Kamis, 17 Maret 2011

republik oh rekipliek, apa mau mu? che sara

Dear Sahabat Blogger,

Sebenarnya saya sudah bersusaha untuk menghindari posting sesuatu yang sekedar ikut-ikutan. Jika hari ini isunya adalah bla bla bla, saya ikutan bla bla bla. Mirip bebek pengekor. Bisa jadi lebih gawat karena bunyinya yang saya keluarkan dapat menyimpang dari aslinya menjadi ble ble ble atau blo blo blo trus go...blog....waaahhh. Tapi kali ini saya melanggar "pakem" yang saya buat sendiri. Tak apalah, wong otak ku sendiri. Tanganku dhewek. Preketheeeekkk lah. Saya tak tahan untuk tidak mengomentari apa yang terjadi di rekipliek tersayang akhir-akhir ini. Saya menjadi gelisah dan meluncurlah tulisan ini. Tagal kegelisahan itu maka posting ini tidak seperti biasa. Posting ini reaktif tapi sejujurnya kehilangan kedalaman. Terhadap satu isu biasanya saya mengendapkan dahulu. Berusaha memahami persoalan dan barulah bercakap-cakap bla bla dan blaaaaaaa......tapi kali ini, tidak. Apa boleh buat, namanya juga sedang jengkel.

Ada perkara yang ingin saya sampaikan tetapi saya sendiri belum tahu how to overcome-nya. Glap gulita bak kota Kupang kehilangan cahaya listrik PLN yang suka byar pet suka-suka, mana suka, su ba suka. Byar untuk urusan tagihan rekening dan pet ketika urusannya adalah servis. Karena itu, sekali lagi Bung dan Zoes, substansi posting ini melulu adalah keluh kesah dan tidak terstruktur dengan baik. Bagian I adalah pendahuluan (ya yang sekarang ini). Bagian II adalah tempat saya akan "mengomel" suka-suka, su ba suka, dan mana suka (lihat saja nanti). Bagian III adalah "yo wis" terserah. What ever will be will be. Che Sara. Lantas dimana perspektif solusi? Tidak ada karena ya itu tadi: what ever will be will be. Si Ever su pi bet ju pi . Che Sara. Sengsara. Apa gerangan bro en sist?

Satu dua hari belakangan saya dibuat terheran-heran sekaligus bingung dengan peristiwa-peristiwa yang ber-sliweran di sekitar kita. Aneka peristiwa ini tampaknya berkorelasi negatif dengan martabat bangsa. Bukan cuma itu, beberapa peristiwa memberikan indikasi dan atau pesan yang amat jelas bahwa masa depan NKRI sungguh sangat terancam. Tapi anehnya, semua berjalan like business as ussual seperti kesan saya pada posting tentang sindroma lemming.

