Minggu, 08 Februari 2009

perubahan memang menakutkan tapi don't worry .... be happy lah.....

Dear sahabat blogger,

Saya sebenarnya masih dalam tahap mematangkan ide guna membuat posting baru. Akan tetapi karena sesuatu raison d'etre...he he he ... sahabat setia blog ini pasti tahu ... maka saya terpaksa membuat posting ini. Tak apalah. Demi persatuan dan kesatuan NKBB...negara kesatuan blog BM ... ha ha ha ha ha ha .....

Begini, kemarin siang saya menghadiri acara pengukuhan 2 orang Guru Besar Undana (Universitas Nusa Cendana, Kupang - tempat saya mengabdikan diri) yang baru. Seorang Guru Besar dari Fakultas Peternakan. Dahulu beliau adalah guru S1 saya ketika belajar Ilmu Peternakan. Seorang lainnya adalah Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Seorang Ahli Bahasa Indonesia. Dahulu kala, beliau juga pernah mengajarkan Mata Kuliah Bahasa Indonesia bagi saya. Ketika S1 semester I. Kapan itu? 27 tahun yang lalu.. Sudah lama dan itu berarti, ah.......sudah banyak yang berubah dalam diri mereka dan juga diri saya sendiri.....

Dahulu mereka Guru Kecil ...
sekarang Guru Besar ...
dahulu saya mahasiswa....
sekarang saya Dosen ....
sekarang mereka profesor...
Nanti....jikalau Tuhan berkenan....seharusnya saya juga bisa seperti mereka....

That's change....... everybody should believe......but ... not everybody want to do that .....

Berubah? Ya, hampir semua orang percaya itu tetapi tidak semua orang mau melakukan perubahan. Berubah? hampir semua orang percaya itu tetapi berubah itu tidak gampang. mengapa? Rasa TAKUT....

Rheinald Kasali, ahli manajemen itu pernah mengatakan begini:

Dalam organisasi di mana banyak terdapat orang-orang pintar, PERUBAHAN akan menjadi masalah besar. Kenapa ? Karena sulit bagi orang-orang pintar untuk berperilaku menjadi orang yang masih baru. “Hal ini karena dia takut kelihatan bodoh lagi,”. Kasali menambahkan bahwa “Semakin Anda banyak memiliki orang-orang pintar (dalam organisasi), akan terdapat kecendrungan dimana semua orang yang datang akan dianggap salah. Akan selalu terdapat kecendrungan bahwa semua yang dibuat orang lain itu akan dianggap salah”. Dalam pengamatan Doktor Rhenald Kasali, di berbagai perusahaan, termasuk organisasi-organisasi dan juga bank-bank sentral yang semuanya mengalami up and down, ternyata dan celakanya, hampir semua dari perusahaan atau organisasi itu baru mau melangkah melakukan perubahan saat perusahaan sedang berada di bawah (down stage).

Anda lihat bahwa perubahan itu bukan perkara gampang. Dan, ahaaaaaa......paling tidak gampang melakukan perubahan adalah.....justru oleh orang-orang pintar. Mengapa? Saya kasi sedikit bagian dari posting saya yang tertunda, yaitu manusia adalah makhluk paradoks. Ada banyak alasan (nanti saya ulas dalam posting mendatang) tapi salah satunya adalah ini: manusia adalah pribadi yang subsisten dan sekaligus terbuka. Manusia pada kodratnya adalah makhluk yang melihat ke dalam (inward looking). Dirinya adalah tidak lain dari dirinya sendiri. Tidak mampu menjadi makhluk lain. Tidak mau berbagi ruang dengan orang lain. Mahkluk lain adalah barang lain yang harus "dimakan" supaya dirinya sendiri selamat dan atau nyaman. Jika begitu maka setiap perubahan adalah ancaman. Setiap ancaman sifatnya menakutkan. Sebelum ketakutan itu datang maka, jangan berubah. Tidak perlu berubah. Saya cukupkan di sini dulu landasan teoritis ini.

Sampai di sini saya belum ingin mengatakan apa-apa terlalu banyak kecuali, satu hali ini:

Guru saya adalah SGT dan kekasih hatinya. Nah, Maha Gurunya SGT pernah mengatakan begini....berubahlah karena pembaruan budimu.......(ingat: budi yag dimaksud sudah barang tentu bukanlah budi si abang saya itu ha ha ha ha ha....). Sang Maha Guru tampaknya tahu persis bahwa perubahan bukan perkara gampang. Oleh karena itu DIA mengajak untuk memulai perubahan justru dari diri sendiri. Dan itu dimulai dari budi pekerti diri sendiri. Lihatlah tutur katamu. Tengoklah perangaimu. Periksalah adab dirimu. Perubahan hanya mungkin dimulai dari sana. Indah bukan? Ya, ajakan yang sangat indah dari SangMaha Guru.

Nah, untuk mengiringi niat melakukan perubahan dalam diri sahabat semua, sudah barang tentu ajakan ini berlaku juga untuk diri saya sendiri, maka silakan menikmati musik indah berikut ini (tentang lagu ini, sahabat dapat melihatnya di blog mike@musik - http://www.mikeenmusik.blogsopt.com.


