Minggu, 20 April 2008

Mama, Emak, Inang, Ibu, Si Mbok e, Bunda, Mamma, Mummy, Mater, Mother......Earth

(Jangan Menangis Lagi Di sini Ada Kartini dan mungkin...... Megawati, Katrina Koni Ki’i, Nana Firman, Fazedha Nasution, Christin Wulandari, Lusi Jowinstianti, Gayatri Binchoutan, Ibu Guru Martosudarmo, Bunda Agustin Sabartinah, Dolly Ballo dan masih banyak lagi)

Kemarin saya menjanjikan untuk melanjutkan perenungan menjelang hari bumi (earth day). Sekarang mungkin saya ingkar janji tetapi tidak seluruhnya. Karena saya tergolong orang optimis, maka saya ingin menyebutkan: saya memenuhi janji ½. Ada alasannya. Begini:

Menyebutkan earth (atawa bumi) selalu sangat manis jika digandengkan dengan kata lain, yaitu mother (mama). Lengkapnya, Mother Earth. Orang Indonesia menyebutkannya sebagai Ibu Pertiwi. Mengapa bukan Bapak Bumi. Mengapa bukan Paman Bumi? Mengapa bukan Om Bumi. Mengapa bukan Kakek Bumi. Mengapa bukan Abang Bumi. Mengapa bukan Sinyo Bumi? Mengapa earth atau bumi tidak diasosiasikan dengan maskulinitas?

Sebagai Kristiani, saya sejak kecil diajarkan tentang Do’a Bapak Kami. Lalu, kalau tidak salah ingat, pada tahun 1990 almarhum Pendeta DR. Ekadarmaputera, menawarkan alternatif lain dari Do’a tersebut (dan dipraktekan oleh beliau), yaitu Ibu Kami. Saya, dan kebanyakan kami umat Kristiani mengalami shock berat (meskipun belakangan saya bisa memahami DR. Eka, setelah lebih jernih mempelajarinya). Kekagetan kami tampaknya bukan pada substansinya tetapi niveau-nya. Allah, kami pahami sebagai sang Perkasa. Dan, bagi kami, itu pasti bukan sosok Ibu. Saya pikir, kekagetan semacam itu, sekarang ini, akan terjadi juga tatkala ada yang menawarkan semacam etimologi baru bagi bumi, yaitu Bapak Bumi. Father Earth. Lagi-lagi masalahnya bukan pada substansinya. Masalahnya, bumi yang kita akrabi bukanlah sosok garang dan gahar yang ditawarkan figur Bapak. Bumi adalah pemberi hidup. Tempat kita berlindung. Tempat kita berteduh. Tempat kita menimba air. Tempat kita mengambil makanan. Tempat kita berbaring dan dipangku. Bahkan, pada hari ketika nyawa pergi dari badan maka bumilah yang akan memeluk jasad kita. Selamanya. Dan bumi seperti itu bukanlah sosok Bapak. It must be: Mother. Mama. Inang. Bunda.

Dari mana bermulanya etimologi seperti itu. Mother Earth. Ibu Pertiwi. Ini: kata Earth originates dari etnolingustik Anglo-Saxon abad ke 8, yaitu Erda yang berati permukaan (ground) atau tanah (soil). Lalu, di sekitar tahun 1400-an kata Earth digunakan untuk menamakan bulatan bumi ini. Inilah satu-satunya nama planet dalam tatasurya yang diberi nama tidak berasal dari mitologi Greco-Roman. Lantaran dipahami sebagai ground atau soil maka imajinasi kebanyakan budaya dan religious beliefs tentang earth atau bumi adalah kekuatan ilahi pemberi kesuburan. Earth has often been personified as a deity in particular a goddes (dewi-dewi). Dalam konteks ini maka kata Mother Goddes adalah goddes yang digambarkan sebagai Earth Mother. Earth Mother adalah sosok pemberi kelimpahan bagi kehidupan di bumi. Orang Aztec, menyebut bumi sebagai Tonantzin (mama kami-our mother). Orang-orang Inca menyebutnya sebagai Pachamama (mother earth). Orang Hindustan menyebut sebagai Bhuma Devi (Goddes of Earth). Dalam mitologi Skandinavia, dewa besar mereka adalah Thor. Nah, ibunda dari Thor adalah Jord (dewi bumi). Orang Indonesia, meminjam kosa kata dari bahasa Sansekerta Prativi, menyebutkan bumi sebagai Ibu Pertiwi. Dan, jangan main-main, dalam budaya Sanskrit, Pertiwi disebut juga sebagai Dhra, Dharti, atau Dhrthri yang artinya kurang lebih adalah yang memegang semuanya. Wow…..(Dalam tradisi dunia perguruan tinggi, kampus adalah Alma Mater atau mama kandung).