  1. Perda dan pergub di beberapa daerah yang "melarang gerakan Ahmadiyah" seolah-olah anggota Ahmadiya bukan WNI. Perda atau pergub yang diterbitkan belakangan secara langsung bertentangan dengan Pancasil dan UUD 1945 tapi malah dengan amat bersemangat digelorakan oleh sebagian warga negara yang mayoritas lantas pemeriintah pusat diam. Anehnya, terhadap perda seperti itu Pak SBY en cs diam tapi begitu ada berita dari koran kecil di Australia - The Age - memberitakan dugaan kelakuan SBY en his famili en all the president man wuuuuaaaahhhh....Istana geger. Ibu Ani SBY, konon katanya, nangis-nangis. Untuk siapa Ibu menangis? Apakah Ibu Ani juga menangisi nasib anggota Ahmadiyah yang terancam kehilangan sebagian hak azasinya dan atau hak sipilnya untuk berkeyakinan dan bahkan beberapa anggotanya terbunuh di Cukeusik?
  2. Penutupan tempat beribadah orang-orang Kristen terus saja terjadi. Terakhir kita dengar kejadian di kota Bogor. Apakah orang Kristen hanya boleh beribadah di daerah mayorita Kristen? Jikalau benar begitu maka masihkah negara ini bisa kita sapa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia?
  3. Pengiriman paket bom buku yang menurut sebagian pakar adalah paket bom yang hanya bisa dirakit oleh mereka yang terlatih. Kata Pak Hendropriyono.: "ini pekerjaan pemain lama, kelompok teroris yang memanipulasi agama". Bom ini sudah makan korban di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur ketika dialamatkan kepada mister Ullil sang tokoh JIL. Hampir semua analis mengatakan bahwa dilihat dari pola-polanya maka jelas "pesan" paket bom ini adalah ... "matilah dikau wahai pluralisme". Jika memang itu pesannya maka patut diduga bahwa pesan besar yang sebenarnya adalah ... "matilah dikau wahai NKRI". Is that right sir en sor? (tuan dan puan maxud-nya).
  4. Ada gejala TNI mulai "kehilangan kesabaran" melihat "masyarakat reformasi" pasca 1998. Demokrasi menghasilkan keriuhan dan TNI yang terbiasa dengan perintah siap grak hormat grak lalu, mungkin saja, bernostalgia dengan "ketertiban" masa dwi fungsi yang membikin mereka amat sangat berkuasa di republik ini. Apa indikatornya? saya beri 2 contoh: 1) ketika TNI ikut secara aktif terlibat dalam "operasi sajadah" yang mengurusi orang-orang Ahmadiyah di Jawa Barat. Tidakkah hal ini bertentangan dengan UU. No. 34/2004 tentang TNI? Apakah sudah ada kebijakan dan keputusan politik negara untuk tugas selain perang perang, sebagaimana yang diamanatkan dalam ayat (3) pasal 7, yatu bahwa TNI ikut mengurusi Amadiyah?; 2) Matinya anak remaja di Atambua karena dianiaya oleh anggota TNI tagal teman satu corps dipalak oleh si remaja dkk. Pertanyaan yang sama adalah apakah hal ini tidak bertentangan dengan UU No. 34/2004.
  5. Jepang dilanda 3 bencana sekaligus. Gempa bumi 8.9 SR, tsunami pascagempa dan rusaknya rektor nuklir di Fukushima pasca tsunami. Apa yang diperlihatkan oleh bangsa Jepang? Mereka tetap tenang, tetap menjalankan order sipil (tidak ada huru-hara orang ngamuk), dan cukup rendah hati mengaku memerlukan bantuan internasional. Kesulitan dihadapi dengan penuh martabat. Saya teringat pengalaman bangsa yang lainnya yang pernah tertimpa bencana gempa dan tsunami di tahun 2004. Dalam kesulitan masih ada saja huru-hara, ada aktivis LSM yang tertangkap "menjarah" barang batuan lalu ramai-ramai dikepruki tentara, di sana-sini terdengar teriakan ... "hei, bantuan asing perlu dicurigai karena ada agenda tertentu" (sudah dibantu malah curiga), saling komplain soal proyek-proyek rehab-rekon dll dll. Bangsa ini yang saya maksudkan ini juga pernah "mengusir pergi" para relawan asing yang membantu sewaktu terjadi gempa di kota mereka yang dijuluki kota pelajar. Ibu kota negara dari bangsa yang saya maksudkan tesebut pernah mengalami bencana banjir yang parah. Ketika itu perahu bantuan malah disewakan oleh petugas kepada para korban banjir. Anda tahu bangsa yang saya maksudkan? Ya, bangsa kita inilah. All about dignity of nation. Belum cukupkan gambaran itu? Lihatlah dan coba berikan makna ketika FIFA ingin menegur PSSI, skaligus menampar nurdin halid, dilakukan di Timor Leste Negeri bekas teritori Indonesia. Malunya jadi berlipat ganda. Kita suka bicara bahwa kita bangsa besar dengan harga diri yang tinggi tapi bagaimana faktanya? Tak tega saya mengatakannya.
  6. NTT adalah propinsi kelautan yang sarana - prasarana tarnsportasinya sering menjadi faktor kendala dalam mobilitas antara pulau. Pemerintah pusat lalu mengirim bantuan sebuah kapal motor penyeberangan (KMP). Bukannya dipakai malah oleh Pemda - katanya sudah berkonsultasi dengan pemerintah pusat - lalu menyewakan KMP ini kepada pemerintah Timor Leste. Lucu? Ya, sangat.
Sooooo what gitu loh?????? Republik ini maunya apa toh? saya sungguh tak tahu tapi saya lalu teringat sebuah lagu yang pernah dinyanyikan oleh Jose Feliciano yang pertama kali saya dengar di tahun 1970-an semasa di bangu SMA.