NB. guna menghindari kekeliruan pemahaman
  1. Guru Besar adalah JABATAN AKADEMIK tertinggi bagi orang dengan profesi sebagai DOSEN. Mereka yang bukan dosen sebenarnya tidak mengunakan gelar itu. Juga, mereka yang Dosen tetapi meninggalkan profesi dosen dan menjadi Presiden, Gubernur, Menteri, politisi atau pekerjaan lain, pokoknya TIDAK LAGI MENGAJAR seharusnya menanggalkan jabatan akademik ini. Tapi, begitulah Indonesia. Suatu negeri yang menurut Adam Malik....segala sesuatunya bisa di atur....Mungkin mereka yang terlibat keanehan itu tergolong kepada deskripsi Kasali, yaitu yang pintar justru paling takut perubahan. Entahlah.
  2. Gelar akademik tertinggi adalah DOKTOR yang bisa diperoleh siapa saja. Tidak hanya para dosen.
  3. Mana yang lebih tinggi derajatnya di antara kedaua gelar itu? jawabnya: keduanya tidak bisa dibandingkan. Sama-sama adalah tertinggi di "jalurnya".

58 komentar:

mikerk mengatakan...

Selamat membaca dan selamat menakar diri untuk seera melakukan perubahan. Tabe

mikerk mengatakan...

Selamat hari minggu bagi yang merayakannya dan selama berlibur bagi semua yang berlibur. GBU

mikerk mengatakan...

Jikalau sahabat mengclick lagu bobby mcferrin dan melihat komentar2 terhadap poating video itu di tou tube...ahaaaa ha ha ha ha...saya agak tenang karena ...ternyata untuk hal kebiasaan memaki di komen-komen... orang Indonesia masih jauh lebih sopan ha ha ha ha ha...ternyata bule-bule itu ngawur juga ya kalau sudah berbeda pendapat ha ha ha ha ha....PERTIMBANGKANLAH UNTUK TIDAK MENIRU ITU DENGAN ALASAN APAPUN TERMASUK KEBEBASAN BERPENDAPAT...

Tabe Bos en Bes

Anonim mengatakan...

Ya, perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Dari budi pekerti. Beta baca dolo beberapa kutipan untuk itu (A9ust)

Anonim mengatakan...

@ Pak Mike dan Pak Agus,

Saya menemukan konteks ayat Alkitab yang menjadi inti tema renungan posting pak Mike. Ini dia:

Roma 12:1-2

(1) Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati

(2) Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

(Yes, BTN)

Anonim mengatakan...

@ Pak Mike,

Menjadi serupa atau seragam lebih menyenangkan. Kita tidak usah lagi susah-susah membuat sesuatu yang baru. Meneruskan sms (forward) jauh lebih mudah daripada mengetik ulang konsep kiriman pesan.

Pak Mike mengatakan bahwa perubahan itu menakutkan. Saya pikir betul karena ada rasa takut tidak seragam dengan apa yang dialkukan banyak orang lain. Kita sering bersikap mengikuti saja apa yang sudah-sudah dan sambil tambah-tambahh bumbu-bumbu didalamnya. Jauh lebih nyaman memakai seragam disekolah daripada sendirian memakai pakaian yang berbeda.

Lebih baik menjadi bebek atau itik itik yang mengekor kemana kumpulan pergi dan tidak akan tersesat ketimbang Seekor elang yang terbang melawan arus. Sendirian pula.

Tapi bagaimana ini dengan kita ini? Manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk beradaptasi. Itulah yang dikatakan oleh Rasul Paulus dengan mengingatkan orang Kristen betapa perlunya menjadi baru dan diperbaharui dengan firman sehingga benar-benar berbeda dari dunia ini dengan kebiasaan-kebiasaannya.

Berubah tidak meninggalkan dunia ini; namun menjadi baru dalam tingkah pola lakunya.

Saya pikir itu adalah refleksi saya terhadap tema posting Pak Mike kali ini.

Satu lagi bahan renungan yang berharga yang disampiak oleh Pak Mike. Selamat hari minggu. Tuhan Yesus Memberkati (Yes, BTN)

Anonim mengatakan...

Ha ha ha ha....To'o Yes ternyata lebih cepat dari beta. Nah, beta amini saja perenungn oleh Penatua Yes. Shalom (A9ust)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Untuk ke sekian kali bigmike berbicara tentang perubahan. Di blog ini tema perubahan sudah diposting untuk kali ke sekian. DI blog musik, saya lihat posting terakhir yang berbicara tentang rolling stones, saya pikir tema besarnya adalah juga perubahan.

Denagan keberulangan ini, saya pikir, selain karena "kegelisahan" setelah kepergian orang-orang tercinta pasti ada alasan lain. Apakah perubahan dalam perspektif konstelasi politik lokal dan nasional?

Kali ini saya menunggu catata balik dari sahabat. Berkenankah? (Eman, CN, Oebufu)

Anonim mengatakan...

Woooiiii, Eman, nikmati ajah, banyak tanya nih temen atu......wakakakekekekkikikik...

Gw lagi kesel ma Arsenal....nggak beres mainnya....haadddoohhhhhh...(Proxy73)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Hi hi hi mau niru Eman aaaahhhhh...menurut hemat gw...Bigmike ingin memberikan tawaran...perubahan dimulai dari diri.

