 1 persoalan tertentu dan fokuskan kesitu. Bahaslah meluas dan mendalam di situ.

Salam dari kampus biru (Patrice)

Anonim mengatakan...

awe!!kalo soal pertanian en teori2nya aq memang asli blank! tapi kalo bertani yah mau ga mau! orang namanya dna SGT jadi harus ngerti cara tanam ,singkong, kacang, padi dll.

buat orang kupang!

kalau walikota sonde suru tanam apa2 pasti bosong bilang salah!
sekarang dia suru tanam mangga bosong bilang salah,ngawurlah, paya ooo!!


(Suto)

Anonim mengatakan...

@Anak ntt

kalo beta endus2 ente pung bau ni rasanya beta KANAl!!! he..he..he..

(Suto)

Anonim mengatakan...

harus diakui bahwa masalah lingkungan hidup di Indonesia, bahkan di dunia, selalu menjadi perdebatan sengait di antara 2 mazhab. Sebagian orang berpendapat bahwa masalah lingkungan adalah masalah sosial. Oleh karena itu, cara untuk mengatasinya adalah melalui gerakan sosial. Organisasi non pemerintah seperti WALHI atau Gree peace di luarnegeri memilih pendekatan ini. Begitu kuatnya "ideologi" gerakan sosial dari penganut paham ini, tidak jarang mereka berusaha melibatkan diri dalam proses-proses politik.

Sebagian lagi berpendapat bahwa maslaah lingkungan adalah masalah biofisik. Spesies atau komunitas alami yang ternacam menjadi sasaran mereka. NGO sebangsa WWF merupakan contoh. Tidak berarti mreka mengabaikan sama sekali gerakan sosial tetapi bagi mereka gerakan sosial hanya 1 tools di anatara beberapa lainnya sebagai cara untuk mencapai tujuan.

Anonim mengatakan...

Saya sepakat bahwa persoalan lingkungan adalah masalah moral. Seperti yang telah saya katakan dalam tulisan saya, bahwa masalah yang substansional dalam persoalan lingkungan adalah masalah perilaku dan kesadaran manusia akan pentingnya lingkungan hidup. Karena itu manusia harus mengetahui dan mengatur perilaku yang baik sebagai manusia. Dalam hidup manusia ada aturan dan ajaran yang berisiskan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia. Aturan dan perintah itu dipandang sebagai pedoman yang mengatur bagaiman manusia harus bertindak dan hidup sebagai orang baik. Ini yang dikenal sebagai etika. Pada akhirnya etika berisi prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangan dalam menunutun perilaku.

Anonim mengatakan...

Dengan etika, manusia diberi petunjuk, orentasi dan arah bagaimana manusia harus hidup secara baik sebagai manusia tentunya. Dengan melihat pemahaman itu, maka etika lingkungan hidup pada esensinya membicarakan mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam interaksi dengan alam, interaksi antar manusia yang berdampak lingkungan, nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.

Anonim mengatakan...

Menurut saya, bicara tentang lingkungan yang multi dimensi itu bukan hanya berhenti pada persoalan etika saja, tetapi diikuti pula persoalan-persoalan lain yang berdampak pada linkungan. Upaya didalam membangun etika lingkungan pada diri manusia itu harus melalui pendidikan lingkungan lewat implementasi prinsip-prinsip ilmu lingkungan. Menurut keraf, penyelesaian masalah lingkungan harus melalui pendekatan teknis ilmu pengetahuan (ilmu lingkungan) dan pendekatan moral adalah modal dasarnya. Dimana penyelesaian masalah lingkungan tidak boleh sepihak, manusia harus berprilaku etis (ecoself) dalam pengelolaan lingkungan. Ketika orang sadar dan mulai peduli dengan lingkungan. Orang mulai tau pentingnya kelestarian lingkungan untuk keterlanjutan seiring dengan itu pula harus dibarengi dengan prinsip-prinsip ilmu lingkungan yang melihat, menganalisis dan mempelajari secara holistik mengenai cara pengelolaan dan bagaiman manusia menempatkan dirinya pada lingkungan secara tepat guna dan berwawasan lingkungan. Contohnya kita lihat persoalan mangganisasi oleh pak walkot kupang. Gerakan ini jelas tergambar ada kesadaran perilaku untuk peduli lingkungan, gerakan menanam untuk penghijauan dengan tujuan ekologis benar, tetapi karna tidak seiring dengan dengan prinsip-prinsip ilmu lingkungan yang baik, maka bisa bernilai negatif. Kesadaran dan keinginan yang baik tapi tidak diikuti dengan pengelolaan yang baik dan tepat malah akan merusak bahkan memperparah kondisi lingkungan.

dtn=

Anonim mengatakan...

