
Salam, selamat pagi, siang, sore atau malam. Tergantung kapan waktunya anda membaca posting ini. Kali ini saya ingin mengobrol ringan tentang satu fenomena berskala nasional di Indonesia, yaitu mudik. Kata mudik sering tidak berdiri sendiri melainkan selalu didekatkan dengan Lebaran - hari raya besar kaum dan sahabat Muslim pasca Puasa - menjadi mudik lebaran. Konon kata tradisi ini hanya ada di Indonesia. Lalu karena pengaruhnya tidak hanya dirasakan terbatas internal sahabat Muslim melainkan juga seluruh bangsa maka tradisi mudik dianggap juga sebagai budaya bangsa Indonesia. Khas Indonesia. Tapi tahukah anda, apa arti kata mudik itu sendiri? Nah, untuk anda saya kutipkan beberapa persangkaan umum tentang arti kata mudik.
Mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua. Tradisi mudik hanya ada di Indonesia (www.id.wikipedia.org)
Orang udik itu dulunya adalah sebutan orang betawi untuk pendatang2 yg kebanyakan berasal dari Jawa (sebelah timur jakarta). Biasanya kaum pendatang yg kebanyakan dari Jawa itu selalu pulang ke kampung halamannya saat hari raya, bila ada keperluan penting, atau karena pekerjaannya di jakarta sdh selesai. Dan para pendatang itu menyebut dengan istilah pulang kampung. Jadi itulah yg mungkin menyebabkan ada istilah orang kampung disebut sebagai orang udik. Yaitu karena mereka pergi ke kampung halamannya yg ada di timur (udik). Sampai sekarang istilah Mudik (menuju ke udik) sering dipakai untuk orang2 yg pulang ke kampung halamannya. Dan istilah mudik sekarang tidak terbatas hanya untuk orang yg berasal dari Jawa saja, tapi juga orang2 yg berasal dari daerah lain (Prast, 2008, www.id.answer.yahoo.com)
Mudik artinya hulu kalau di sungai, yaitu daerah disekitar mata air tempat darimana sungai itu berawal. jadi kalau orang mudik bisa diartikan kembali ke tempat darimana dia berasal. Karena banyak orang kota yang asalnya dari desa, maka kalau kembali ke desa disebut mudik (Chiprut, 2008, www.id.answer.yahoo.com)
udik=kampung=desa (Stovena, 2008, www.id.answer.yahoo.com)
Karena memang orang kampung itu Udik2.. mau bukti? udik itukan salah satu artinya NORA. tul ga?... Nah, coba lihat dan perhatikan...kalo ada orang dari kampung datang kekota besar (Jakarta,misalnya)...pasti noranya amat sangat. Bahkan ada juga orang kota yang udik, nah liat aja...(contoh ye..) ABG2 yang dari kota, kalo bawa HP..pasti digantungin dileher. apa itu ga nora (udik)? terkesan pamer...."nih, gw punya HP cuy..." (mending kalo HPnya bagus,nah kalo sudah Jadul banget...?) Udikkkkk.... (Rulland Y, 2008, www.id.answer.yahoo.com)
Begitulah sahabat blogger. Ada yang memahami mudik secara serius, ada yang terkesan di-smart-smart-kan, ada yang terkesan asal-asalan (mungkin agak menghina tuh....he he he). Ramai, seramai aktivitas mudik itu sendiri yang riuh rendah, lintang pukang, tak keruan dan heboh itu. Karena itu, supaya agak lebih "sunyi" maka saya mencoba mencari arti kata mudik di dalam KUBI (kamus umum bahasa Indonesia). Mudik adalah kegiatan meng-udik atau kembali menuju udik. Lalu, apa arti kata udik? Ternyata kata udik bersinonim dengan kata culun, desa, dusun, kampung, kampungan, lugu, pedalaman, dan pelosok. Antonim-nya adalah "kota". Dengan demikian kata "udik" memang agak negatif terutama bagi generasi "haree geneeeee". Lha busyeeeetttt ...... bener dong si Rulland dalam kutipan yang agak negatif tentang "mudik" seperti dikutipkan di atas. Benarkah? Mari kita lihat lagi hasil penelusuran lebih lanjut. Kata "udik" ternyata memiliki 3 arti, yaitu: sebagai bentuk kata benda maka udik bisa berarti hulu sungai. Jadi, mudik artinya kembali ke hulu sungai. Sebagai noun, "udik" juga berarti kampung. Dengan demikian mudik artinya kembali ke kampung. Tetapi sebagai kata sifat, adjectiva, "udik" berarti kurang tahu sopan santun, kaku dan canggung tingkah lakunya, serta bodoh. Nah lu, mudik bisa berarti kembali menjadi tidak sopan atau kembali menjadi bodoh....whaaaa ha ha ha...opo tumon?????