GW terkenang reformasi, banyak orang berharap pada perubahan sistem ternyata kerusakan lebih parah karena..moralitas pribadi sungguh gawat....DPR adalah kumpulan banyak badut yg jualannya adalah huta, perkara, tanah, sex, harga diri en so on so on....

Tapi menurut GW, perubahan dari "dalam" harus gayut ma perubahan dari luar. C7 ga hoooiii boszzz????...wakakakakakakakak....(Proxy73)

Anonim mengatakan...

Walaaaahahhhh,,,,Juventus menang beruntung doang ma Catania 2-1........minggu depan bakal kalah ma Sampdoria...

Juve berubah lebih konsisten dooonggggg....berubah tapi konsisten? that's paradox like BM mentioned .....(Proxy73)

Anonim mengatakan...

Kita andaikan statement Proxy73 menumbulkan opsi....

perubahan dimulai dari diri
or
perubahan dipaksakan oleh sistem

Mana sahabat pilih?

Saya pribadi akan berpendapat seperti berikut ini:

Anonim mengatakan...

Perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Di sisi lain, Singapura, Kanada, Australia, dan New Zealand –- negara-negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun — saat ini merupakan bagian dari negara maju di dunia. Mayoritas penduduknya tidak lagi miskin.

Anonim mengatakan...

Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk pertanian dan peternakan. Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya.

Anonim mengatakan...

Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan, integritas, dan ketertiban –- tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia.

Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa.

Anonim mengatakan...

Lantas apa yang membedakan negara kaya dan negara miskin? Saya kira resepnya dalah hal-hal berikut ini:

Perbedaannya adalah pada sikap/perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk bertahun-tahun melalui kebudayaan dan pendidikan.

Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut:

1. Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
2. Kejujuran dan integritas
3. Bertanggung jawab
4. Hormat pada aturan dan hukum masyarakat
5. Hormat pada hak orang/warga lain
6. Cinta pada pekerjaan
7. Berusaha keras untuk menabung dan berinvestasi
8. Mau bekerja keras
9. Tepat waktu

Anonim mengatakan...

Di negara terbelakang/miskin/berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi 9 prinsip dasar kehidupan tersebut.

Negara-negara miskin (terbelakang) bukan karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam. Mereka terbelakang/lemah/miskin karena perilaku yang kurang/tidak baik. Masyarakatnya kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan mereka mampu membangun masyarakat, ekonomi, dan negara.

Jika kita mencintai NKRI, jangan hanya berdiam diri. Kita bisa mulai melakukan perubahan. Ciptakan keinginan untuk BERUBAH dan BERTINDAK!

Dan… PERUBAHAN DIMULAI DARI DIRI KITA SENDIRI! (Binxars)

mikerk mengatakan...

Howdy, selamat pagi semua:

Saya membuat beberapa penyuntingan. Semoga dapat dibaca dengan lebih nyaman. GBU

mikerk mengatakan...

@ Bung Eman,

Sulit menjelaskan mengapa saya terus memposting tentang perubahan. Beberapa hal memang terjadi begitu saja. Thanx atas atensinya. GBU

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Wah, posting ini menggugah pikiran. Amat bagus. Saya biasanya pagi-pagi, senin, sudah di kantor dan berusha membuka blog BM. Biasanya ada posting baru dan sering-sering menjadi inspirasi semangat bekerja. Maklum, I hate monday he he he he.

Saya nggak bgt setuju ma bung Eman. Mseki posting ini bicara perubahan tapi dipotret dari sudut berbeda. Saya pikir, begitulah BM. Memotret hal-hal kecil dari aneka sudut lalu, meyajikannya ke kita2.

Saya secara khusus ingin mengajukan pendapat terhadap statemn Kasali. Mengapa perusahan besar takut perubahan (Elizahayu)

Anonim mengatakan...

Ketika saya masih "di sana" tahun 1999 salah satu tugas yg harus kami diskusikan adalah manajemen perubahan.

Kasus kami ketika itu adalah teori Price Pritchett, pakar Change Management dari Pritchett & Associates Inc.,

Hal terpenting yang akan Anda hadapi dalam mengelola perubahan akan mengikuti rumus 20-50-30.

Artinya, paling sedikit terdapat 20% anggota organisasi Anda akan mendukung perubahan, 50% memilih "wait and see", sedangkan 30% akan menentang, bahkan berusaha menggagalkannya. Itu berarti hanya ada 20% yang siap bersama-sama

Anda melakukan perubahan dan perlu usaha yang besar untuk menarik 80% lainnya, termasuk 30% yang "mbalelo".

Dalam manajemen perubahan (change management) dikenal dua jenis perubahan:

1. perubahan yang direncanakan dan 2. perubahan yang dipaksakan.

Perubahan yang pertama menunjukkan kesiapan perusahaan untuk berubah, sedangkan yang kedua, perusahaan dipaksa berubah dengan segala risiko yang harus dihadapi.