Lagu itu berjudul "Che Sara". Saya ingat lagu ikarena ada memori tersendiri. Doeloe kala lagu ini pernah saya nyanyikan sambil bermain gitar guna "mengetest" kemampuan bernyanyi saya. Lho mengapa demikian? Saya ceritera sedikit. Pada waktu itu, di antara tahun 1978 - 1981, Kota Kupang dilanda demam anak-anak muda yang berlomba-lomba mendirikan grup vokal - vocal group. Bermodalkan 1 atau dua buah gitar + beberapa orang yang asal menyanyi tidak fales, jadilah sudah VG. Nah, saya kebetulan punya sedikit kemampuan bermain gitar. Tagal itu, jadilah saya anggota VG di SMA 1 Kupang. Sekolah saya. Di luar sekolah, sayapun ikutan VG yang sering mengisi liturgi puji-pujian di beberapa Gereja di Kota Kupang. Wah, top markotop-lah itu. Tapi posisi sebagai pemain gitar belumlah memuaskan hati saya benar. Diam-diam saya juga mengincar posisi sebagai leading vocalis yang adalah the front man dalam grup dengan segala macam "keuntungan". Keuntungan macam mana? Jualan. Lah jualan apa? Jual tampang....wkwkwkwkwk....Sebagai pemain gitar, saya merasa agak terhalangi oleh the front man sebagai pusat perhatian....narsis memang, itu saya akui. he he he he....Karena "niat luhur" ini maka saya lalu belajar menyanyikan lagu che sara-nya Jose Feliciano (sebenarnya terinspirasi oleh seorang teman SMA - kalau tidak salah ingat namanya adalah Ary Leo - yang suaranya terdengar indah jika menyanyikan lagu ini). Agak ribet syairnya karena bahasanya terasa aneh tapi sikat terus. Mau jadi apa jadilah sudah, begitu tekad saya (ternyata belakangan saya baru tahu bahwa itulah artinya che sara). Lalu di depan tape recorder saya menyanyikan an merekam lagu itu + 1 lagu dari Koes Plus - kisah sedih di hari minggu. Bagaimana hasilnya? Luar biasa, beberapa orang yang mendengarkan hasil kerjaan saya mengomentari bahwa...he, lu pung suara bagus juga eeee.....wwwhhhuuaaaaaiiiihhhh.....melenting sudah ke langit ke tujuh. Saya bisa menyanyi. Saya bisa menyanyi. Begitu saya membatin. dan memuji diri sendiri. Apa "pesan" dari balada saya dan lagu che sara? Ini dia: nekad, agak ngawur dan lalu...narsis.

Dear sahabat, begitulah bagian penutup dari posting ini, yaitu saya ingin kasi tau - kalau kasih tahu nanti ada yang tanya tempe - sama anda semua bahwa terhadap berbagai fenomen sosial politik bangsa ini saya sedang tidak punya gagasan apa-apa. Kalo begitu saya maka jalani saja hidup sebagai anak bangsa ini dengan modal nekad - bondo nekad alias bonek. Mungkin itu modal kita dalam bernegara. Seperti kata Bung Karno dulu...."merdeka dulu, urusan lain menyusul".

Bagi Bung Karno, kemerdekaan itu dia analogikan dengan kawin. Ada yang berani kawin, lekas kawin, dan ada yang takut kawin. Ada yang berani kawin “kalau sudah punya rumah gedung, sudah ada permadani, lampu listrik, dan tempat tidur mental-mentul”. Ada yang berani kawin “kalau sudah mempunyai meja satu, kursi empat, dan tempat tidur”. Beda dengan orang Marhaen, yang “kalau punya satu gubug, satu tikar, satu priuk : dia kawin”. “Sang Klerk dengan satu meja, empat kursi, dia kawin”. Jadi, yang jadi soal adalah : “kita ini berani merdeka atau tidak?” karena kalau masih menunggu ini itu selesai sebelum merdeka, atau menunggu tiap-tiap dari 70 juta rakyat Indonesia merdeka dulu jiwanya, maka “sampai lobang kubur pun Indonesia tidak akan pernah merdeka”. (Bung Karno dalam persidangan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, Juni 1945)

Begitulah Bung dan Zoes, kadang-kadang terlalu njemlimet denga persoalan kita bisa mandeg. Bisa tidak bekerja apa-apa. Sekali-sekali ayo kita tidak usah berpikir terlalu rumit - mersangsek saja dahulu, maju dahulu dan persoalan ditangi belakangan. Mujarabkah metode ala Bung Karno ini? Tak tahulah awak ni. Sejarah rekiliek dan Bung Karno membuktikan bahwa nekad bisa membawa kita kepada tujuan tetapi lalu ketika telah beada di tempat yang dituju kita bisa ngawur dan kehilangan arah. Ajaibnya kita kerap bangga dengan keanehan itu dan lalu narsis. Benarkah saya? Suka-suka. Mana suka. Su ba suka. Che sara.