Nah, sekarang mari coba kita gandengkan ceritera hari ini dengan bayangan saya tentang Sang Pencipta Bumi yang bersedih melihat ciptaannya dirusak oleh makhluk cipataan-Nya yang lain (manusia). Apa yang dapat kita simpulkan? Adalah ini: Ibu Pertiwi yang kita tempati ini, yang memberi kita air, yang memberi kita makanan, yang memberi kita perlindungan dan yang memeluk kita dalam pangkuannya adalah karunia Sang Pencipta bagi Manusia. Lalu, kita merusaknya. Lalu, kita mengacaukannya. Lalu kita menduhakainya. Kita telah bersikap tidak pantas kepada ibu kita. Mendiaminya tetapi merusaknya. Lalu, melihat penderitaan utusan-Nya tersebut (ibu Pertiwi), sang Pencipta menangis. Lalu, meskipun telah lama menahan penderitaan, sang Bunda-pun ikut menangis. Ya, sang Bunda menangis karena melihat sanga Pencipta Menangis. Masih tegakah kita?

Ketika artikel ini saya tulis, dari layar televisi terlihat sekelompok anak yang mengikuti Pentas Idola Cilik. Mereka beramai-ramai menyanyikan lagu. Ibu Kita Kartini. Lalu, disambung dengan syair lain dari lagu lain....kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa.....Lalu, disambung lagi dengan syair lainnya.....waktu ku kecil hidup ku amatlah senang, bunda piara akan daku....Lalu, saya pun perlahan bersenandung.....kulihat Ibu Pertiwi, sedang bersusah hati, air matanya berlinang...... Duh, mama. inang, emak, mbok e, bunda, mother......maafkan saya. Maafkan dia. Maafkan mereka. Maafkan kami semua. Hapuslah air matamu, Bunda. Jangan lagi menangis. Meskipun mungkin Bunda Pertiwi masih berduka, sudilah Bunda bangkit dan mendoakan kami. Kami memerlukan doamu sebagai pendorong bagi kami supaya kami juga mulai berani jujur kepada sang Pencipta bahwa kami bersalah. Kami berjanji akan berubah untuk membalas semua kebaikan bunda sebagai bentuk ungkapan syukur kami kepada sang Pencipta.

Di sini, di Indonesia, pernah hadir seorang perempuan, seperti juga Bunda Pertiwi, yaitu Kartini yang mengajarkan kami teladan bersikap santun terhadap Pertiwi. Lalu, ketika Kartini berlalu, masih ada banyak lagi perempuan-perempuan Indonesia, seperti Kartini, yang mencoba mengikuti jejaknya. Untuk semua perempuan ”perkasa” itu saya, dan mungkin banyak lagi, ingin berterima kasih. Selamat hari Kartini. bangkitlah Perempuan Indonesia. Katakan pada Mother Earth: Kami Ada.....

Keterangan:

  • Kartini: masih ada yang belum kenal? (teeerrrlllaaaallllluuuu jika demikian)
  • Megawati: perempuan Indonesia yang memberi petunjuk bahwa defenisi tidak mungkin bisa diterabas oleh perempuan Indonesia.
  • Katrina Koni Ki’i adalah perempuan Sumba 66 tahun pemenang Kalpataru Award tahun 2005 yang dijuluki Ibu Ribuan Pohon di tanah Sumba yang tandus (coba cari tahu sendiri bagaimana kedudukan kaum perempuan dalam konteks budaya lokalnya. Anda niscaya akan kagum akan mama Katrina).
  • Nana Firman, Fazedha Nasution, Christin Wulandari, Lusi Jowinstianti adalah perempuan-perempuan tegar pejuang lingkungan hidup yang bekerja di WWF Indonesia dan pernah di WWF tetapi berpindah ke CARE Indonesia. Mungkin banyak juga selain mereka tetapi mereka ini saya kenal secara pribadi.
  • Gayatri Bincohutan: perempuan muda santun yang dalam survei saya di dunia blog tampak tidak pernah ragu mencoba berbagai trik blog lalu tidak pernah kikir membagi ilmunya kepada siapa saja yang memerlukan.
  • Ibu Guru Martosudarmo (almarhum): perempuan guru yang memberi inspirasi bagi saya bahwa menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia.
  • Bunda Agustin: perempuan Jawa yang melahirkan dan membesarkan saya. Menjadi guru berhitung (plus rotannya) bagi saya yang jejaknya kemudian membuat saya mampu menemukan sistem index untuk menduga cuaca kebakaran savana (early warning system).
  • Dolly Ballo: ehm...ehm... (eh dua perempuan terakhir ini agak narsis ya? Biarin, EGP he he)
  • Semua gambar bersumber dari: Google Search

15 komentar:

Anonim mengatakan...