Mengubah keadaan yang dirasakan sudah nyaman memang bukan suatu hal yang menyenangkan. Sahabat mungmin masih ingat sebuah perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia misalnya, terpaksa harus menjual asetnya sejumlah Rp 3 trilyun untuk melakukan restrukturisasi. Hasilnya memang terlihat belakanangan ketika perusahaan ini mampu "mencuri pangsa pasar" dari kompetitornya. Sesuatu dulu tabu dilakukan, sekarang mereka melakukannya, yaitu perang iklan (Elizahayu)

Anonim mengatakan...

Pertanayaannya adalah, kembali lagi, mengapa mereka takut berubah?

Hasil diskusi kami ketika itu menyimpulan:

1. Pertama, takut berubah dan takut kehilangan. Perasaan seperti terancam PHK ada di kelompok ini.

2. Terlambat untuk memulai dan bergerak terlalu lamban. Kadangkala manajemen menunggu momentum yang tepat untuk melakukan perubahan. Malangnya, perubahan di tataran eksternal terjadi sangat cepat dan tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk mengambil ancang-ancang.
3. Perencanaan yang buruk. Banyak inisiatif perubahan dilakukan secara sporadis dan tidak terencana dengan baik. Umumnya perusahaan melakukan beberapa inisiatif perubahan sekaligus tetapi parsial.

4. Gagal atau bahkan tidak melibatkan karyawan. Karyawan yg menonton adalah mereka yang berpotensi masuk ke dalam kelompok 30% yg membangkang. Kadang-kdang sangat destruktif.

Anonim mengatakan...

5. Pendukung perubahan sering tidak diapresiasi dan mreka berpotensi apatis.

6. Lemahnya komunikasi tentang perubahan.

7. Lemahnya kepemimpinan dan sponsorship. Dalam bukunya ?The Challenge of Organizational Change?, Rosabeth Moss Kanter membagi para pelaku perubahan dalam
tiga peran: Pelopor Perubahan (Change Strategist), Pelaksana Perubahan (ChangeImplementor), dan Penerima Perubahan (Change Recipient). Pelopor Perubahan atau sponsor, umumnya pimpinan organisasi, pihak yang berinisiatif untuk melakukan perubahan, konseptor yang berpengalaman dan memahami praktek bisnis organisasinya. Pelaksana Perubahan umumnya middle manager yang bertindak sebagai agen perubahan. Sedangkan Penerima Perubahan, bagian terbesar dari organisasi, adalah pihak yang paling terkena dampak perubahan.

Kebuntuna komunikasi antara aktor-aktor perubahan menyebabkan perubahan menjadi hal yg menakutkan.

8. Budaya perusahaan dan struktur organisasi. Seorang pakar manajemen pernah menasehati, "Ubahlah proses kerja terlebih dahulu, perubahan sikap akan mengikuni" Nah, hal ini bertentangan dengan pendapat BM - perubahan dimulai dari sikap diri - atitude). Tarikan antara 2 pendapat ii menyebabkan perubahan sering menjadi momok. Kasusnya mirip ayam dan telur.

Ah, kepanjangan ngomong. Maaf yaa...sekedar berbagi pengalaman yg kebetulan terus saja terjadi sampai saat ini. Teori ternyata sering bertebrakan dengan fakta. DI sini mungkin, sikap diri menjadi penentu. Dan pada titik ini saya sepakat dengan BM. Budi pekerti akan menuntun perubahan. Seamat bekerja dan selamat berubah (Elizahayu)

Anonim mengatakan...

@ Sahabat muda Bigmike,

Bung Kaarno dengan berani membawa Indonesia berubah dari negeri terjajah menjadi negeri merdeka. Jadi memang perubahan harus diawali oleh komitment pribadi untuk BERANI BERUBAH.

Ahmad Safuan al-Karami :Let’s Be Brave (Rahasia Memulai Perubahan)

“Rasa takut selalu muncul dari ketidaktahuan”

Hidup adalah perubahan! Perubahan adalah hukum yang pasti dalam kehidupan. Pendek kata, tidak ada yang tidak berubah dalam kehidupan ini selain perubahan itu sendiri.

Tetapi, walaupun kita ingin berubah berlaku dalam kehidupan, tidak semua kita mampu melakukannya. Sebahagian besar sebab perubahan tidak terjadi KARENA tiada keberanian memulainya.

Munculnya keberanian berkaitan erat dengan motivasi dalam diri kita. Kita disebut berani jika mampu menembus rasa takut yang menghambat kita.

“Apapun yang dapat dan ingin anda lakukan, mulailah sekarang. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaibannya sendiri.”-Gothe

Camkan baik-baik itu, sahabat muda. Jaya Indonesia. MERDEKA (Syamudin, bloggertua)

Anonim mengatakan...

@ Binxars dan Proxy73,
Agen perubahan bukanlah bersifta opsional. Kalau tidka dari luar maka dari dalam.

COba kita perhatikan defenisi berikut ini:

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.


Sahabat lihat bahwa menurut defenis di atas, agen perubahan bersifat struktural. Dari luar menuju ke dalam.

Tapi lihat ini:

Setiap perubahan struktur masyarakat terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa "kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan".

