Minggu, 13 April 2008

Fatukoa dan Undana, Dan Adoe,......dan Saya

Berikut ini adalah sebuah artikel lama yang tidak terkirim ke media massa. Isinya adalah kedongkolan saya terhadap pemerintah Kota Kupang yang, menurut saya, telah mem-fait accompli Undana dalam suatu posisi serba salah. Apa gerangan? Adalah persoalan Taman Pemakaman Umum (TPU) Damai di Fatukoa. TPU ini telah beberapa waktu menjadi pertengkaran di antara Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe (Dan Adoe) dengan kalangan DPRD II Kota Kupang. Walikota menghendaki TPU Damai ditutup sedangkan DPRD tidak. Cilakanya, ibarat gajah dan gajah beradu maka pelanduk Undana pingsan di tengah-tengah-nya. Mengapa harus pingsan? karena Undana, ketika itu, tidak mengambil sikap yang jelas. Saya yang menjadi ketua tim peneliti dari Undana merasa terjepit di antara berbagai tarikan itu. Inilah pelajaran untuk siapa saja: belajarlah berpikir dahulu sebelum berbicara. Jangan sampai terjadi, kepala belum berpikir tetapi mulut sudah maju amat jauh. Akibatnya, pusing 7 keliling. Inilah alasan terkuat mengapa dalam pengelolaan DAS, segala sesuatu harus direncanakan terlebih dahulu sebelum dikerjakan. Oh iya, Fatukoa adalah daerah hulu dua DAS di kota Kupang, yaitu DAS Kupang dan DAS Batulesa. Mari nikmati artikel yang tidak jadi dikirim tersebut (karena saya diperintahkan oleh bos-bos di Undana untuk menahan diri).

Beruntunglah dari pada almarhum mantan dari pada Presiden kedua Republik Indonesia, Pak Harto, tidak terlahir sebagai warga biasa daripada Kota Kupang dan meninggal pada hari-hari di mana terjadi situasi berbalas pantun antara anggota dari pada DPRD Kota dengan Walikota daripada Kupang. Betapa tidak, seandainya baitua wafat di Kupang maka hampir pasti keluarga akan sangat bingung dimana almarhum akan dimakamkan. Sebab, lokasi TPU Damai di Fatukoa sedang ramai diperdebatkan status hukumnya oleh pihak DPRD Kota dengan Pemerintah Kota Kupang. Coba ikuti diskursus berikut ini: Pemkot harus memperjelas status TPU Damai Fatukoa kata anggota Dewan yang terhormat (PK, 30 Januari 2008). Tempat Pekuburan Umum (TPU) Damai Fatukoa akan dialihfungsikan menjadi hutan wisata karena kedepan, sumber mata air sekitar lokasi TPU akan tercemar formalin kata Walikota Kupang, Drs.Daniel Adoe (PK realtime news-indomedia.com/Poskup, 30 Januari 2008). Nah lu.


Sebagai warga kota yang baik, saya sebenarnya akan bersikap duduk manis sambil menunggu bos-bos dong ba akor (bersepakat) tentang status TPU Damai Fatukoa. Akan tetapi saya tidak dapat lagi duduk berdiam diri berlama-lama. Harus ada yang disikapi. Sikap harus diambil. Segera. Jangan ditunggu. Karena? Ya, karena ada pernyataan dari pak Wakot Kupang yaitu: menurut Adoe, berdasarkan hasil penelitian dari Undana Kupang, ada sepuluh alasan mendasar untuk tidak dilanjutkannya TPU Fatukoa sebagai lokasi pekuburan bagi warga Kota Kupang. Dari kesepuluh alasan itu, pencemaran formalin menjadi dasar utama alasan pengalihan fungsi TPU Damai Fatukoa menjadi Hutan Wisata (PK realtime news-indomedia.com/poskup, 30 Januari 2008). Sebelumnya, HU Pos Kupang (30 Januari 2008) memberitakan begini: anggota dewan berkomentar bahwa Pemkot Kupang, tegas Soriwutun, jangan mengambil keputusan yang fatal dari sebuah informasi terkait hasil penelitian Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, bila belum dikaji secara ilmiah. Informasi tentang kemungkinan pencemaran formalin dari TPU Damai-Fatukoa, lanjutnya, menimbulkan keraguan banyak pihak.


