

Hari ini adalah hari Minggu. Harinya Dominggo. Saya senang. Semakin senang karena bisa menyaksikan betapa sahabat-sahabat Muslim saya, yang amat banyak itu, merayakan hari kemenangannya pasca Puasa. Kemenangan menghadapi godaan dunia lalu kembali menjadi fitri. Semakin lengkap perasaan senang saya karena dalam keadaan Fitri, sahabat-sahata saya yang ber-Lebaran itu sudi menerima permintaan maaf saya atas semua kesalahan yang saya bikin selama ini kepada mereka. Kesalahan adalah hutang dan ketika hutang itu dihapuskan ...wwwwoooowwww....bahagia bukan? Aniway, saya senang hari ini.
Tetapi pada saat bersamaan saya harus menghadapi perasaan masgul. Sedih. Semalam, tepat pukul 20.00 WITA, mama besar (kosa kata Melayu Kupang untuk memanggil isteri dari om atau paman atau pakde) saya, yaitu mama Lin Riwu Kaho-Udju Edo telah menutup mata untuk selamanya. Dalam keadaan sekarang inilah saat terakhir saya bisa bertemu dengan beliau. Mulai besok, hanya angin dan kenangan. Selama 4 tahun tinggal di Atambua, Belu, NTT, saya tinggal bersama mama besar. Jauh dari bapa robert dan mama Agustine. Lalu, sedikit banyaknya, hidup saya ikut dibentuk oleh mama besar. Mengenang itu, saya sedih. Aneh? Mungkin tidak bagi kebanyakan anda tetapi aneh bagi saya. Mengapa demikian? Di laptop saya tersedia 2 sistem operasi, yaitu Windows Vista dan Windows XP. Ketika saya ingin membuka Vista misalnya maka XP tidak dapat dibuka. Begitu pula sebaliknya. Kedua sistem tak mau jalan bersama. Lalu, jika mampu membuka keduanya secara bersamaan pastilah perkara aneh. Dengan demikian, sudah barang tentu saya merasa aneh karena dalam 1 diri 1 pribadi tercetus 2 perasaan sekaligus hari ini. Senang dan sedih.
Keanehan itu menimbulkan keheranan. Ketika masih amat kecil, saya heran mengapa bintang kerlap kerlip di angkasa malam hari tidak pada siang hari. Plato mengatakan bahwa "mata kita memberikan pengamatan, dan kita takjub" Lalu, dari rasa takjub itu timbulah niat ingin menyelidiki. Mengapa bintang berkerlip malam hari? Ketika memulai penyelidikan, saya merasa ragu: "apakah yang saya lihat itu betul-betul bintang atau jangan-jangan kue semprong milik saya yang disimpan di lemari telah diambil seseorang lalu digantung di langit hitam pekat dan diberi nyala lilin?". Descrates mengatakan bahwa "bergerak dari perasaan heran manusia mulai meragukan pengamatan panca inderanya". Karena manusia cemas dalam ketidakpastian maka keraguannya perlu dibuktikan. Hasil penyelidikan dan pembuktian yang saya lakukan menunjukkan bahwa ternyata kue semprong yang ada di lemari masih utuh. "Heeeiiii.....masih anteru (kosa kata Melayu Kupang yang berpadanan dengan kata utuh) kue ku...tidak ada yang hilang". Maka, sudah pasti yang kerlap-kerlip di langit itu bukan kue semprong saya. Itu mungkin bintang. Dan itu harus saya buktikan tapi....wwwaaaalllllaaaahhhhh....tangan saya tidak sampai menjangkau langit. Bintang itu tak bisa kupegang. Ternyata saya terbatas. Kemampuan saya terbatas. Tagal keterbatasan itulah, maka saya terus tetap takjub menatap indahnya bintang yang gemerlapan di langit tinggi.
Bagitulah sahabat-sahabat budiman, mengapa sampai sekarang ini saya terus saja merasa takjub. Saya masih saja heran dan sangsi mengapa senang, mengapa sedih dan mengapa keduanya bisa terja
di bergantian dan bahkan...wow. terjadi bersamaan. Keseriusan berpikir kadang-kadang malah menuntun kepada kebingungan yang teramat sangat. Ada yang tidak dapat terpikirkan. There is something out of my mind while everything are done. Lalu, saya bilang kepada diri saya sendiri..."heeiiii mike, dari pada pusing-pusing mikirin jawaban atas segala sesuatu bagaimana jikalau kamu bersukur dahulu. Mungkin sesudah itu. jawaban" akan diberikan kepadamu". Maka, "selamat datang senang. Selamat datang sedih. Silakan bercampur aduk menjadi satu. Saya memikirkan kalian berdua tetapi terlebih dari pada hanya berpikir, saya mau bersukur".