Jadi, memang pada mulanya perubahan datang dari dalam. Kemudian mendorong perubahan yang bersifat struktural (Julius)

Anonim mengatakan...

gw gg bgt c7 kalo dibilang perusahaan besar takut melakukan perubahan. Gw kira harus diliat dulu budaya perusahaan itu.

Kesimpula berdasarkan pemnelitian di USA mungkin cuma alid utk kasus USA. Tidak untuk manajemen oriental. Mngkin karena itu di tengah badai krisis finansial, perusahan-perusahaan oriental jauh lebih bertahan ketimbang western (PM, MK)

Anonim mengatakan...

Falsafah manajemen Jepang adalah falsafah manajemen yang mengantisipasi perubahan, peka terhadap perubahan, serta melakukan perbaikan-perbaikan dengan pendekatan yang khas.

Falsafah kerja Jepang menganggap bahwa cara hidup, cara bekerja, kehidupan sosial, rumah tangga, dan segala sesuatu harus disempurnakan setiap saat. Jadi penekanan falsafah kerja Jepang adalah pada upaya-upaya perbaikan, terutama agar dapat menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Dalam menganut falsafah tersebut dituntut kepekaan terhadap perubahan. Tujuannya agar tidak terlena oleh keadaan yang mapan dan statis, senantiasa merubah dan berubah (melakukan perubahan ke arah yang positif/perbaikan), agar ketahanan bisnis terhadap perubahan lingkungan terjamin.

Manajemen Jepang telah mengikuti falsafah yang berintikan penyempurnaan/perbaikan yang terus menerus. Bahkan falsafah ini telah tertanam sedemikian rupa dalam pikiran manajemen serta karyawan, yang tertuang dalam Kaizen.

Nah, kira-kira gitu deh. Eliz, sori ya. Kali ini gw ga c7 ma mbak he he he (PM)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike.

Emang posting yg mengispirasi kerja deh...thanx ya (PM)

Anonim mengatakan...

@ Julius,

Dalam wacana perubahan sosial, sampai sekarang masih terus diperdebatkan, dari mana datang perubahan. Manusia sebagai pribadi atau struktur masyarakat. Kita sering bilang, ah...orang baik tetapi ketia masuk dalam sistim yg rusaj, bakalan rusak dia. Tetapi di lain pihak ada yg mengatakan sebaliknya...sistem yg rusak dapat diperbaiki dengan memasukkan orang yang baik ke dalamnya.

So, jgn terlalu cepat mengambil kesimpulan (Yewe)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike,

Saya tunggu perubahan itu....Prof. Bigmike...akur???? ha ha ha ha (Yewe)

poempuisi mengatakan...

Howdy,

Gw kasi puisi ini tuk dipikirkan. Apa yang mau berubah. Mengapa harus berubah?

Duhai jiwa yang kerontang
Mengapa engkau berhenti merentang ?
Ataukah kini sudah tiada garis lintang
Hingga kau sudah lelah menantang

Kemana tang tiada kini tan ?
Kemana tang tiada jauh ren ?

Padahal tang tak berbatas lin !
Padahal tang tak menciut rin !

Karena tang, aku tang seharusnya tang!

poempuisi mengatakan...

eh ya,

puisi itu gw dedikasikan untuk semua yg suka puisi. Kalo ada yg bisa tau artinya tolong gw di beritahu

Anonim mengatakan...

@ Mike,

Perubahan untuk menjadi Prof. silakan. Bahkan sebenarnya, dari nutrisi cuma 2-3 org lagi yg pantas jd Prof. Ama salah satunya tapi Prof. dgn orasi yg asal kutip, tidak punya penelitian yg outstanding? bikin apa?

Jadi, berubahlah tetapi berubah yg lebih bermutu. Saya percaya mike bisa (John, Oemasi)

Anonim mengatakan...

Ada yg mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan hasil kombinasi dari 3 hal sekalgus, yaitu:

1. alam
2. teknologoi
3. budaya

Nah, meskipun saya bisa memahami bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri tapi bagaimana dengan teori di atas? (13)

Anonim mengatakan...

It has been my philosophy of life that difficulties vanish when faced boldly."
- Isaac Asimov

Seturut hal ini maka perubahan memang harus datang dari dalam diri sendiri. Berani lalu berubah. Bagaimana? (13)

Unknown mengatakan...

@ Bigmike,

Syalom. Ah, saya mulai menyukai blog ini. Topiknya bagus-bagus dan bisa dijadikan bahan renungan.

Saya juga ingin urun rembug.

Berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana
kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna (Roma 12:2)

Unknown mengatakan...

@ Bigmike,

Proses metamorfosa yang mengubah ulat menjadi kepompong, kemudian menjadi kupu-kupu, sungguh suatu perubahan yang mengagumkan.

Dari arti katanya, metamorfosa berarti bentuk yang berubah. Namun, yang terjadi pada kupu-kupu
bukan hanya perubahan bentuk, tetapi juga gaya hidup. Ulat merangkak, kupu terbang. Ulat makan daun, kupu mengisap madu. Ulat tampak rakus, kupu tampak
anggun. Ulat bergerak lambat, kupu terbang cepat. Sungguh perubahan yang bersifat total!