Che Sara - Jose Feliciano


Jose Feliciano adalah penyanyi Amerika Serikat yang lahir di Puerto Rico. Dia memiliki jejak karir dan diskografi yang panjang dan cemerlang. Sejak berusia 3 tahun Jose telah menyanyi. Pada tahun 1963, ketika dia berumur 18, dia dikontrak oleh perusahaan rekaman RCA Victor. Sejak itu ratusan lagu, baik yang berbahasa Inggris maupun Spanish-Latin, telah direkam Jose Feliciano. Puluhan di antaranya "meledak" di tangga-tangga lagu dunia. Lagu "che sara" direkam oleh Jose dan mendapatkan kepopuleran yang luar biasa di Eropa dan Asia. Jose mencapai puncak ketenarannya. Enam (6) buah Grammy Awards serta puluhan penghargaan lainnya menjadi bukti "kesaktian" Jose.

Lagu dengan tema "terserah" seperti ini pernah pula dinyanyikan oleh penyanyi perempuan Doris Day di tahun 1950 - 1960-an. Silakan dengar. Bagus juga.

Doris Day - Que sera sera


Nah, supaya jangan terlalu jadul, bagaimana dengan che sara ala Indonesia yang dinyanyikan Glenn Fredly di bawah judul "terserah"
Di antara 3 "model" che sara di atas anda suka yang mana? Che Sara. Que Sera. Terserah. What Ever Will Be Will Be (si ever pi bet ju pi - terjemahan seenaknya dalam bahasa kupang xi xi xi)

Tabe Tuan Tabe Puan

Rabu, 02 Maret 2011

anak ku perempuan sudah jadi sarjana

Dear Sahabat Blogger,

Seorang Teolog dari Gereja Lutheran, Jerman dalam bukunya yang berjudul "Earth Community Earth Ethics", menuliskan bahwa bumi kita ini adalah sebuah rahim yang lambat. Amat lambat. Bukan cuma lambat, tetapi proses pembentukan kehidupan dalam rahim Bumi adalah sebuah proses yang kasar, traumatik, penuh sentakan-sentakan, kesekaratan, kepunahan dan mulai dari awal lagi.

Betapa tidak, 15 milyar tahun yang lalu universe dibentuk hanya melalui sebuah ledakan dari gas yang berukuran kecil tak terhingga yang berpendar dengan kecepatan tak terhingga. Bersamaan dengan kilatan ledakan itu, tata surya dan semua benda langit dihamparkan begitu saja. Lima (5) milyar tahun setelah ledakan besar itu barulah terbentuk bintang-bintang penting dan galaksi-galaksi. Setelah itu diperlukan 5 milyar tahun lagi barulah terbentuk galaksi bima sakti, yaitu galaksi kita, dengan matahari sebagai pusat dan planet-planet- antara lain bumi kita - berputar mengelilingi matahaari. Ketika itu, Bumi kita hanyalah batuan lebur yang secara terus menerus mengalami gempuran hujan meteor. Setelah gempuran meteor mereda barulah sel hidup pertama terbentuk. Lantas, 3,9 milyar tahun lampau proses fotosintesis untuk membentuk karbohidrat untuk pertama kalinya terjadi. 2 milyar tahun yang lalu sel-sel yang lebih kompleks, dan terampil menggunakan oksigen, menyebar memenuhi bumi.

