
Minggu kemarin, saya diundang untuk menyampaikan makalah dalam sebuah seminar tentang kesiagaan bencana. Topik yang diminta untuk dibahas adalah perubahan iklim (climate change). Oh, saya dengan suka cita membahasnya karena memang ada satu dan dua dikit pengetahuan dalam perkara itu. Dan sudah barang tentu.....honornya bung en sus......honor........bisa untuk menyambung hidup sebulan penuh. Maklum PNS. Penghasilan Nggak cukup Sebulan ......ha ha ha ha ha ha.......Audiens acara itu adalah LSM-LSM se daratan Timor yang perduli bencana, institusi pemerintah, pers dan tokoh masayarakat. Lengkap. Tak lebih tak kurang. Sambil menunggu giliran berbicara, saya mengikuti secara saksama niveau yang berkembang dalam sesi-sesi sebelumnya......
ada gas rumah kaca......
apakah itu karena rumah yang banyak kacanya? (hi hi hi hi....yang bertanya nggak mengerti tuh......)
ya, rumah kita sekarang sudah terlalu banyak kacanya.......dinding kayu diganti kaca.....atap daun diganti seng (ha ha ha ha yang menjawab juga enggak kalah sontoloyonya....)
ada lubang ozon......
Kekeringan....
Banjir.....
CO2 jadi gara-gara semua itu.......
STOP PEMANASAN GLOBAL......
caranya....... tanam pohon sebanyak-banyaknya biar bisa menyerap CO2......bikin pulau Timor hutan semuanya.....
Bisa berhasil dengan hutan: PASTI....
NTT ....Nanti Tuhan Tolong......
waaaaaaallllaaaaaaahhhhhhh........
Sampailah giliran saya. Dan ini yang saya katakan.
Dahulu kala, sekitar 600 juta tahun yang lalu, bumi kita atau planet terkasih ini terdiri atas dua benua (continent) besar, yaitu Laurasia di utara dan Goodwanaland di selatan. Lalu, sekitar 300 - 250 juta tahun terjadi perubahan yang dramatik. Dua benua tadi bergabung membentuk 1 daratan bes

Apakah proses penghanyutan benua sudah terhenti sekarang? Apakah bengeknya dan batuknya bumi sudah tiada? No Sir. No Sor (No madame maksudnya hi hi hi ). Proses-proses itu sedang dan akan terus terjadi. So? ya soook atuuuuhhhh.....ha ha ha ha..... Dan saya terus mendongeng di ruang seminar itu. Yang ber AC dan berhonor itu hi hi hi.....
Pemanasan global terjadi bukan dalam skenario di atas itu saja (geological theory). Bumi yang makin panas juga bisa terjadi karena situasi astronomi - astronomical theory - (ingat lho ya buka astrologinya mama Lauren). Pertama, ada seor