Selamat hari Lebaran 1340 Hijriah. Minal Aidin wal Faidzin. Mohon dimaafkan lahir batin. Selamat jalan mama besar. Selamat berbahagia menuju negeri abadi. Sang Pencipta akan tersenyum menyambut engkau. Oh ya, titip salam untuk bapa besar, bapa robert dan mama agustine. Katakan pada mereka bahwa saya rindu. Kami rindu.
Bagi sahabat yang ingin menikmati segitiga: heran, ragu dan keterbatasan maka silakan menikmati sebuah lagu bagus dari Phill Collin berikut ini:
Tabe Puan Tabe Tuan
Tetapi pada saat bersamaan saya harus menghadapi perasaan masgul. Sedih. Semalam, tepat pukul 20.00 WITA, mama besar (kosa kata Melayu Kupang untuk memanggil isteri dari om atau paman atau pakde) saya, yaitu mama Lin Riwu Kaho-Udju Edo telah menutup mata untuk selamanya. Dalam keadaan sekarang inilah saat terakhir saya bisa bertemu dengan beliau. Mulai besok, hanya angin dan kenangan. Selama 4 tahun tinggal di Atambua, Belu, NTT, saya tinggal bersama mama besar. Jauh dari bapa robert dan mama Agustine. Lalu, sedikit banyaknya, hidup saya ikut dibentuk oleh mama besar. Mengenang itu, saya sedih. Aneh? Mungkin tidak bagi kebanyakan anda tetapi aneh bagi saya. Mengapa demikian? Di laptop saya tersedia 2 sistem operasi, yaitu Windows Vista dan Windows XP. Ketika saya ingin membuka Vista misalnya maka XP tidak dapat dibuka. Begitu pula sebaliknya. Kedua sistem tak mau jalan bersama. Lalu, jika mampu membuka keduanya secara bersamaan pastilah perkara aneh. Dengan demikian, sudah barang tentu saya merasa aneh karena dalam 1 diri 1 pribadi tercetus 2 perasaan sekaligus hari ini. Senang dan sedih.
Keanehan itu menimbulkan keheranan. Ketika masih amat kecil, saya heran mengapa bintang kerlap kerlip di angkasa malam hari tidak pada siang hari. Plato mengatakan bahwa "mata kita memberikan pengamatan, dan kita takjub" Lalu, dari rasa takjub itu timbulah niat ingin menyelidiki. Mengapa bintang berkerlip malam hari? Ketika memulai penyelidikan, saya merasa ragu: "apakah yang saya lihat itu betul-betul bintang atau jangan-jangan kue semprong milik saya yang disimpan di lemari telah diambil seseorang lalu digantung di langit hitam pekat dan diberi nyala lilin?". Descrates mengatakan bahwa "bergerak dari perasaan heran manusia mulai meragukan pengamatan panca inderanya". Karena manusia cemas dalam ketidakpastian maka keraguannya perlu dibuktikan. Hasil penyelidikan dan pembuktian yang saya lakukan menunjukkan bahwa ternyata kue semprong yang ada di lemari masih utuh. "Heeeiiii.....masih anteru (kosa kata Melayu Kupang yang berpadanan dengan kata utuh) kue ku...tidak ada yang hilang". Maka, sudah pasti yang kerlap-kerlip di langit itu bukan kue semprong saya. Itu mungkin bintang. Dan itu harus saya buktikan tapi....wwwaaaalllllaaaahhhhh....tangan saya tidak sampai menjangkau langit. Bintang itu tak bisa kupegang. Ternyata saya terbatas. Kemampuan saya terbatas. Tagal keterbatasan itulah, maka saya terus tetap takjub menatap indahnya bintang yang gemerlapan di langit tinggi.
Bagitulah sahabat-sahabat budiman, mengapa sampai sekarang ini saya terus saja merasa takjub. Saya masih saja heran dan sangsi mengapa senang, mengapa sedih dan mengapa keduanya bisa terja

Selamat hari Lebaran 1340 Hijriah. Minal Aidin wal Faidzin. Mohon dimaafkan lahir batin. Selamat jalan mama besar. Selamat berbahagia menuju negeri abadi. Sang Pencipta akan tersenyum menyambut engkau. Oh ya, titip salam untuk bapa besar, bapa robert dan mama agustine. Katakan pada mereka bahwa saya rindu. Kami rindu.
Bagi sahabat yang ingin menikmati segitiga: heran, ragu dan keterbatasan maka silakan menikmati sebuah lagu bagus dari Phill Collin berikut ini:
Tabe Puan Tabe Tuan