Di antara 2 milyar sampai 570 juta tahun yang lalu kehidupan berkembang tenang. Dimulai dari terbentuknya makhluk hidup bersel banyak di dasar laut lalu kehidupan berjalan cepat tetapi tidak dramatik. Ada erupsi-erupsi yang menyuburkan permukaan tanah lalu hadirlah hewan-hewan tanah seperti cacing dan cs-nya. Akan tetapi memasuki 400 -300 juta tahun lalu tiba-tiba semua kehidupan itu menghilang secara dramtis dalam kemusnahan besar Cambrian. 300 juta tahun lalu kehidupan terbentuk lagi. Ikan-ikan bersirip, binatang melata, binatang bertulang belakang dan pohon-pohon bersebaran. Tetapi 245 juta tahun lalu terjadi lagi kemusnahan besar dimana 70-95% spesies musnah dan tak pernah muncul lagi. Namun demikian 200 juta tahun lalu kehidupan muncul lagi. Dinosaurus, burung, bunga, semak dan pohon mereba semerbak sampai masa jurassik. Setelah itu dinosaurus dan berbagai spesies lainnya musnah. Datanglah spesies baru. Kucing, anjing, kera dan beberapa mamalia lain hadir di antara 40-30 juta tahun lalu. Beruang, babi dan unta terlihat pada 4,5 tahun yang lalu. Pada masa itu, tanah berumput bertebaran. Sekitar 2,6 juta tahun lalu kera besar Homo habilis eksis dalam wilayahnya dengan menggunakan peralatan dari batu.

Pada 1,5 juta tahu lalu Homo erectus sang pemburu muncul bersamaan dengan domba, bison dan aneka mamalia lainnya. Lantas, di antara 400.000 - 200.000 tahun yang lalu Homo sapiens, bapak/mamak moyang kita, berjalan tegak (konon Homo sapiens pertama yang turun dari pohon dan berjalan tegak bernama Lucy ... bukan Ludji ... he he he he...). Pertanian teridentifikasi dipraktekan pada 12-000 - 10.000 SM. Ternak dijinakan pada 8000 SM. Petani di Cina menanam padi 7500 SM. Roda dan tulisan hadir dan berkembang, bersamaan dengan peradaban Mesopotamia, hadir pada 3500 SM. Dengan modal tulisan lalu orang Yunani berfilsafat 600 tahun SM. Yesus adalah penanda tahun Masehi. sekitar 2000 tahun yang lalu. Bangsa moderen muncul 400 tahun yang lalu. Revolusi industri 200 tahun lalu. Robert Riwu Kaho lahir 1933 dan menjadi penanda klan Riwu Kaho tagal perkara guru HIS-nya yang mencampurkan begitu saja nama ayahanda Robert, yaitu Riwu dan kakek ayahandanya, yaitu Kaho. Tahun 1960 anak Robert yang pertama, bernama Dari Riwu Kaho hadir sebagai bayi. Tahun 1963 lahirlah adiknya Dari, yaitu Ludji Michael. Pada tahun 1984 lahir cucu pertama Robert, yaitu Norman, yang adalah anak pertama Ludji Michael. Tahun 1987 lahirlah anak ke-3 Ludji. Seorang anak perempuan. Pertama dan satu-satunya yang perempuan dari total 5 orang anak. Dan pagi itu, pukul 08.00 WITA bertempat di Aula Universitas Nusa Cendana. Si anak perempuan itu diwisuda. Pembaca nama wisudawan asal Fakultas Hukum memanggil namanya: Joan Patricia Walu Sudjiati Riwu Kaho, SH dengan indeks prestasi kumulaif 3,46. Dia maju ke depan meja Anggota senat dan diwisuda. Saya hadir di situ. Tertegun dengan mata yang berkaca-kaca.

Sahabat Blogger terkasih, anda sungguh tidak salah jika menebak bahwa lewat posting ini saya ingin membicarakan tentang Puput. Oh iya, nama Puput berasal dari kata Putri karena dia adalah anak perempuan saya. Seingat saya, Oma Tien almarhum juga menyapa dia sebagai Putri. Tetapi kemungkinan besar anda akan salah menebak jika berpikir bahwa ketertegunan saya dan keharuan saya pada peristiwa wisuda Puput adalah karena wisuda itu sendiri. Sejujurnya harus saya katakan bahwa bukan peristiwa wisuda itu sendiri yang membuat saya tertegun dan terharu. Bukan. Peristiwa wisuda bagi saya nyaris merupakan peristiwa biasa. Saya sendiri pernah diwisuda 1 kali, yaitu pada saat menyelesaikan pendidikan sarjana strata 1 saya pada tahun 1986, 1 April. Tetapi jauh sebelum itu, sejak tahun 1982 saya sudah sangat berpengalaman memakai baju toga wisudawan sebagai petugas "pedel" dalam acara wisuda. Tugas itu saya emban terus menerus dan terhenti hanya ketika saya sendiri diwisuda. Bahkan pada saat saya diwisuda saya masih saja bertugas juga sebagai pembaca janji alumni. Setelah diangkat sebagai dosen PNS di Undana, tugas pemegang "pedel" saya lanjutkan lagi sampai tahun 1990 ketika saya melanjutkan studi strata 2 di IPB, Bogor. Kembali dari IPB, saya kembali bertugas sebagai MC dan baru terhenti sama sekali pada tahun 2000. Saya bosan dan tidak mau lagi terlibat dalam acara wisuda sebagai panitia.