Mengapa saya harus bersikap? Karena saya dan kawan-kawan kelompok peneliti dari Undana adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap isi naskah yang berjudul ”Analisis Kondisi Lahan Fatukoa sebagai Lokasi Taman Pemakaman Umum Damai”. Tampaknya, hasil kajian inilah yang disebut oleh Walikota Kupang hasil penelitian dari Undana yang menjadi landasan Justifikasi pihaknya dalam mengambil kebijakan yang mengarah kepada penutupan TPU Damai Fatukoa. Guna menghindarkan kebingungan di kalangam masyarakat dan sekaligus menghindarkan adanya kesan tidak profesionalnya kelompok peneliti Undana maka ada beberapa hal yang harus dicatat di sini, yaitu:

1. Kajian yang dikutip Oleh Walikota bukanlah kajian ilmiah yang lengkap dari pihak Undana.

Alkisah, di suatu hari di sekitar bulan September 2007 saya ditugaskan oleh Rektor Undana, melalui DR. Fred Benu selaku bos di Lembaga Penelitian Undana, untuk menyiapkan bahan presentasi karena, konon pak Wakot akan berkunjung ke Undana. Dalam kunjungannya tersebut pak Wakot akan meminta masukan dari Undana tentang TPU Damai Fatukoa.

Lalu, dengan persiapan yang seadanya, saya berusaha memberikan beberapa perspektif ilmiah tentang Fatukoa sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi kota Kupang dan faktor pengancamnya. Pasca pertemuan, saya diminta oleh Rektor Undana untuk mempersiapkan bahan kajian yang diperlukan guna diajukan kepada Wakot Kupang. Sesuai arahan Ketua Lembaga Penelitian Undana, saya segera membentuk tim peneliti guna mendiskusikan pokok perkara apa yang bisa diajukan Undana kepada Pemkot Kupang. Tim penelitipun terbentuk dan berdiskusi. Lantas, sesuai kesepakatan anggota tim, kami menulis dua buah dokumen, yaitu: 1) Kajian teoritis yang berisikan kumpulan tafsiran terhadap sejumlah teori-teori dan fakta-fakta (baca: data) yang akan dijadikan sebagai hipotesis guna diuji dalam penelitian. Dokumen tersebut lalu ditulis dengan judul ”Analisis Kondisi Lahan Fatukoa sebagai Lokasi Taman Pemakaman Umum Damai”; dan 2) Proposal penelitian yang bersikan langkah-langkah ilmiah yang diperlukan guna menjawab hipotesis-hipotesis yang akan diuji, pengorganisasian tim peneliti dan penganggaran penelitian. Kedua dokumen tersebut lalu dikirimkan ke pihak Walikota melalui Lembaga Penelitian Undana.

