Setelah episode ayam tangkap berlalu, dan ternyata cita rasa sang ayam terbukti maak nyuus, saya dan mas Edo meneruskan perjalanan masuk
Siang berlalu menuju petang. Dan sekitar jam 5 petang, kami diberi tahu petugas lobby hotel bahwa ada tamu dari WWF Aceh menunggu kami untuk mengajak kami round-round kota Banda Aceh. Lalu, kami pun mendapati mereka. Satu orang bernama Pak Sukri. Saya pikir orang keturunan India. Tampangnya mirip Inspektur Raj dalam filem-filem India yang nehi-nehi itu. Mas Edo terlihat langsung akrab dengan Pak Sukri. Saya pikir mereka pasti sudah lama sohib-an. Pak Sukri memang orang baik. Yang satu lagi bernama Edo. Yang ini saya pikir orang Aceh keturunan keling juga. Supaya bisa dibedakan dari Edo mataram maka saya menyapa Edo Aceh ini sebagai Teuku Edo zonder pake' nunggu persetujuan yang bersangkutan. Teuku Edo-pun terlihat sangat bersahabat. Tagal sikap kedua sahabat baru itu maka hanya dalam hitungan menit kami langsung bisa akrab. Mobil perlahan meninggalkan hotel. Percakapan ini-itu. Ngalor-ngidul. Dan, tibalah kami ke bagian kota yang dikomentari oleh Pak Sukri sebagai "daerah yang ini dahulu hancur habis diterjang Tsunami". Ah, rasa was-was yang tadi siang sempat meredup kini timbul kembali. Hmhhhh.....
Lalu, kami di antarkan oleh dua sahabat baru itu ke satu tempat yang bernama PLTD Apung, yaitu pusat tenaga listrik yang berada di atas sebuah kapal. Dahulu, sebelum Tsunami, kapal ini konon sedang berlabuh di laut tetapi oleh gelombang dahsyat itu, lalu dia berpindah ke tempatnya yang sekarang. Luar Biasa. Bagaimana mungkin benda seberat puluhan ton ini bisa dipindahkan 3 km dari daerah pantai (offshore) ke arah daratan jika gelombang yang datang hanya biasa-biasa saja. Jika kapal sebesar ini saja bisa dipindahkan maka bagaimana dengan orang-orang yang mungkin akan terlihat seperti kertas kering yang dibanting dan dihanyutkan kesana-kemari tak berdaya. Oh my God. Terbayang betapa mengerikannya kedahsyatan gelombang tsunami ketika itu. Kami mengambil beberapa gambar di sana dan amboooiiii....ternyata posisi duduknya kapal itu tepat di atas beberapa buah rumah penduduk yang sudah remuk tidak kelihatan bentuknya lagi. Entah ada berapa banyak jiwa yang meregang karena ditimpa oleh kapal seberat itu. Saya tidak tahu apa yang dirasakan oleh teman-teman lain tetapi diam-diam saya mulai dirambati.....ngeri dan ketakutan.
Selepas PLTD apung, kami lalu meneruskan wisata kelam kami menuju pantai Ulee Lheu (maaf Teuku Edo, kalau saya keliru melafalkannya). Tempat ini disebut Teuku Edo sebagai titik 0 Tsunami. Di sepanjang perjalan menuju pantai tersebut kami melihat hamparan bekas-bekas kehancuran yang ditimbulkan oleh bencana maha dahsyat itu. Di sana ada runtuhan rumah. Di sini ada kuburan masal. Rumah siapa? Kuburan siapa? Hanya Allah yang tahu. Saya menjadi ciut nyali. Lalu, sampailah kami ke tempat yang disebut sebagai titik 0 Tsunami. Alllaaaaammmmaaaaaaakkkkkk, jika sebelumnya saya membayangkan aroma kengerian maka yang terjadi adalah sebaliknya. Di depan mata kami terpampang.....keindahan. Mengapa? karena ketika itu hari sudah rembang petang dan dari kaki langit merayap panorama sunset. Luar biasa indah. Terbayangkah kengerian? Mula-mula tidak.