Hadir dalam acara wisuda-an masih saja berlanjut ketika isteri saya, Dolly, diwisuda sarjana pada tahun 1990 dan pasca sarjana tahun 2005. Semasa masih mengabdi di Universitas PGRI NTT, setiap wisuda saya hadir di panggung anggota senat Universitas karena saya pejabat di sana. Tahun 2007 saya menghadiri upacara wisuda sarjana anak saya yang pertama, Norman ,di Undana. Lalu pada tahun 2010 saya sekali lagi menghadiri acara wisuda s2-nya Norman di UGM. Singkat kata, acara wisuda tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa bagi saya. Mungkin karena itu, saya sendiri hanya mau diwisuda 1 kali saja, yaitu pada saat s1. Selanjutnya saya tidak merasa perlu mengikuti acara wisuda yang cenderung bertele-tele dan membosankan itu. Tetapi mengapa pada saat wisuda Puput, saya harus tertegun dan berkaca-kaca? Jawabnya sederhana, yaitu kenangan atas kejadian masa lalu dan ketidak pastian di masa depan. bagaimana jelasnya? Begini:

Memang tidak selambat rahim bumi yang memerlukan 15 milyar tahun sebelum sampai ke bentuknya yang sekarang tetapi kelahiran Puput adalah kelahiran yang amat terlambat. Jika waktu hamil sampai bersalin secara normal adalah 9 bulan 9 hari maka lamanya Puput dalam rahim mamanya hampir 10 bulan. Melebihi waktu normal dan berbahaya secara medis. Tawaran operasi cesar terpaksa diabaikan karena saya tidak punya uang. Karena itu, kami suami dan isteri amatlah gundah gulana. Tapi tak disangka, pada tanggal 18 Februari 1987 malam, saya ingat betul tentang hal ini, mamanya dan saya sedang menonton acara aneka ria safari di TVRI. Giliran penyanyi Johni Iskandar dan grupnya "orkes melayu pengantar minum racun" terdengarlah syair lagu yang bunyinya ..."ku sentuh jari lembut mu". Ketika divisualisasi eh yang ditunjukkan adalah gambar singkong bakar yang hangus kehitaman. Saya hanya nyengir kuda tetapi tak saya duga mamanya Puput tertawa terpingkal-pingkal lalu sejurus kemudian ..... masih sambil tertawa .... dia berlari ke kamar mandi....saya bertanya "kenapa?. Dolly menjawab ..... "saya tidak tahan mau pipis karena kebanyakan tertawa". Tak lama kemudian mamanya Puput keluar sambil setengah berteriak mengatakan bahwa "saya sudah dapat tanda mau melahirkan". Besok paginya, 19 Februari 1987 Puput lahir.....luar biasa, anak ini hanya mau melihat dunia kalau sudah mendengar musik dangdutnya Johni Iskandar. Puput memang spesifik.