Pagi-pagi mbaca tulisan pak Mike bener-bener mbik aq sebagai perempuan berbunga2. Thanx atas apresiasinya terhadap kaum perempuan. Selamat Hari Kartini (Kartini Muda)

Anonim mengatakan...

"Big Mike"

"Apalah arti sebuah nama?" begitu kira-kita kata Shakespeare. Untuk itu saya memilih tetap menjadi "Nyong Kupang" saaaaaaaa, :)

Kali ini tulisannya mantaaaf mau mati. Salut. Saya banyak belajar ttg asal-usul panggilan "Ibu Pertiwi."

Sekali lagi, salut!

-nk-

ps: mudah-mudahan kehadiran saya disini berkenan dihati.

Anonim mengatakan...

hey Mike (savanna fire manager) salah satu cara untuk menolong mother earth adalah dengan menyelamatkan savana yang ada di NTT karena menurut UNCCD NTT termasuk 3 propinsi di Indoensia yang terancam penggurunan (desertification. Nah, mike udah lama absen nulis savana yang kayaknya cuma ada di NTT. Posting lagi dong. Di tunggu pak Sambas tuh --(Juwanto, UGM)--

Anonim mengatakan...

Aha, TERSANJUNG AKU TERSANJUNG. Makanya, kalian lelaki mesti ngehormat dikit dhong ke kaum aqu. Perempuan-kan IBU KALIAN YG MEMEGANG SEMUANYA //Pritha-Unila//

Anonim mengatakan...

Aha, Doktor Kehutanan yg setuju pembakaran hutan kok bicara tentang mother earth?

Anonim mengatakan...

Aduh sahabat ku yg baik (ini pasti kode kapar Larry) soal savana fire atau forest fire atau land fire atau wild fire atau prescribed fire akan saya ulas. Setelah itu baru kita sama-sama menyimpulkan sikap kita yg lebih adil terhadap penggunaan api. Prinsipnya, api terkontrol adalah kawan but uncontroled fire is hazard-disaster-catastrophe. Please think cook cook lah boss ha ha ha. Hei, hasil ujian dinamika lingkungan sudah tahu kan? belom ucap tengkyu su maen kecam orang ..dasar durhaka ..ha ha ha. Shalom (mikerk)

Anonim mengatakan...

Halo Mas Ju, matur nuwun udah bertamu ke blog kulo. Salam untuk semua. Rindu ke Jogja nih....(mikerk)

Anonim mengatakan...

.....selamat hari kartini...gak pernah ada hari kartono..karena itu ada minuman kesehatan "kiranti"..gak ada minuman "kiranto"....

kiranto buat kartono yang ada cuma laru dkk..wekekekkkk....

Anonim mengatakan...

Kiranto sih enggak ada mas tapi WIRANTO ada. Kalau diminum bakal miskin dan dimarahin sama SBY.....kikikikikweeekkk...

Anonim mengatakan...

Ia ini Larry, posting tentang kebakaran lahan dong. Mau buat proposal nih....

Anonim mengatakan...

Sudah seharusnya orang tua dan isteri kita diletakan di tempat yg terhormat. Mungkin mereka bukan pahlawan bagi banyak orang tapi merekalah perempuan berjasa untuk setiap org yg memilikinya. So, tidak nasis bung. Salam persahabatan dari Makazar (the Macks)

Anonim mengatakan...

Thanx mas,salam persahabatan juga dari Kupang

Anonim mengatakan...

numpang gabung yah...
selamat hari kartini, selamat berjuang para 'kartini-kartini' indonesia, hormat dan salut bagi smua ibu-ibu yang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi beta dan anak-anak yang lain. Good bless you.
untuk perempuan indonesia su ada hari kartini, bagi nyong-nyong atau bapak-bapak indonesia hari kartono (kasian deh kita para laki-laki) dan yang lebih parah untuk para waria tak jelas mau merayakan hari apa. ha3x. serba salah. hari kartini bukan, hari kartono juga bukan. apa yah???? ooohhh begini sa kalo siang hari kartono, kalo malam hari kartini. ha3x. sorry just becanda.
(nrk)

Anonim mengatakan...

Pemerintah SBY yg mengijinkan pertembangan di dalam kawasan hutan adalah perusak Mother Earth/Ibu Pertiwi. Jangan dipilih lagi dalam pemilu mendatang

Anonim mengatakan...

Hello!

Nggak terasa udah mau Hari Kartini lagi ya?

Ini ada artikel tentang Kartini juga, "Hari Kartini, Pahlawan Pendidikan" di cantik40s.blogspot.com.

:)

Thanks,
AFM