Kata "metamorfosa" itu pulalah yang dipakai Paulus ketika menulis: "Berubahlah oleh pembaruan budimu ...". Paulus ingin jemaat di Roma benar-benar berubah, seperti perubahan yang dialami ulat hingga menjadi kupu-kupu.

Unknown mengatakan...

@ Bigmike,

Gaya hidup, cara pandang, dan cara jemaat menjalani hidup mesti berubah, sehingga mereka "dapat
membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan yang
sempurna".

Ya, reformasi sejati tidak hanya mengubah forma (bentuk), tetapi juga mengubah apa yang ada di dalam hidup seseorang.

Hidup kita perlu terus mengalami reformasi. Harus terus bergerak dari ulat ke kepompong. Jadi tidak hanya diam, tetapi seperti pesan Paulus, kita perlu terus mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (ayat 1).

Artinya, kita selalu menyadari-dan kemudian membuktikannya pada
dunia-bahwa atas kemurahan Allah dan kasih karunia-Nya, hidup kita ini adalah milik Allah.

Mari terus berubah agar semakin matang di dalam Tuhan. Hingga pada saatnya kelak, kita sungguh berubah menjadi indah dan memberkati setiap orang yang
melihatnya

Anonim mengatakan...

Change

Change is everywhere,
All around us.
If you do not notice any change,
You are not changing.
If you do not notice any change,
Have you seen,
The ocean,
The skies,
The seas,
The land?
If you do not notice any change,
You, alone, will never change.
(PM)

Anonim mengatakan...

Renungkan juga yg satu ini:


Change is

Change...

Time to time...

All are change...

Change is...

Permenent...

Not tempervory

With out change is

Any thing...

Nothing is in world...

Anonim mengatakan...

@ Johanes,

Uraian anda bagus sekali. Berdasarkan uraian itu dapat disimpulkan bahwa jika perubahan yang substansial dna fundamental bukan cuma merubah struktur atau performa tetapi perubahan sikap perilaku. Jika begitu maka memang bigmke sudha mengutip ayat yg tepat,yaitu perubahan dimulai dari budi pekerti manusia itu sendiri.

Terima kasih atas pencerahannya. Sering-seringlah berkunjung kemari. Salam damai (Eman, CN, Oebufu)

Anonim mengatakan...

@ Bigmike and all,

Perubahan sosial umumnya memiliki 3 bentuk, yaitu evolusi, revolusi dan reformasi.

1. Evolusi dipahami sebagai bentuk perubahan yang memakan waktu lama. Proses perubahan seperti ini cenderung hanya melingkar di tingkat elite saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit penguasa.

Konsekuensi logis dari perubahan model ini akan menempatkan rezim penguasa pada keleluasaan menentukan agenda-agenda perubahan yang ada berdasar “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.

Pada tataran ini, ORBA sebenarnya melakukan perubahan tetapi perubahan yg bersifat evolusi. Perlahan-lahan sambil elite memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya

Anonim mengatakan...

2. Bentuk kedua adalah revolusi.

Perubahan secara cepat ini cukup populer di kalangan gerakan sosial atau aktivis pembebasan. Dalam prosesnya, cara ini cukup beresiko.

Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat tersebut meminta banyak korban sebagai prasyarat dari proses yang memang cukup reaktif dan terkesan sporadis dari sisi waktu maupun agenda-agenda yang dilakukan.

Hasil dari cara ini dapat dilihat dengan cepat, karena secara umum bertujuan pada perubahan politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan.

Pola-pola perubahan sosial politik di Amerika Latin merupakan contoh model ini. Juga perubahan yg terjadi di Iran merupakan contoh lain pola ini. elite berganti secara cepat tetapi nasib rakyat terus saja menderita. Bigmike pernah menulis dengan sangat indah tentang hal ini dalam posting Natal.

Dan saya duga, inilah yg terjadi di Indonessia. Ada yg sekelompok masayarakat yg tidak puas dengan sistem yg ada lalu bergerak cepat, menumpang proses-proses demokrasi, guna merebut kekuasaan politik. Anda bisa meneruskan logika saya ini

Anonim mengatakan...

3. Reformasi yang didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang gradual dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat.

Reformasi merupakan bentuk kompromi antara evolusi dan revolusi. Reformasi atau pembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang), telah berlangsung di berbagai belahan dunia sejak zaman Renaissance abad ke-15 Masehi. Berawal di Jerman dengan pemikiran Martin Luther King, yang menggugat penyimpangan ajaran Kristiani, berlanjut pada pemikiran Thomas Hobbes tentang State of Nature-nya di Inggris, John Locke, Rousseau hingga pemikiran demokrasi modern-nya Robert A Dahl.

Gagasan reformasi berintikan pentingnya moralitas pemimpin untuk menjalankan demokrasi. Demokrasi tidak saja berarti kekuasaan di tangan rakyat, namun juga desakralisasi pemimpin yang dibatasi aturan konstitusi dan diawasi oleh lembaga lain dimana rakyat memiliki hak atas mandat pemimpinnya.

Pola ini merupakan pola yg ideal. Di Barat, Reformasi mendorong terjadinya renaisance dan pemikiran yang lebih rasional. Juga mendorong dihasilkannya pikiran-pikiran etos kerja baru yang seperti yg dirumuskan secara bagus oleh Weber.