Ketika berumur 10 bulan, Puput mengalami sakit demam yang hebat. Berkali-kali kejang dan pingsan. Opa dan Omanya cuma bisa menangis. Saya juga tak berdaya. Puput bergumul dengan maut 1 hari penuh sejak subuh sampai subuh kembali. Kami serumah berkumpul dan berdoa menyerahkan semua perkara hanya kepada Tuhan. Kami kohon kesembuhan tetapi jika Tuhan berkehendak yang lain maka biarla jadi menurut kehendak-Nya. Harapan kami tipis. Tetapi besok paginya, Puji Tuhan, dia sembuh kembali. Sejak itu Puput tumbuh dan berkembang dengan watak yang keras bagaikan anak lelaki. Memanjat pohon adalah hobinya. Dialah yang mengajarkan kepada 2 kakak laki-lakinya tentang teknik berpindah dari 1 pohon ke pohon lainnya jika 2 batang pohon tumbuh berdekatan. Adik laki-lakinya yang dua orang amat takut pada gamparan si Puput. Olahraganya adalah Karate, Taekwondo dan olah tenaga dalam. Hobinya bermain musik dan istrumen yang dikuasainya adalah drum. Ya, Puput adalah drummer band Nobita di Kupang. Aneh memang anak ini. Tidak berkembang sesuai keinginan saya yang cuma punya 1 anak perempuan. Sambil bergurau saya sering mengatakan bahwa jumlah anak saya ada;ah 4.5 laki-laki dan 0.5 perempuan. Hanya sebegitukah kisa masa lalu Puput sebagai modal keharuan saya? Belum semuanya.

Masih ada satu peristiwa lagi yang lalu berkaitan dengan kegamangan tentang masa depan. Persitiwa itu adalah peristiwa yang amat mengecewakan hati saya dan lalu saya selalu mengalami "ketakutan" akan masa depan Puput. Menjelang tamat SMA Puput menyampaikan niatnya untuk menjadi Pendeta dan karenanya akan kuliah di Fakultas Teologi. Saya sangat bersukacita mendengar niatnya ini karena diam-diam saya memimpikan bahwa salah satu anak saya bisa menjadi pendeta. Mamanya serta Opa dan Omanya almarhum juga tak kalah bergirang hati. Kami semua bedoa dan bernazar pada Tuhan semoga kiranya Tuhan berkenan atas rencana Puput. Tetapi saya menjadi kecewa kareana pada masa pendaftaran testing kami diberitahu oleh Puput bahwa dia tidak lulus test kesehatan. Puput tak bisa kuliah di Fakultas Teologia. Kami sedih tapi masih berpikr bahwa mungkin ada rencana Tuhan yang lain. bagi dia. Tetapi kekecewaan itu berubah menjadi kegeraman dan amarah yang amat besar sampai-sampai saya nyaris hilang kontrol diri dengan jalan meminu obat penenang jauh melebihi dosis - tetapi sampai tulisan ini dibuat, Puput, mamanya dan semuanya tidak pernah saya beritahu tentang kemarahan saya itu. Mengapa saya marah besar? Ternyata menurut salah satu sahabat saya yang adalah staf dosen di Fakultas Teologia, yang ikut mengetest, Puput sebenarnya diterima di Fakultas Teologia tetapi dialah yang memutuskan untuk mundur. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Luar biasa mengecewakan. Anak yang sudah kami nazarkan agar dapat menjadi pelayan Tuhan, penerus jabatan orang-orang Lewi, malah tega menghancurkan impian kami semua. Bukan cuma itu, saya menjadi ketakutan karena dengan begitu Puput "telah melarikan diri" dari Rancangan Tuhan. Pencobaan bagi saya sebagai orang tua Puput belum kelar. Sebagai ganti "ngancirnya" Puput dari Fakultas Teologia dia mendaftar ke Fakultas Ekonomi, UKAW. Cuma betah 1 tahun, dia pindah ke Fakultas Hukum Undana. Buang waktu Buang uang dan, sebagai pelipur lara hati, saya bergumam "buang sial" he he he...

Demikianlah alasan mengapa ketika Puput diwisuda saya malah tertegun dan berkaca-kaca. Ceritera hidup Puput sering membawa kami ke tepian kegalauan. Tidak persis benar tetapi kisah hidup Puput dapat dilihat dalam perspektif kekasaran yang terjadi dalam rahim bumi yang amat lambat itu. Proses penciptaan bumi adalah proses yang berliku-liku, dan keras serta mematikan dan menghidupkan silih berganti. Menurut kacamata ateis, semua itu terjadi karen misteri hukum-hukum alam. Menurut kami, termasuk saya, yang teistik, semua itu adalah karya Tuhan. Sebagai Kristiani saya mengenal Mazmur 23 yang memberi gambaran bahwa hidup memang silih berganti antara kesukaran dan kebahagiaan. Puput juga demikian. Ketika kami berpikir bahwa sentakan hidupnya akan berakhir ternyata dia masih ada sampai saat wisuda. Ketika kami bersuka cita bahwa dia sudah ada dalam perjalanan menjadi pelayan Tuhan, Puput malah membelokan sendiri arah jalannya. Saya tertegun akan hikmah dari semua itu, yaitu ketika anda ingin berbahagia ingatlah ada kesusahan mengintip di balik punggung kebahagiaan itu. Ketika anda berkesusahan janganlah hilang harapan karena ada kebahagiaan menanti di depan. Saya memahami betul itu dan lalu di situlah saya tertegun. Kalau benar bahwa Tuhan hadir dalam semua rancangan baik lalu Tuhan itu maunya apa? Tuhan itu mau kita bahagia atau tidak? Tuhan punya rencana apa ketika yang DIA ciptakan lalu dimusnahkan dahulu sebelum kehidupan baru ditumbuhkan? Mengapa Puput akhirnya diwisuda sebagai sarjana hukum dan bukan sarjana Teologia?