Apa yang menyebabkan mereka berbeda? Sebenarnya adalah paham etika lingkungan yang mereka anut yang membuat mereka berbeda. Apa itu? Saya persilakan Uli menelusurinya lebih lanjut.

Cara pandang mana yang benar? Ya karena pada dasarnya falsafah etika yang dianut mereka berbeda maka sulit untuk menilai mana yang benar. Apa lagi, belakangan, campur aduk aksi di antara mereka membuat sekat-sekat perbedaan di antara keduanya kerap tidak begitu kentara.

Jadi begitulah, apakah Uli ngin memulainya dari sudut padang bahwa masalah lingkungan adalah masalah peradaban atau masalah pohon mangga, dua-duanya sah. Satu hal yang diperlukan adalah fokus mana yang anda pilih. Jika di antara keduanya yang ingin ada bahasa sekaligus, maka masalahnya ada pada teknik merangkai kedua gagasan itu menjadi satu argumen yang pas.

Untuk keperluan itu, mas Uli bisa, lagi-lagi, belajar dari pemilik blog ini. Ada satu karya tulis BM, pra disertasi dalam MK defisiensi "filsafat ilmu" yang membahas tentang kearifan lokal masyarakat Timor dalam menggunakan Api. Bahan tulisan ini laris manis dijadikan bahan referensi di antara kami karena 1 hal, BM mencampuradukan berbagai gaya pemikiran filsafat, termasuk mencangkokan filsafat religius ke dalam pembahasannya. Membacanya, mula-mula terkesan sebagai karya tulisa asal-asalan tetapi ketika ditekuni ternyata dialektika di antara gagasan-gagasan itu tidak ada yang tidak terjelaskan. Luar biasa.

Entah disadari atau tidak oleh BM, tapi caranya itu meninggalkan jejak yang mengesankan karena mencoba suatu sintesa baru. Beberapa gaya pemikiran BM tampak jelas di beberapa postingnya di blog ini. Salah satunya, dalam osting Carpe diem. Campur aduk yang tiak lazim tetapi dilakukan. Dan kita, minimal saya, menikmati betul

So, kawan Uli, teruslah mengasah kemampuan anda karena selalu tersisa 1/2 kebenaran yang tidak selesai dibahas oleh BM dan atau filsuf agung sekalipun (Patrice)

Anonim mengatakan...

wah, mas Uli ternyata lagi OL. Halo salam kenal bung. Nice to OL together with you.

Supaya pembaca tidak bingung, komen ke 50 adalah komen saya (patrice) dan ditutup pada komen ke 54. Selamat malam. GBU (Patrice)

Anonim mengatakan...

@ anak ntt

baik saya terima kalo dikata, tong kosong. yahhh.... namanya juga belajar.mana sih ada orang belajar langsung jadi benar. MUNGKIN anda termasuk orang brilian yang sekali belajar langsung jadi atau tak perlu belajar lagi, he he he he (mudah2an) atau mungkin di anak ntt yang hidup dan belajar di luar negeri tidak perlu belajar lagi. tapi saya juga mau bilang ke anda bahwa anda juga harus berhati-hati dengan opini saudara tentang tong. tong saya memang berbunyi keras tetapi kalau di buka dan dilihat kedalamnya naahhh anda akan lihat ada mangga kecil bosss di situ....
karena itu mas anak ntt harus liat bae-bae dan jangan lekas dibuang tong saya karena bisa-bisa mangga kecil saya bisa mati...
pertanyaan saya kira boss anak ntt pung tong bunyi keras ada isi apa di dalam???? jangan2 berisi hidung yang tak ramah lingkungan karena boros Oksigen.
mari kita lihat dan fokuskan pada mangga kecil saya untuk kita bahas di dalam menguraikan persoalan yang multi dimensi baik dalam multi penyebab dan multi dampak.
tapi saya juga berterima kasih ats kritikan dan masukan dari mas anak ntt dan lain. saya tidak akan bosan-bosan bicara lingkungan hidup. saya tidak mau berprilaku bosan ketika ada yang ramai berkomentar di blog ini tapi ketika di"serang" balik, malah bosan dan lari ke tempat lain. ketka bosan di tempat lain ehh blik lagi kesini dengan alihrupa dan nama. he he he mudah-mudahan mas anak ntt tidak demkian.
dtn+

Anonim mengatakan...

ok bung patrice, salam juga. thanks atas masukan dan inputnya.
dtn=

Unknown mengatakan...