Kembali dari pantai Ulee Lheu, kami lalu dibawa menuju ke suatu tempat yang saya tidak begitu ingat persis namanya tetapi yang pasti tempat itu berada tepat di tepi sungai yang disebut oleh Pak Sukri sebagai Krueng Aceh. Airnya mengalir bagus dan lancar. Ah, saya membatin: nah, untuk urusan ini saya datang ke Aceh. Ya, krueng artinya sungai dan sekarang saya berada di tepi Daerah Aliran Sungai (DAS) Aceh. Oh ya, tempat yang kami singgahi ini tampaknya semacam tempat hang out anak-anak muda Aceh (dibandingkan dengan SBY sih kamipun masih pantas disebut anak muda ...ehhmm...). Kami singgah di sini karena pak Sukri mengajak kami minum kopi sekalian makan malam. Oh iya, kopi Aceh memang enaknya melegenda. Saya bersaksi untuk itu. Ok, sambil menghirup kopi panas, kami memesan makan malam. Saya mengorder mie Aceh, siapa tahu berasa khas Aceh. Ternyata rasanya harus diakui.....tetap berasa mie seperti hal-nya mie di mana saja. Sambil bergurau bersama Teuku Edo, kami menamakan mie yang saya makan bukan sebagai mie Aceh tetapi makan mie di Aceh. Ya sudahlah, si Edo gila, saya juga enggak kalah gilanya. Sambil makan, rombongan kami meneruskan perbincangan ke sana-kemari mulai dari persoalan politik di Aceh kontemporer sampai masalah-masalah seputar Daerah Aliran Sungai di Aceh.Tabik Puan, Tabik Tuan........
Keterangan Gambar (atas-bawah; Riwu Kaho, 2008):
- Pemandangan dari kamar hotel Madina, lantai 4. Tiang listrik yang "menakutkan" itu ada pada pojok kiri bawah;
- Sahabat-sahabat: Pak Sukri (kiri/kaus merah), Teuku Edo (tengah/kaus kuning) dan Mas Edo (kanan);
- Pak Sukri dan Mas Edo di samping PLTD Apung;
- Bekas rumah yang hancur diterjang tsunami 26 Desember 2004;
- Kuburan masal dekat Pantai Ulee Lheu;
- Titik 0 tsunami 26 Desember 2004 di pantai Ulee Lheu (panorama menjelang sunset);
- Krueng Aceh menjelang magrib;
- Krueng Aceh di temaram malam.
14 komentar:
sungguh, sayapun tergetar membaca tulisan ini
Pesan moral yang menggetarkan. Pak Mike, tetaplah bersikap rendah hati supaya Tuhan tetap memberkati pak Mike sehingga dapat terus menulis. Kamipun harus juga rendah hati.
(Yes, BTN)
Ama tana, apakah NTT akan mendapat giliran dihukum Tuhan karena korupsinya yang keterlaluan padahal masyarakatnya sedang mengalami busung lapar?
(Savunese)
Memang benar. Allah sungguh berdaulat dan mampu berbuat apa saja yang Dia mau. Oleh karena itu, jangan main-main dengan Dia. Sembah dan takutlah akan Dia. Salut pak Mike
tidak dapat diragukan lagi...kun fayakun..jadilah maka jjadilah...apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi...seperti yang terjadi pada family kita Yeni F. Nomeni...
Yu, aku setuju sama ente kali ini. Cuma, soal keterlambatan memasukan proposal saya enggak setuju sama mas Bayu. Eh, selamat bertugas kawan. Pulang bawa sisa SPJ dan kita pesta di Markas ForDAS yang baru ha ha ha ha (MikeRK)
Baru ni' hari aqu liat blogger ini. Mula-mula gue pikir enteng tetapi pas mbaca' artikel ini gue terharu dan nangis inget korban-korban Tsunami. Ada keluargaku yang ikut jadi korban. Bigmike, teruslah menulis dengan hati seperti ini. Bisa jadi semacam Ayat-Ayat Kedamaian nih...
Oh iya, qt beda keyakinan, aqu Muslim, tapi salam persahabatan untuk Bigmike
Agama yg berbeda tidak berarti bahwa kita spesies yang berbeda. Bahkan jikalapun kita merupakan spesies yang berbeda kita punya lingkar energi dan materi yg itu-itu juga. Lalu, untuk apa berkelahi? ah, damai-damai sajalah. Peace BosZ (mikerk)
Setuju Mike. Cuma saja saya ingin bertanya, siapakah Allah yang bisa manis tetapi bisa tampak kejam?
Big Mike, salut atas tulisan-tulisan anda. Coba dipublikasikan lagi karena saya yakin akan mendatangkan manfaat bagi banyak orang. Saya Hindu tetapi tergetar juga dengan tulisan Anda. Pertahankan Ideologi Ke-Indonesiaan-mu. (Salam dari Denpasar)
Halou Bigmike. Kok Tulisan tentang kisah perjalanan ke Aceh adi mandeg? Udahan dong berkabungnya
Saya masih ingin menulis bagian akhir dari kisah perjalanan saya ke Aceh tetapi ada yang "menghambat"nya. Hal itu, ada kaitannya dengan apa yang akan saya bahas. Setelah sesuatu itu dapat saya ungkapkan maka, insya Allah, bagian terkahir kisah perjalanan saya ke Aceh akan saya tuntaskan. Harap maklum, harap bersabar dan mohon dukungan doa. (mikerk)
Bigmike, tuntaskan kisah perjalanan ke Aceh. Qt nunggu nich
Posting Komentar