

Dalam posting ini Norman ingin mengatakan bahwa kerusakan hutan, apapun alasanya, adalah kita pula yang menjadi prima causa-nya....itu pula inti gagasan saya pada posting yang tidak jadi itu. Dalam pikiran saya, berkat dan karunia Tuhan cukup dan bahkan berlimpah bagi siapa saja . Lalu, kitalah yang berpikir dan bertindak begitu rupa sehingga berkat dan karunia Tuhan itu menjadi sia-sia. Kita sengsara tetapi kitalah yang mengundang kesengsaraan itu. Bukankah hutan adalah karunia Tuhan? Bukankah hutan berguna bagi kita? ....dan....bukankah kita pula yang merusaknya? Heiiiii...bukan cuma hutan....bacalah berita hari-hari terakhir ini....kasus aborsi di Jakarta, badai video perkelahian antara pelajar, guru membanting murid, dan bahkan...wuuuuuiiiiiiihhhhh....masih banyak lagi......what's going on with sorrow.......
Sobat-sobat terkasih, bacalah artikel dari Norman. Masalah hutan dan kehutanan hanyalah contoh. Lalu, simpulkan sendiri esensi tulisan ini dan cobalah setiap kita bertanya pada diri kita sendiri .... what's going on with sorrow ...... Di bagian akhir posting ini saya menyertakan sebuah tembang lawas dari duo legendaris "Simon & Garfunkel", yaitu lagu "leaves that are green" yang esensinya mengatakan kepada kita....alam menyediakan bagi kita tetapi tangan kitalah yang menghancurkannya......Selamat membaca dan selamat menikmat musik indah. Tuhan Memberkati Anda sekalian.
Ibarat Telur atau ayam?? Sektor kehutanan atau Pertanian???
Di mana salahnya??
Bingung dengan judul diatas?? Itu sudah pasti.. Tapi dari judulnya pasti bapak/ibu/om/tante/ama/ina semua bisa mereka-reka apa yang ingin saya tulis. Yah..yah benar, saya ingin menulis sesuatu yang ada hubungannya dengan kehutanan dan pertanian di
Seperti yang saya kemukakan tadi, saya cukup bingung, terkejut, terpana, “tanganga” (bengong) saat mengikuti satu mata kuliah di semester lalu. Kebingungan ini bermula pada mata kuliah tersebut, dosen saya dengan lantang menyebutkan alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian menjadi salah satu penyebab diantara berbagai masalah lain yang mengakibatkan laju deforestasi hutan semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga Indonesia saat ini merupakan Negara nomer 2 di dunia dengan laju deforestasi hutan tertinggi, setelah Negara ole ole ole ole ehhh Negara Brasil (lebih jelasnya lihat Tulisan saya terdahulu). Lho???? Hal ini bertentangan dengan apa yang saya pelajari ketika masih kuliah s1 di pertanian dimana saya diajarkan salah satu tantangan pertanian saat ini adalah lahan pertanian semakin menipis dari tahun ke tahun. Nah lho, kok sekarang dibilang pertanian yang dibilang sebagai salah satu penyebab?? Kehutanan bilang “Lahan pertanian mengambil sebagian lahan hutan” TAPIII dari pertanian bilang “Lahan untuk bertani semakin berkurang”. Padahal kalau kita ikut logika berpikir maka jelas seharusnya tidak ada keluhan mengenai kurangnya lahan pertanian
Sesampai di rumah, saya mencoba membuka buku materi perkuliahan tadi untuk menemukan jawaban pertanyaan saya tadi itu, oohhhhhh….. betapa terkejutnya saya ternyata pengarang buku tersebut pun mengatakan hal yang sama seperti dosen saya sebutkan tadi.. Ah, saya semakin terasa penasaran.. Hmm.. Sebenarnya hal yang saya alami ini cukup beralasan. Kalau tidak percaya, coba bapa/ibu/om/tante semua cari di google tentang bagaimana dari sector pertanian pun berteriak karena kurangnya lahan. Coba pula di baca Koran. Saya yakin hal ini pasti sama saja. Semakin bertambah bingunglah saya karena di satu sisi orang hutan ehhhh… orang kehutanan berkata bahwa alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian itu salah, akan tetapi orang pertanian malah mengatakan hal yang sebaliknya bahwa mereka pun kekurangan lahan pertanian. nah, berarti ada sesuatu yang salah disini.. kira-kira apa yah?? Saya harus menemukan jawabannya. Harus. Dan setelah melewati proses perenungan berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun masih juga belum ketemu jawabnya… akhirnya aku bertanya pada rumput yang bergoyang……. Eiittssss ……. saya tadi cuma sekedar mendramatisir suasana saja. Hihihihi.. Tapi sebelum lanjut, saya berikan data yang cukup kontras yah. Begini ceritanya ehh begini datanya.