@ Bigmike,

Ane baru ngeposting berita bahwa di kapungnya bosz terjadi bencana banjir. Dua orang tewas. GW terperangah, bagaimana bisa negeri kering kok malah banjir. SO, mas Uli, tanam pohon deh. Sekarang mangga besok-besok yang laennya ha ha ha ha ha

Anonim mengatakan...

lagi, mas uly, membuat kesalahan berargumen, "ad hominen."

baiklah, saya mulai lihat gelagat air menjadi keruh. saya pamit aja. terima kasih. mohon maaf kalau ada kata-kata yg kurang berkenan. (anak ntt)

Anonim mengatakan...

@Mas Wied

Saya coba menjawab yah... pemahaman kita dari dulu bahwa salah satu fungsi hutan itu untuk menjaga tata air, so... ketika ada banjir, erosi, dsb semua pasti dibilang disitu tidak ada hutan. bahkan dalam yang dipelajari pada bangku kuliah pun begitu..
Akan tetapi, dari hasil penelitian belakangan malah menunjukkan hal yang sebaliknya, ketika terjadi deforestasi malah hasil penelitian menunjukkan jumlah air meningkat. Lho???

begini saja logika sederhananya, kalau ada hutan lebat tentu saja tercipta formasi tajuk yang rapat juga kan. Nah tentu saja dengan formasi hutan yang rapat tentu saja ketika terjadi presiptasi (hujan) maka hanya sedikit air yang sampai ke permukaan tanah dan tentu saja hanya sedikit yang terinfiltrasi menjadi air tanah.

Tapi......

dengan hutan yang semakin terbuka tentu saja, Erosi akan semakin meningkat karena hujan yang turun akan langsung menghantam permukaan tanah tanpa tertahan oleh tajuk-tajuk tanaman. hasilnya tentu saja, struktur-tekstur tanah menjadi buruk, aerasi buruk, pori-pori tanah menjadi buruk maka air menjadi tidak bisa terinfiltrasi (masuk ke dalam tanah), sehingga terjadi 2 hal : terjadi Erosi dan terjadi limpasan permukaan (run off). Tentu saja hasil akhirnya jumlah air tanah menjadi sedikit kan. jadi hutan yang terbuka bisa berakibat 2 hal.. seperti yang saya bilang.

Coba @mas wied kaitkan logika tadi dgn penjelasan saya pasti ketemu jawabannya.

(Norman)

Anonim mengatakan...

@om uli

Tapi beta mau tanya ju. berkaitan dengan isyu lingkungan dengan kondisi sosio-kultural orang Timor.
Begini om uly.
perluasan lahan kritis di NTT kan semakin meningkat dari tahun ke tahun, 2 hal yang diduga menjadi penyebab adalah penggembalaan dan api. padahal kitong tau orang Timor itu identik dengan sebagai pastoral dan api itu sonde mungkin dipisahkan juga (kitong liat sa budaya tebas bekar - Slash and burn cultivation) nah karmana kitong menyikapi hal ini lewat pendekatan ilmu lingkungan yang bae??

Nomang

mikerk mengatakan...

Dear all,

Wuiiiihhhh.....seharian kemarin saya terlalu sibuk dan enggak buka blog untuk mengecek. Ternyata tulisan Uli alasi DTN lumayan berhasil menarik perhatian pembaca. Kemarin dulu, kayaknya jumlahomen baru 20-an...eh....ternyata sekarang sudah 60-an....wah lumayan....tapi rasanya Uli masih harus "bekerja keras" supaya bisa bergabung bersama kelompok "one hundred".