Begitulah sahabat, ternyata kata udik dan mudik, yang dalam dalam praktek kontemporer dewasa ini dimaknai sebagai budaya bangsa yang menunjukkan semangat guyub tinuyub itu, ternyata bisa bermakna sebaliknya. Dalam pengertian yang positif, mudik adalah budaya baik bangsa, yaitu ketika menjelang hari-hari baik orang-orang pulang kampung atau menuju "hulu" (asal muasal) mereka. Tali temali kasih sayang keluarga-keluarga yang terputus karena waktu dan jarak bisa bertautan kembali. Lama berpisah, tak terlihat muka lalu eeeallaaaa, nongol lagi dieee....ssiiipppp.....Silahturahmi terbangun kembali. Semua kembali menjadi satu (kecuali Bang toyibby yang sudah 3 lebaran gak mau pulang-pulang...wkwkwk..).
Tetapi ...heeiiii, perhatikanlah bahwa budaya mudik bisa juga bermakna sebaliknya, yaitu mudik hanya menunjukkan bahwa sebagai bangsa kita sangat gemar kembali dan kembali lagi pada ketidaksopanan dan kebodohan. Kita amat gemar berlarat-larat dengan kedegilan kita. Capek-capek belajar sampai menjadi insinyur, master dan doktor toh suka kembali menjadi bodoh dan tidak sopan. Capek-capek meniti karier mulai dari sekedar aktivis atau pedagang kecil lalu menjadi petinggi negeri alias pejabat eaaaalllaaaa koq ya ujung-ujungnya kembali menjadi maling nan bodoh dan tak sopan. Itulah kita. Begitulah wajah kita. Anda marah dengan hal ini? Boleh dan silakan saja tetapi lihatlah apa yang dilakukan oleh mister Gayus dan belakangan mister Nazarudin + kompatriotnya. Memalukan. Lihatlah berbalas "surat cinta" di antara penyamun dan presiden-nya. Sungguh tak sopan mereka tuh. Lihat pula bagaimana wacana penghapusan badan anggaran DPR tagal dugaan korupsinya. Sembarangan. Lihatlah si Profesor yang banyak menulis buku lhaaaa, tau-tau hasil jiplakan doang. Bikin mual perut saja. Udik banget. Lalu, lihatlah betapa tidak tahu malunya pejabat di Kementrian Nakertrans RI yang kok ya tega-teganya di hari baek, bulan baek begini, bulan puasa, masiiiiiihhhh juga nekad korupsi menerima suap dan tertangkap tangan oleh KPK...Sontoloyo.....dasar udik. Masih mau lagi? Nih gue kasikan deh. Coba liat tayangan investigasi di beberapa stasiun televisi yang menunjukkan betapa teganya kita..uuupppp kali ini bukan oleh para penggede tapi hhmmmm betapa hampir semua panganan jajajan yang kita makan, hampir pasti bercampur boraks, pewarna kimia buatan dan aneka racun lainnya hanya agar supaya awet dan atau enak dilihat. Jangan anda kaget jika sekali waktu anda makan di warung kaki lima di jakarta yang anda makan adalah daging bekas yang di daur ulang. Kita benar-benar menjadi bangsa pemakan bangkai...woooowwww jorok, tega, sadis dan ueeediiiiikkkkk banget .....sekali udik tetap udik...wkwkwkwkwk.....
Tapi sudahlah, kita ambil baiknya saja karena ini memang sekarang adalah hari baik bulan baik. Mudik adalah kebaikan. Karena itu, bagi semua sahabat yang mudik menuju kampung, tempat asal-usul mereka, saya ucapkan SELAMAT MUDIK. Jangan sampe tidak sopan dan bodoh di jalanan yaaaa ...... Semoga selamat, sehat dan sejahtera merayakan hari raya Lebaran di tempat tujuan, yaitu di Udik. Eh, omong-omong sebagai praktisi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), ternyata sungguh memalukan bahwa baru hari ini saya tahu bahwa kata "udik" adalah sinonim kata "hulu". Kalau benar begitu maka daerah tangkapan air di hulu DAS adalah udik. So, pengelolaan DAS adalah urusan hilir dan udik duuunnkkk. Saya juga baru sadar apa sebabnya kosa kata Indonesia untuk menunjukan akivitas pergerakan lalu-lalang, yang terkadang bersifat tidak keruan, adalah hilir mudik. Pantas saja kalau pas saya sedang pusing memikirkan DAS yang rusak tak keruan, isteri saya suka berteriak....."woooiiii, jangan cuma hilir-mudik dong, mengganggu saja lu" ...... adddooohhhhhh, ternyata udik bener saya nih.....ghuuooblooogggg tenan......whaa ha ha ha ..... dasar udik ....