Lalu, mana teori yang benar? Sejujurnya penyebab pemanasan global masih ramai diperdebatkan. Ada Al Gore dkk. (2006, An Inconvenient Truth: the Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do about It - Rodale, New York) di satu pihak dan ahli seperti Sorokhin (2007, Global Warming and Global Cooling : Evolution of Climate on Earth - Elsevier Amsterdam), di lain pihak. Bagi Al Gore dan kawan-kawan peyebab pemanasan global bersifat man-made (antropogenic). Oleh karena itu pemanasan gobal dapat dicegah. Bagi Sorokhin dan kawan-kawan, terutama kelompok geologist, pemanasan global bersifat alami (natural). Global warming tak bisa dicegah. Anda tidak bisa berbuat apa-apa. Pasrah dan menerima nasib. Bagi Al Gore dkk. mengurangi emisi gas rumah kaca merupakan jalan keluar. Bagi Sorokhin dkk. reduksi emisis gas rumah kaca BUKAN SATU-SATUNYA jalan. Dalam ternag teori CO2, menanam pohon guna mereduksi CO2 adalah obat manjur. Sebaliknya, jika mengikuti logika teori natural maka apakah anda menanam pohon atau tidak, global warming pasti akan terjadi. Kehidupan akan tersapu habis dilandanya. Kiamat (bukan Ki Amat). Dan....heeiiii, saya melihat....sepintas......di mata peserta seminar ada terkilat cahaya ketakutan....
Sekarang saatnya saya berpendapat, menurut hemat saya, diluar perdebatan tentang penyebabnya, ada satu hal yang telah disepakati, yaitu pemanasan global adalah realitas. Mempercakapkan penyebabnya adalah sah-sah saja. Menduga-duga penyebab dan solusinya benar semata-mata. Tetapi sejarah bumi mengajarkan bahwa berpegang kepada 1 jawaban solusi adalah bukan jawaban. Menuding CO2 sebagai satu-satunya biang kerok pemanasan global adalah simplifikasi permasalahan yang berbahaya. Anda mengira penyebab mobil anda mogok karena ban kempes. Mungkin benar mungkin pula tidak. Nyatanya ada penyebab lain. Bensin habis misalnya. Simplifikasi masalah akan menuntun pada solusi yang bersifat in-complete. Kurang komprehensif. Di lain pihak, tagal ada teori lain bahwa penyebab pemanasan global bukan cuma CO2, lalu menertawakan usaha orang adalah juga naif. Bukan cara yang baik mengatasi masalah. Menertawakan usaha orang lain menambal ban sementara anda sendiri, sebagai penumpang mobil mogok yang sama, hanya diam berpangku tangan adalah sikap konyol dan tak bertanggung jawab.
Ada satu cara untuk memahami persoalan dengan baik, yaitu semua yang terjadi adalah konskuensi hidup. Apa itu? PERUBAHAN. Siapa bisa menahan perubahan? Sejarah bumi mengajarkan bahwa global warming adalah perubahan. Bumi pernah hanya terdiri atas satu daratan besar. Pangaea. Sekarang berpencaran membentuk 6 benua dan anak-anak benua. Es Kutub pernah mencair sesudah itu kembali membeku. Jika sekarang mencair kembali, itulah perubahan. Tidak mungkin mencegah perubahan. "Satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri". Cukupkah sikap ini? Tidak. Kita tidak bisa berhenti hanya dengan memandang perubahan dengan ternganga. Tidak boleh hanya menakut-nakuti orang tentang dampak Global Warming yang tak bisa bisa dicegah itu. Tunggu kiamat. Terima nasib. Tidak bisa begitu. Harap diingat, semua perubahan iklim global di masa lampau, sampai ketika es mencair 18.000 tahun lalu, terjadi pada situasi tanpa peradaban manusia. Belum ada peradaban manusia yang dilanda habis. Tsunami Aceh 2004 saja sudah menggetarkan hati apalagi bencana global dengan miliaran nyawa sebagai pertaruhannya. Tidakkah tergetar hati anda? Perdulilah Bung. Perdulilah Sus. Apa? What? PERDULI. Jangan abai tentang bahaya besar ini.
Kita bisa mulai dengan aforisme ini: if we can not fight it, let adapt to it. Semua makhluk hidup akan melakukan 3 taktik biologi berikut ini jika terjadi cekaman, yaitu avoidance (menghindar), ameliorate (mengubah) dan adapt (menyesuaikan). Menghindarlah ketika masih mungkin. Ubahlah sikap dan cara hidup anda jka tak mungkin menghindar. Dan, berdamailah dengan semua yang terjadi. Lakukanlah semua itu. Mulai dari diri sendiri. Dari rumah sendiri. Lalu keluarlah dari rumah. Ajaklah semua orang untuk beramai-ramai perduli akan perubahan. Ya betul, hadapilah perubahan apapun resikonya. secara bersama-sama. Karena bumi ini milik kita bersama. Dahulu saya lengkap memiliki Ayahanda, Ibunda, dan 10 orang bersaudara. Sekarang saya yatim piatu. Saudara berpencaran. Menghindari situasi ini? Tidak mungkin. Yang perlu saya lakukan adalah mengubah kebiasaan agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Hiduplah berdamai dengan perubahan supaya jangan tersapu habis oleh perubahan. That's all my friends.
Bagi sahab

Tabe Tuan Tabe Puan