Kita berharap ini yg seharusnya terjadi di Indonesia.

Jadi, di sinilah letak pentingnya perubahan yang dimulai dari diri sendiri karena nilai-nilai etika dan moral memang lebih banyak ada pada tataran kesadaran etis pribadi (Wied)

Anonim mengatakan...

@ Mas Wied,

Ini penjelasan yang amat bagus. Klokp dengan substansi postingnya bigmike. Menarik.

Saya juga mendukung dugaan bahwa di Indonesia yg terjadi adalah revolusi pura-pura terutama yg dilakukan oleh mereka yg getol dengan perda-perda dan UU seperti UU Pornografi (Eman, CN, Oebufu)

Anonim mengatakan...

@ Dear sahabat muda,

Kita sepertinya sepakat bahwa “perubahan” (change) itu adalah satu kemestian. Bahasa Islamnya mungkin “sunnah”.

Tentu saja bukan sekadar “tradisi” (tradition) melainkan sunnah. Artinya, perubahan dalam tubuh Islam merupakan hal yang inheren. Maka, ia menjadi sebuah kemestian.

Dalam Islam, perubahan (al-taghyir) identik dengan “pembaruan” (al-tajdid). Konsep taghyir ini berkaitan erat dengan usaha serius, bukan sekadar keinginan dan kemauan. Karena konsep ini benar-benar “Islami-Qur’ani”. Konsepnya dicetuskan oleh Allah s.w.t. di dalam Al-Qur’an. ‘Innallah laa yughayyiru maa biqawmin hattaa yughayyiruu maa bi’anfusihim’ (Qs. Al-Ra’du [13]: 11).

Jadi, menurut pemahaman saya perubahan tidak bisa terjadi secara isntant (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

Perubahan dalam Islam juga identik dengan individu dan komunal. Artinya, setiap individu harus punya pure goal (keinginan yang murni) untuk berubah ke arah kebaikan. Jika goal ini terbentuk, perubahan dapat dilakukan secara kolosal: besar-besaran atau lewat satu instansi dan komunitas.

Konsep ibda’ binafsika yang diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. adalah fondasi dasar bagi setiap individu untuk melakukan perubahan. Syeikh Musthafa Masyhur sering mengungkapkan dalam Fiqh al-Da’wah-nya satu konsep Islami ini: ashlih nafsaka wad’u ghayraka’. Perbaiki dahulu dirimu (niat, tujuan dan sasaran) lalu ajaklah orang lain melakukan hal yang sama.

Anonim mengatakan...

Hal berikut yang harus dicatat adalah, perubahan dimulai dari diri sendiri.

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuthi menjelaskan bahwa “Allah tidak akan mencabut nikmat-Nya dari mereka kecuali mereka merubah apa yang ada dalam diri mereka"

Anonim mengatakan...

Dalam Islam, perubahan juga bukan untuk menimbulkan permusuhan:

Syeikh Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya memberikan penjelasan yang cukup indah. Beliau menyatakan bahwa “Allah tidak akan merubah nikmat dan kesehatan dari satu kaum, lalu Dia menghilangkan dan menghancurkannya. Sampai mereka sendiri merubahnya: dengan cara saling menzalimi dan saling berbuat tidak adil. Juga lewat perbuatan jahat dan hal-hal yang menghancurkan dan menyuburkan kezaliman di tengah-tengah masyarakat. Yang pada gilirannya setiap komunitas “memangsa” yang lainnya, laiknya virus-virus yang menyerang manusia.

Jadi, perubahan itu tidak harus mengorbankan orang lain. Perubahan adalah demi kebaikan dan kepentingan orang banyak.

Perubahan adalah lewat kejujuran dan penuh perhitungan. Perubahan yang dilakukan lewat kezaliman dan kelaliman hanya akan menuai badai kerusakan. Maka, dalam perubahan tidak diajarkan kamus ‘memancing di air keruh’. Perubahan juga tidak dapat dilakukan lewat aji mumpung: ‘memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan’. Yang jelas, perubahan tidak “menghalalkan” segala cara.

Anonim mengatakan...

Akhirnya, saya harus menegaskna bahwa perubahan itu sifatnya gradual.

Gradualitas perubahan ini merupakan sunnatullah. Lewat alam ini Allah mengajarkan konsep gradualitas perubahan. Dari sejak matahari terbit hingga terbenam, Allah mengajarkan konsep gradualitas.

Pertumbuhan manusia, hewan dan tumbuhan juga mengindikasikan hal ini. Tidak ada yang ujug-ujug dan sim salabim langsung ada dan tersedia. Karena ini mustahil terjadi.

Sekaligus dengan sifat gradualitas, Allah mengajarkan bahwa tidak ada yang “kekal” di dunia ini. Yang kekal adalah “perubahan” itu sendiri.