1. Data Greenomics Indonesia tahun 2006-2008 menunjukkan di Provinsi Sumatera Utara, ada sekitar 40 kasus perambahan kawasan hutan untuk perkebunan dan budi daya pertanian lainnya yang mencapai luas 195.000 hektar. Selain itu, sedikitnya 143.000 hektar kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di Provinsi Riau secara ilegal telah berubah fungsi menjadi areal perkebunan dan budi daya pertanian lahan kering. Sementara Provinsi Kalimantan Barat, sedikitnya 286.000 hektar hutan lindung telah berubah fungsi menjadi areal pertanian dan secara nasional, data Departemen Kehutanan tahun 2007 menunjukkan perubahan peruntukan hutan lindung dan hutan konservasi secara ilegal yang telah dijadikan areal perkebunan, pertambangan, lahan terbuka, semak belukar, dan budidaya pertanian lainnya mencapai angka 10 juta hektar.
2. Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak ada data),sekitar 64.783.523 ha lahan digunakan untuk pekarangan, tegalan/kebun/ladang/huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, lahan untuk kayu-kayuan, perkebunan dan sawah (BPS, 2001). Data statistik lahan pertanian selama 15 tahun terakhir (BPS, 1986-2000) memperlihatkan bahwa perluasan lahan pertanian berkembang sangat lambat. Terutama lahan sawah sebagai penghasil utama pangan ; berkembang dari 7,77 juta ha pada tahun 1986 menjadi 8,52 juta ha pada tahun 1996, dan selanjutnya cenderung menyusut menjadi 7,79 juta ha pada tahun 2000.
Akhirnya saya menemukan jawabannya.. ternyata bukan alih fungsi hutan yang salah, bukan pula lahan pertanian yang salah. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut karena bagi saya yang salah adalah pembangunan.. nah lho?? Apa-apaan lagi nih?? Yah, saya berani berkata bahwa sebenarnya yang salah adalah pembangunan karena lahan hutan, lahan pertanian sudah dirubah menjadi “hutan” gedung-gedung yang menyebabkan semakin menipisnya ruang atau lahan untuk hutan dan pertanian. Laju konversi lahan pertanian tanaman pangan, termasuk sawah, yang terus melaju tanpa dapat dibendung. Menurut informasi Real Estat Indonesia (REI), selama tiga tahun terakhir, di Pulau Jawa, pembangunan perumahan telah menggusur seluas 4.891 hektar lahan, termasuk lahan pertanian pangan yang produktif. Belum lagi konversi lahan untuk industri dan pembangunan infrastruktur… eehhh maafkan saya…. sebenarnya lebih tepat bukan pembangunan tapi orang di balik pembangunan itulah yang bersalah menurut saya. Siapakah mereka?? PEMERINTAH. Sekali lagi, PEMERINTAH. Kok pemerintah??? Kenapa?? Tentu saja, ketika lahan hutan dialihfungsi menjadi lahan pertanian itu siapa yang memberi ijin?? Ketika hutan lindung yang seharusnya dikonservasi tapi dibuat menjadi hutan produksi itu siapa yang memberikan ijin?? Hasil-hasil pertanian itu untuk siapa? Masyarakat?? Ataukah hasil pertanian tersebut dijual kepada masyarakat lalu sebagian besar uang hasil penjualan tersebut masuk ke kantong-kantong para pejabat pemerintah yang taunya cuma tidur di ruang sidang, yang taunya jalan-jalan dengan alasan “dinas luar”, yang taunya terima uang suap supaya lolos suatu proyek besar.. hhhmmmmm….. bau kapitalisme terasa sekali disini.. padahal jelas-jelas di pancasila butir ke empat mengatakan “keadilan social bagi seluruh rakyat
Selain itu, masyarakyat kita sudah terbuai iklan “Bensin telah turun 3 kali (dan ada kemungkinan mau turun lagi), masyarakat miskin semakin berkurang, dll… Malah yang konyol ada Capres yang mengatakan telah berhasil swasembada beras. Swasembada beras tapi dari lahan hutan yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian. Sukses di bidang pertanian tapi hutan menjadi rusak. Jadi itu lebih tepat dikatakan sukses atau tidak yah?? Aya aya wae.. ada-ada saja.. Rakyat kita telah terbuai hal tersebut. Saya tidak mengatakan hal yang diiklankan itu salah. Saya tidak mengatakan demkian. Saya tidak cukup kompatibel untuk membantah atau mengiyakan. Bisa saja benar atau bahkan bisa salah juga