Tabe Tuan Tabe Puan
Begitulah sahabat, ternyata kata udik dan mudik, yang dalam dalam praktek kontemporer dewasa ini dimaknai sebagai budaya bangsa yang menunjukkan semangat guyub tinuyub itu, ternyata bisa bermakna sebaliknya. Dalam pengertian yang positif, mudik adalah budaya baik bangsa, yaitu ketika menjelang hari-hari baik orang-orang pulang kampung atau menuju "hulu" (asal muasal) mereka. Tali temali kasih sayang keluarga-keluarga yang terputus karena waktu dan jarak bisa bertautan kembali. Lama berpisah, tak terlihat muka lalu eeeallaaaa, nongol lagi dieee....ssiiipppp.....Silahturahmi terbangun kembali. Semua kembali menjadi satu (kecuali Bang toyibby yang sudah 3 lebaran gak mau pulang-pulang...wkwkwk..).
Tetapi ...heeiiii, perhatikanlah bahwa budaya mudik bisa juga bermakna sebaliknya, yaitu mudik hanya menunjukkan bahwa sebagai bangsa kita sangat gemar kembali dan kembali lagi pada ketidaksopanan dan kebodohan. Kita amat gemar berlarat-larat dengan kedegilan kita. Capek-capek belajar sampai menjadi insinyur, master dan doktor toh suka kembali menjadi bodoh dan tidak sopan. Capek-capek meniti karier mulai dari sekedar aktivis atau pedagang kecil lalu menjadi petinggi negeri alias pejabat eaaaalllaaaa koq ya ujung-ujungnya kembali menjadi maling nan bodoh dan tak sopan. Itulah kita. Begitulah wajah kita. Anda marah dengan hal ini? Boleh dan silakan saja tetapi lihatlah apa yang dilakukan oleh mister Gayus dan belakangan mister Nazarudin + kompatriotnya. Memalukan. Lihatlah berbalas "surat cinta" di antara penyamun dan presiden-nya. Sungguh tak sopan mereka tuh. Lihat pula bagaimana wacana penghapusan badan anggaran DPR tagal dugaan korupsinya. Sembarangan. Lihatlah si Profesor yang banyak menulis buku lhaaaa, tau-tau hasil jiplakan doang. Bikin mual perut saja. Udik banget. Lalu, lihatlah betapa tidak tahu malunya pejabat di Kementrian Nakertrans RI yang kok ya tega-teganya di hari baek, bulan baek begini, bulan puasa, masiiiiiihhhh juga nekad korupsi menerima suap dan tertangkap tangan oleh KPK...Sontoloyo.....dasar udik. Masih mau lagi? Nih gue kasikan deh. Coba liat tayangan investigasi di beberapa stasiun televisi yang menunjukkan betapa teganya kita..uuupppp kali ini bukan oleh para penggede tapi hhmmmm betapa hampir semua panganan jajajan yang kita makan, hampir pasti bercampur boraks, pewarna kimia buatan dan aneka racun lainnya hanya agar supaya awet dan atau enak dilihat. Jangan anda kaget jika sekali waktu anda makan di warung kaki lima di jakarta yang anda makan adalah daging bekas yang di daur ulang. Kita benar-benar menjadi bangsa pemakan bangkai...woooowwww jorok, tega, sadis dan ueeediiiiikkkkk banget .....sekali udik tetap udik...wkwkwkwkwk.....

Tapi sudahlah, kita ambil baiknya saja karena ini memang sekarang adalah hari baik bulan baik. Mudik adalah kebaikan. Karena itu, bagi semua sahabat yang mudik menuju kampung, tempat asal-usul mereka, saya ucapkan SELAMAT MUDIK. Jangan sampe tidak sopan dan bodoh di jalanan yaaaa ...... Semoga selamat, sehat dan sejahtera merayakan hari raya Lebaran di tempat tujuan, yaitu di Udik. Eh, omong-omong sebagai praktisi pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), ternyata sungguh memalukan bahwa baru hari ini saya tahu bahwa kata "udik" adalah sinonim kata "hulu". Kalau benar begitu maka daerah tangkapan air di hulu DAS adalah udik. So, pengelolaan DAS adalah urusan hilir dan udik duuunnkkk. Saya juga baru sadar apa sebabnya kosa kata Indonesia untuk menunjukan akivitas pergerakan lalu-lalang, yang terkadang bersifat tidak keruan, adalah hilir mudik. Pantas saja kalau pas saya sedang pusing memikirkan DAS yang rusak tak keruan, isteri saya suka berteriak....."woooiiii, jangan cuma hilir-mudik dong, mengganggu saja lu" ...... adddooohhhhhh, ternyata udik bener saya nih.....ghuuooblooogggg tenan......whaa ha ha ha ..... dasar udik ....
Tabe Tuan Tabe Puan