Tips sudah diberikan oleh beberapa sahabat blogger, antara lain Patrice...ah mantap benar komennya tuh dan saya merasa tersanjung....ha ha ha ha ha. Salam untuk warga kampus biru Prodi Kehutanan.....

mikerk mengatakan...

Thanx juga untuk tuak1, mas Yewe, To'o A9ust, mas wied dan lagi-lagi....tuan Proxy73. Sebenernya pengen banget tahu siapa Proxy73 tapi ya tidak apa, anonimpun sudah memadai....senang memiliki sahabat seperti kalian

mikerk mengatakan...

@ Norman,

Tidak percuma kirim sekolah ha ha ha ha tapi sifat teputar bisa bekin lu celaka ....jaga itu...

Mas Wied, jawaban Norman adalah jawaban saya...begitulah logikanya.....like father like son....

mikerk mengatakan...

@ Uli, Wilmana, Anak NTT dan Bung Suto,

Ada beberapa sahabat yang mengunjungi blog ini justru karena menikmati komen-komen yang rada "nyeleneh" dari boer en bruir sekalian ha ha ha ha ha....Keep on comment.

Hari ini mungkin masih seperti "angin ribut", besok-besok
mungkin berhembus laksana :angin sepoi-sepoi di kebun bunga aneka warna" yang menghanyutkan dan memabukkan....semua perlu proses....GBU

Anonim mengatakan...

Wilmana cuma mau bilang, bingung juga baca tulisan Uli.

Kawan lain bilang krn kurang fokus. Anak Ntt bilang, tong kosong... Intinya alur logika Uli musti lebih terstruktur lagi. Nah, bigmike musti ajar mahasiswanya bermain logika. Jadi bkn cuma dosen yg pintar berlogika, toh?

mikerk mengatakan...

@ Wilmana,

Ya ya ya ya...setuju tapi urus mahasiswa yang satu ini agak repot karena begitu kitorang "maen kasar" dia langsung bilang...awas eeee.....beta kastau mama....nah makanya kita orang jadi rada-rada atuuuuttttttttt.....ha ha ha ha ha

Anonim mengatakan...

@DTN
Kalo bicara masalah lingkungan, saya nyerah deh. Mungkin lain waktu saya akan berkomentar, karena selain alasan diatas saya juga lagi sibuuuuuuuuuk berat.(YR)

Anonim mengatakan...

satu saran sa.. daripada suruh pi tanam mangga yang sonde jelas tuh. mending bapatua Dan Adoe urus ame itu hutan kota yang sonde jelas tuh. lebe ada guna.
Beta ingat bantu bapa pung mahasiswa penelitian S2 di Undana salah satu teliti tentang hutan kota. Awe mama e.... sonde layak betul.

Nomang

poempuisi mengatakan...

belum ada posting baru?

mikerk mengatakan...

@ poem,

Besok saya posting baru. Ingat, Jangan sampai enggak nengok blog ya....ntar ane kirim para dedemit yang suka nongkrong di chatt box godain situ ha ha ha ha...thanx atas atesinya. GBU

mikerk mengatakan...

@ Mas Budi, Suto, Wilmana, NK, DTN, Norman:

Simaklah satu ceritera yang dikirim oleh, katakan saja mr x - sahabat baik saya, yang barusan saya download dari e-mail. Judulnya:

"BEGINILAH JIKA BERSAUDARA"

Dua orang bersaudara bekerja bersama menggarap ladang milik keluarga mereka. Yang seorang, si kakak, telah menikah dan memiliki keluarga yang cukup besar. Si adik masih lajang dan berencana tidak menikah. Ketika musim panen tiba, mereka selalu membagi hasil sama rata. Selalu begitu.

mikerk mengatakan...

Pada suatu hari, si adik yang masih lajang itu berpikir “Tidaklah adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku masih lajang dan kebutuhanku hanya sedikit”.

Maka demi si kakak, setiap malam, dia akan mengambil sekarung padi miliknya, dan dengan diam-diam, meletakkan karung itu di lumbung milik kakaknya Sekarung itu ia anggap cukuplah untuk mengurangi beban si kakak dan keluarganya.

Sementara itu, si kakak yang telah menikah pun merasa gelisah akan nasib adiknya. Ia berpikir “Tidak adil jika kami selalu membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku punya istri dan anak-anak yang akan mampu merawatku kelak ketika tua. Sedangkan adikku, tak punya siapa-siapa, tak akan ada yang peduli jika nanti dia tua dan miskin. Ia berhak mendapatkan hasil lebih daripada aku”.

mikerk mengatakan...