Maka berubahlah. Sebelum semua kenikmatan dan kesempatan untuk berubah itu dicabut oleh Allah s.w.t. Yang tidak punya keinginan untuk berubah adalah menantang “sunnatullah”. Karena what does not change/ is the will to change. “Apa yang tidak berubah/adalah kehendak untuk berubah” kata Olson dalam The Kingfisher-nya. Maksudnya: setiap kita “wajib” berubah (Syamsudin, bloggertua)

mikerk mengatakan...

sori, saya mau mencatat weather;

kpg 29°C
Mostly Cloudy
Feels Like: 35°C
RH 75%
angin 19 km/h

Jakarta, Indonesia
30°C
Mostly Cloudy
Feels Like: 34°C
Humidity: 66%
Wind: W at 19 km/h


Brisbane, Australia

25°C
Cloudy
Feels Like: 26°C
Humidity: 68%
Wind: ESE at 23 km/h

(untuk diteliti)

mikerk mengatakan...

Kupang:
UV Index:
7 High
Wind:
From WNW at 12 mph
Humidity:
71%
Pressure:
29.31 in.
Dew Point:
75°F
Visibility:
7.5 miles
Sunrise:
5:47 AM
Sunset:
6:13 PM

Jakarta

UV Index:
9 Very High
Wind:
From W at 12 mph
Humidity:
66%
Pressure:
29.78 in.
Dew Point:
73°F
Visibility:
5.6 miles
Sunrise:
5:57 AM
Sunset:
6:16 PM

Brisbane

UV Index:
1 Low
Wind:
From ESE at 13 mph
Humidity:
58%
Pressure:
29.85 in.
Dew Point:
64°F
Visibility:
6.2 miles
Sunrise:
5:29 AM
Sunset:
6:35 PM

Anonim mengatakan...

sahabat syamsudin

senang sekali saya membaca ulasan sahabat ttg perubahan dari perspektif islam; sungguh menambah wawasan saya. tentang poin-poin yg sudah ditulis saya yang bukan islam tdk punya kompentensi menilai. tp saya tertarik dgn poin perubahan gradualitas yg islami dgn sejarah islam itu sendiri.

hanya berselang 100 tahun, terhitung nabi mengucap wahyu allah untuk pertama kalinya, wilayah kekuasaan islam amat besar; mulai dari arab, afrika, eropa, india sampai asia tenggara.

nah, bagaimana sahabat "mendamaikan" kedua hal ini; islam mengajarkan perubahan gradual dgn penguasaan wilayah-wilayah baru oleh tentara islam melalui perang yg sejatinya membawa perubahan radikal dalam masyarakat???

(joshua)

Anonim mengatakan...

@ joshua,

terima kasih anda telah bertanya. Tapi izinkan saya untuk kembali bertanya? Bagaimana anda bisa tiba pada pikiran seperti yang anda tanyakan? Seberapa radikal perubahan yang anda maksud. Uraiakanlah urutan esar adalah: tahun-tahun berdasarkan kronologisnya supaya secara bersama kta dapat melihat seberapa radikal perubahan itu? Sebab terbesar adalah, seandainya benar 100 tahun maka jawabab saya adalah: hal itu buka waktu yg pendek. 100 tahun adalah lama. Gradual juga kan? Demkain dahulu (Syamsudin)

Anonim mengatakan...

sahabat syamsudin

kalau saya katakan "hidup ini hanya sementara" pasti sahabat sepakat kalau (ini kalaunya) saya bicara tentang kekekalan/hidup selamanya diaherat nanti.

contoh lagi yg lebih praktis. 2 jam waktu yg amat singkat, kalau (ini kalaunya) saya pakai buat pacaran. tp kalau saya menunggu jam makan siang di kantor, 2 tsb terasa seperti "eternity."

saya tertarik nimbrung disini karena sahabat dan yg lain sedang bicara ttg perubahan khususnya perubahan sosial. dlm konteks ini, apakah ukuran waktu 100 tahun adalah lama? sebelum menjawab sahabat perlu pertimbangkan lagi fakta sejarah penyebaran islam yg saya sampaikan sebelumnya!!!

terakhir, perubahan yg dimaksud perlu sahabat lihat dari perspektif mereka yg ditaklukan oleh tentara islam. apakah perubahan yg mereka alami adalah gradual atau revolusi? lagi, sebelum menjawab, sahabat perlu menyimak fakta yg saya sampaikan ini, yaitu penguasaan wilayah-wilayab baru lewat peperangan.

kembali ke pertanyaan awal saya:

bagaimana sahabat mendamaikan 2 hal berbeda ini: 1) katanya perubahan gradual sejatinya inheren dalam islam dgn 2) metoda penyebarannya yg cepat dan radikal (lewat peperangan)???

(joshua)

Anonim mengatakan...

@ Joshua,

Saya tidak akan "mendamaikan" karena menurut saya hal yang saudara tanyakan tidaklah "cepat dan radikal". Lalu, dalam hal bagaimana saudara menganggap bahwa hal itu cepat? Itu saja.

Anonim mengatakan...

baiklah, saya hargai opini sahabat walau faktanya ada 2 hal berbeda yg perlu dijelaskan.

saya sering dengar katanya demokrasi indonesia masih "bayi." mana ada bayi yg berumur 60an tahun??? :D
tp ini jangan ditanggapi, sekedar intermezo saja.

itu saja dan terima kasih sahabat.

(joshua)

jabon mengatakan...

kalo berubahnya jadi patung gimana.....?