Setelah hari wisuda yang membahagiakan bagaimana hidup Puput selanjutnya. Dia yang pernah dinazarkan agar dapat menjadi pelayan lalu menolak apakah ada hari baik baginya? Hari yang menggembirakan Puput lalu hari bagaiman yang akan menyusahkan bagi Puput? Saya sunggu tak tahu. Puput tak tahu. Tak seorangpun yang tahu. Rancangan Tuhan sungguh tak terselami. Bahagia kah? Kesusahan kah? Kapan bahagia? Kapan susah? Apakah masih perlu ada kesusahan dalam rancangan Tuhan karena bukankah Tuhan itu Maha Baik? Pertanyaan yanag sama sahihnya dengan pertanyaan pada fenomena sejarah bumi bahwa mengapa harus ada penderitaan jikalau ada tertulis bahwa "semua baik adanya". Itulah kembimbangan atas ketidak pastian. Lalu manusia memang selalu bimbang ketika bertemu dengan ketidakpastian dan hal itu menyusahkan hatinya. Saya mengalami itu tepat ketika Puput diwisuda. Saya teringat bahwa tagal perkara kebimbangan antara bahagia dan penderitaan maka beberapa filsuf menyatakan bahwa hal ketidakpastian itu membuat manusia tidak merdeka dan lalu berpikir bahwa Tuhan sebenarnya tidak ada. Sartre mengatakan bahwa "jika Tuhan itu ada maka manusia kehilangan kebebasannya dan karena itu kehilangan eksistensinya. Jadi Tuhan harus tiada supaya kitalah yang akan menentukan sendiri kapan bahagia kapan menderita. Eksistensi manusia ada keputusan bebasnya itu". Nietszche lalu mengatakan bahwa "Tuhan sudah Mati", kita yang membunuhnya". Yang lainnya bertanya, jikalau DIA ada mengapa masih harus ada kesusahan di bumi dan bukan cuma kebahagiaan. Kisah bumi mengkonformasi hal itu. yaitu dibalik kehidupan ada kemusnahan. Lalu harus bagaimana Puput? bagimana pula saya? Tetapi saya lalu teringat akan percakapan antara 2 orang. Yang 1 ateistik dan yang lainnya teistik.

Ateis : apakah kamu mengenal secara persis Tuhan yang kamu sembah
Teis : oh....tidak seluruhnya. Saya hanya memahami apa yang bisa yang saya pahami
Ateis : Lha, jikalau begitu mengapa kamu masih harus menyembah DIA yang tidak bisa kamu pahami itu?
Teis : Justru karena tidak memahaminya itulah saya menjadi gentar, takjub dan tak berdaya di depan-NYA. Lalu, saya memilih untuk menyembah-NYA

Dear sahabat, Anda bebas memilih sikap apapun karena anda terlahir bebas. Anda boleh memilih bahwa masa depan anda seluruhnya adalah urusan anda sendiri dan tidak ada urusan dengan Tuhan. Tetapi ijinkan saya dan Puput dan seisi rumah saya, dengan penuh rasa gentar, takjub dan tak berdaya lalu tertegun dan berkaca-kaca, memilih untuk percaya bahwa wisuda Puput dimungkinkan oleh Tuhan dan karena itu masa depan yang indah juga bukan hal yang mustahil bagi Puput karena Tuhan akan memungkinkannya. Yang diperlukan cuma ini: "percayalah dan karena itu bekerjalah karena percaya adalah bekerja itu sendiri".


Tabe Tuan Tabe Puan