Karena itu setiap malam, secara diam-diam, ia pun mengambil sekarung padi dari lumbungnya dan memasukkannya ke lumbung milik adik satu-satunya itu. Ia berharap, satu karung itu dapatlah mengurangi beban adiknya kelak.

Begitulah, selama bertahun-tahun kedua bersaudara itu saling menyimpan rahasia. Sementara padi di lumbung keduanya tak pernah berubah jumlah. Sampai…, suatu malam, keduanya bertemu, ketika sedang memindahkan satu karung ke masing-masing lumbung saudaranya.

mikerk mengatakan...

Di saat itulah mereka sadar dan saling menangis, berpelukan. Mereka tahu, dalam diam, ada cinta yang sangat dalam yang selama ini menjaga persaudaraan mereka. Ada harta yang justru menjadi perekat cinta bukan perusak. Demikianlah jika bersaudara.

mikerk mengatakan...

Mudah-mudahan ada yang bisa dipelajari dari ceritera itu. Harta benda tidak dipertukarkan tidak apa tetapi bagaimana jikalau saling mempertukarkan doa?

Jika bertukar doa masih sulit, bagaimana jikalau, minimal, kita tidak saling bertukar "kata kasar" dan "menimbun amarah". Itu tawaran saya.

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Ceritera yang mengharukan tapi sayang enggak direarangement dan dijadikan bahan posting. Saya menunggu posting baru (Sulis)

Anonim mengatakan...

kaka @bm...

be ada "nae katumu" ini foto. gaga mamati ee. cek sa! kalu sonde puas, doi kambali.

KLIK DISINI!

*fuik do te*

Sabarati mengatakan...

@BM
Saya setuju dg sdr.Sulis ~ cerita pendek dlm Comment "BEGINILAH JIKA BERSAUDARA" cerita yg mengharukan... sangat menyentuh.. Luar biasa !
"Ada harta yang justru menjadi perekat cinta bukan perusak. Demikianlah jika bersaudara".
SALAM.

Anonim mengatakan...

@om kana

Wah curang oOoohhh.... ame foto dari beta pung blog ne ma. HaHaHa.. Tapi beta mau kasih gambaran sa, bapa itu orangnya sante-sante sa, kadang keras (keras mamati), tapi kadang lebe mirip ke kitong pung kawan sa. Makanya bapa kadang-kadang suka buat hal yang konyol ke foto begitu. tapi itulah beta pung keluarga..

Tapi, Sssttt Rahasia e.... Beta pung mama tuh kalau foto sonde pernah mau keliatan konyol. mau bastel abis. HaHa

Nomang

Anonim mengatakan...

weh, udah banyak betul ya yg ngomen2. Herannya nie.. baik postingan n komen blom ada yg coba2 menyoal kemampuan ekonomi alias aturan pasar burung: ada rupa, ada harga.

just IMHO, ini termasuk dasar dr bincang2 ini. Singkatnye, andaikata nih yaa... USA, Rusia, Cina dll menurunkan standard persyaratan minimumnya untuk pengolahan alam, sy yakin para penambang raksasa spt freeport, caltex, unocal, inco, CNOOC, dll akan menambang di negaranya masing2.
Cuman utk bisa memenuhi standard persyaratan lingkungan disana, butuh biaya yg amat tinggi sekali, bahkan tidak masuk akal dipandang dr segi ekonomi praktis.

That's why mereka menjelajah negara2 miskin yg tidak mewajibkan investor memenuhi standard persyaratan lingkungan tertentu, kalo pun ada *halah* itu mah bisa diaturlah yg ujung2nya amat sangat jauh lebih murah ketimbang dana yg harus dikeluarkan utk memenuhi persyaratan lingkungan di negara2 lain.

Jadi, kalo republik ini gak pernah punya hukum yg jelas n tegas via undang2 standard persyaratan lingkungan kek gitu --- maaf, maaf aja yaa... saya terpaksa mengatakannya makan deh tuh ilmu pengetahuan, kesadaran secara mandiri, doa2, dsb dsb untuk keterlangsungan dan keberlajutan alam ini.

Salam
~JM