Tunggu-punya tunggu, waktupun berlalu. Tidak ada kabar dari pihak Pemkot Kupang tentang kedua dokumen tersebut. Pikir kami, pihak Pemkot mungkin tidak jadi mengkaji barang satu ini. Penelitian kemungkinan besar batal. Akan tetapi kami menjadi kaget bukan kepalang karena pada bulan Desember 2007 meledak diskursus antara anggota Dewan dengan pihak Pemkot tentang status TPU Damai Fatukoa dimana pihak Undana disebut-sebut telah melakukan penelitian dan hasilnya mendukung kebijakan Pemkot. Hal ini, dengan sangat terpaksa harus kami bantah karena, sesungguhnya penelitian, seperti yang dinyatakan oleh Walikota belum pernah dilakukan. Kami tahu betul bahwa yang aktivitas yang disebut penelitian dapat berupa kajian kepustakan semata. Dapat pula berupa deskripsi terhadap sekumpulan data empirik yang dimiliki. Akan tetapi, status hasil kajian, yang lalu dipubilkasikan melalui sebuah artikel di HU Pos Kupang pada bulan Desember 2007, adalah sebagai berikut: kesimpulan-kesimpulan di atas ditarik semata-mata dari suatu kajian teoritis dengan data-data empirik yang terbatas. Beberapa kesimpulan yang ditarik sangat bersifat hipotetik yang masih harus diuji kembali. Oleh karena itu suatu kajian yang lebih mendalam perlu dilakukan kembali untuk dua kepentingan, yaitu: melakuan verifikasi terhadap hipotesis-hipotesis yang diajukan dan mendapatkan solusi terbaik, baik bagi penanganan TPU maupun pengelolaan sumberdaya air bagi Kota Kupang (kalimat ini saya kutipkan langsung dari topik saran 1 hasil kajian dimaksud-halaman 11). Jelas sekali bahwa dokumen kajian yang oleh Wakot dinyatakan sebagai hasil penelitian sesungguhnya adalah kajian ilmiah yang belum teruji. Akibatnya, validitas dan reabilitasnya dapat dikatakan, masih rendah. Alhasil, obyektifitas masih berupa harapan. Maka, tim Undana sesungguhnya tidak bertanggung jawab terhadap kesimpulan walikota Kupang tentang status TPU Damai.

2. Isu formalin tidaklah merupakan isu utama dalam rencana penelitian tim Undana.

Untuk menjelaskan secara gamblang maka saya kutipkan secara langsung apa yang ada di dalam halaman 9 dan halaman 10 dari dokumen kajian tim Undana dimaksud: Lokasi TPU (maksudnya TPU Damai Fatukoa-tambahan dari penulis) berpotensi sebagai sumber pencemaran meskipun hal ini tidak melibatkan isu formalin. Formalin dibuat dari formaldehi, yaitu suatu senyawa organik yang dapat larut dalam air. Formalin (nama dagang dari formaldehid) yang beredar di pasaran mempunyai konsentrasi 35-40% formaldehid dan biasanya dicampur dengan metanol 10%. Metanol juga tergolong bahan yang mudah menguap pada suhu kamar. Suhu udara di sekitar TPU Damai, hasil pengukuran langsung pada minggu II Agustus 2007, berkisar antara 28.4 – 32.5oC. Sedangkan suhu tanah pada kedalaman 15-20 cm berkisar antara 26.9 – 30.70C. Kisaran suhu udara dan tanah tersebut sudah berada pada titik yang mampu menguapkan formalin. Oleh karena itu, isu pencemaran sebaiknya lebih dikaitkan dengan potensi pencemaran mikrobial, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, yang bahkan dapat bertahan hidup pada suhu yang lebih tinggi dari 40oC. Potensi pencemaran mikrobial patut dicermati karena mayat dapat dipandang sebagai host mikroba-mikroba berbahaya seperti mikroba penyebab TBC, HIV, hepatitis dan lain sebagainya sesuai dengan rekam medis mayat. Patut pula diperhatikan bahwa pada tanah yang terlindi, yang merupakan ciri jenis tanah utama di Fatukoa, proses perlindian dimaksud dapat meliputi termuatnya patogen seperti di atas ke dalam air hasil perlindian. Pencemaran air tanah yang berasal dari daerah Fatukoa dapat terjadi melalui mekanisme di atas.

Jelas sekali dan terang benderang bahwa formalin bukan merupakan isu sentral dalam rencana kajian tim Undana melainkan sumber pencemaran yang bersifat mikrobial yang kepastiannya baru akan terungkap jika penelitian dikerjakan. Oleh karena itu, sekali lagi, tim Undana tidak bertanggungjawab terhadap kesimpulan yang diambil oleh Walikota Kupang.

3. Tim Penelitian Undana sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kesimpulan oleh Pemkot Kupang.

Dalam tradisi ilmiah, suatu penelitian harus terlebih dahulu diseminarkan untuk mendapat masukan guna penyempurnaan-penyempurnaan dalam penarikan kesimpulan akhir. Seminar, yang berasal dari bahasa latin seminarium (kebun bibit) adalah forum ilmiah yang diperlukan untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi hasil-hasil penelitian guna menghindarkan bias dalam penarikan kesimpulan akhir. Hasil penyempurnan terhadap bias yang mungkin akan terlihat dalam laporan akhir.

Sayang sekali, proses ini sama sekali tidak pernah dilakukan oleh tim Undana karena seak awal dokumen rencana penelitian tidak pernah ditanggapi oleh Pemkot Kupang. Karena tidak ada tanggapan maka, sudah barang tentu, penelitian ilmiah tentang lahan TPU Damai Fatukoa yang sesuai dengan kaidah dan metode-metode penelitian yang valid dan reliable tidak pernah ada. Alhasil, formum seminar tidak pernah ada. Laporan penelitianpun tidak ada. Maka, tim Udana tidak bertanggung jawab terhadap kesimpulan yang ditarik oleh Walikota Kupang.

Berdasarkan uraian di atas maka saya, sebagai bagian dari kelompok peneliti Undana ingin menyampaikan beberapa harapan berikut ini:

  1. Diskursus tentang TPU Damai Fatukoa oleh DPRD Kota dengan Pemkot silakan saja diteruskan sampai diperoleh kesepakatan bersama tetapi hendaknya jangan membawa-bawa nama tim Undana sepanjang menyangkut kesimpulan hasil kajian.
  2. Jika pihak Pemkot Kupang dan siapa saja ingin mendapatkan keterangan yang lebih jelas tentang dokumen-dokumen yang pernah dikirimkan kepada pihak Pemkot Kupang maka sebaiknya silakan mengundang tim Undana untuk menjelaskannya. Hal ini penting karena dalam bentuknya yang sekarang, dokumen tersebut adalah dokumen ilmiah yang belum layak untuk dipublikasikan.

Lantas, sebagai warga masyarakat Kota Kupang yang memiliki hak demokratis dalam menyampaikan pendapat maka menurut hemat saya TPU Damai Fatukoa sebaiknya ditinjau kembali keberadanya berdasarkan beberapa alasan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang lain. Itu saja. Papa, mama, bu, susi, kakak, adik, to’o, ti’i, ngalai, naweni, rambu, umbu, karaeng dan bapa-mama dorang smua: Salamat hari bae. Tabe. Shalom. Tuhan memberkati.

NB. Akhinya, Walikota Kupang setuju dilakukan penelitian yang lebih saksama sebelum diambil keputusan akhir terhadap TPU Damai Fatukoa. Moga-moga kali Pak Dan tidak bermain-main lagi dengan wacana ilmiah. Puji Tuhan
(Keterangan gambar: peta topografi dan arah kontur Fatukoa yang membuktikan Fatukoa sebagai daerah hulu DAS-didigitasi oleh Bayu A Victorino-BPDAS Benenain-Noelmina, Kupang, 2007)

6 komentar:

Anonim mengatakan...

Dan lain sebagainya....si boss kaco juga nih

Anonim mengatakan...

Eh menurut berita di koran Kursor, tim Undana dapat uang 1 m ya untuk penelitian? Bagi-bagi dong

Anonim mengatakan...

Pak Mike pung penampilan di TV Madika tentang TPU Damai Fatukoa Mantap dan memukau. Sayang gambarnya terpotong. Shalom

Anonim mengatakan...

Soal 1 milyar di koran Kursor itu cuma isyyyuuuuuu. Sampe skarang baru omongan sa itu rencana penelitian. Belum ada realisasinya.....sontoloyo betul itu berita.....(mikerk)

Anonim mengatakan...

beta mau kasi julukan buat kitong pung pak walikota ne "Mr. CUMA WACANA SA". ha3x. salam buat pak Dan "sumur bor (Cuma Wacana Sa) Adoe".
(nrk)

Anonim mengatakan...

memang Pak Dan cuman, Dan kawan-kawan Dan cuma wacana, Dan cuma Omong Dan JJS sa( Janji-Janji Sorga sa)......