
Dear Sahabat Blogger,
Bulan Desember telah ditetapkan pemerintah sebagai bulan menanam nasional.
Apa yang ditanam?Pohon...
Mengapa pohon?
Ya karena yang punya gagasan adalah Departemen Kehutanan.
Gagasan apa?
Memperbaiki kualitas lingkungan.
Apakah dengan menaman pohon, lingkungan hidup akan lebih baik?
NTT...... Ndak Tentu Terbukti.....
Lho kok? Iki doktor kehutanan kok ngomong begitu?
Yo, ben. Iki lambe ku dhewe kok.....Sak karepku ngomong....
Lho kok gitu?
Ahhhhhhh, kalau mendesak, biar asisten saya,.... eh ...sori kleru.....mahasiswa saya...eh...kleru meneh....adik saya, DTN alias Uli membuat penjelasan.
Lha kok enak? lalu sampeyan mau kemana? Lari dari tanggungjawab?Ora....ora......aku yang tanggung, dia sing njawab-ke....
......ha ha ha ha ha ha ha ha.......husssshhhh......iya .....iya..........
Keadaan Lingkungan
Dulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang subur. Negeri kepulauan yang membentang di sepanjang garis katulistiwa yang ditamsilkan ibarat untaian zamrud berkilauan sehingga membuat para penghuninya merasa tenang, nyaman, damai, dan makmur. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur.
Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat.
Mengapa bencana demi bencana terus terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Bukankah Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional telah membangun kesepakatan bersama tentang pendidikan lingkungan hidup? Namun, mengapa korban-korban masih terus berjatuhan akibat rusaknya lingkungan yang sudah berada pada titik nadir? Siapa yang mesti bertanggung jawab ketika bumi ini tidak lagi bersikap ramah terhadap penghuninya? Siapa yang harus disalahkan ketika bencana dan musibah datang beruntun menelan korban orang-orang tak berdosa?
Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Di pelosok-pelosok dusun, berhektar-hektar hutan telah gundul, terbakar, dan terbabat habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air. Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.
Degradasi berbagai sumberdaya, pemanasan global dan konflik global telah mengakibatkan goncangan pada lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup merupakan dan aaahhh menjadi masalah yang mlti sumber, multi pnyebab dan multi dampak. Kita dapat sebutkan beberapa yang sangat krusial, yaitu permasalahan sampah domestik dan perkotaan, limbah industri, menurunnya kualitas ekosistem, pencemaran di perairan dan terestrial, perang, pemanasan global dan isu perubahan iklim global dan ha ha ha akibat serangan teroris turut mngganggu lingkungan hidup. Namun persoalan yang yang sangat substansional sebenarnya adalah kenyataan bahwa betapa rendahnya kesadaran perilaku dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
Satu hal yang sangat mengganjal dan menjadi hal yang memunculkan keheranan sekaligus keprihatinan saya, dan saya kira hal ini juga ada di otak kepala kita semua adalah bagaimana mengatasi atau menjawab masalah-masalah lingkungan hidup yang ada? Seperti hal di atas, ketika hukum dan undang-undang telah dibuat, konferensi tingkat tinggi sudah dilakukan, berbagai kebijakan telah dicanangkan, tetapi masalah lingkungan terus saja berlangsung dengan skala yang makin meningkat hingga sekarang. Sebagaimana contoh kasus sebuah kegiatan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kota Kupang untuk menghijaukan lingkungan dengan MANGGARISASI kota kupang. COCOK???? Ha ha ha kata Walikota kupang sih cocok, tetapi buat saya .......eitsss …. nanti dulu. Pak walikota apa dalam melakukan program ini sudah menggunakan analisis yang holistik dan komprehensif tentang lingkungan hidup????? Kalau menurut saya, beliau mimpinya malam tentang mangga, besoknya langsung suruh warganya tanam mangga. Pertanyaan singkat oleh beberapa orang yang saya temui menanyakan, apakah mangga cocok dengan kondisi lingkungan alam di kota kupang?? Pertanyaan seterusnya apa nanti kalau semua mangga berbuah semua orang kupang berjualan mangga atau hanya makan mangga saja??? Bagaimana kalau pohon mangga itu terserang penyakit, apakah pemerintah kota menyiapkan dana untuk pemeliharaan dan perawatan??? Ahhh masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang saya temui. Untuk semua itu oleh pemerintah kota harus menjawabnya secara holistik dan komprehensif.
Untuk persoalan menanam saya sangat setuju, tetapi tentang jenis pohon serta pola dan cara serta dalam sosialisasi untuk meminta masyarakat untuk menanam perlu ditinjau kembali. Mari sekarang kita kembali ke LAPTOP, melihat dan menyadari betapa kompleksnya masalah lingkungan, maka usaha apapun untuk mengatasinya tidak akan pernah berhasil hanya dengan semata-mata mengandalkan pada satu disiplin ilmu, satu paradigma berpikir atau satu aspek saja apalagi hanya mengandalkan “mimpi” semalam saja ( ha ha ha ha), melainkan haruslah merupakan sebuah upaya holistk dan komprehensif antar disiplin terkait dan antar sektor (interdisciplinary effort). Lantas semesta pengetahuan yang seperti apa yang perlu ditawarkan atau tersedia dalam ilmu lingkungan?
Dalam benak saya ilmu lingkungan adalah suatu ilmu yang lintas displin, yang membahas tentang interaksi sangat kompleks yang terjadi antar ekosistem darat, air, udara dan kehidupan hayati dan manusia sebagai elemen penting yang ada di dalamnya. Menurut saya ilmu lingkungan mencakup aspek ekonomi,sosbud, agama, politik, hukum, sains dan teknologi, pembangunan, manajemen, komuniksi, ekologi dll. Di dalamnya tidak ada hirarki disiplin ilmu apa yang utama, setiap memiliki kedudukan yang sama sebab ada keterkaitan (interrelatedness) dan ketersalinghubungan (interconetedness) antar disipin tersebut yang menggambarkan bahwa itulah yang sesungguhnya yang terjadi di alam atau di lingkungan hidup. Langkah ini serius dan akan berhasil di dalam menjawab problem-problem lingkungan yang ada.
Saya khawatir dan seperti apa yang pernah di sampaikan oleh Doktor Michael Riwu kaho (sebagai dosen saya), bahwa krisis lingkungan akan menjadi krisis PERADABAN. Karena itu, satu kata kunci jawabannya adalah melakukan pendekatan holistik dan bukannya pendekatan parsial. Harapannya adalah dengan penerapan ilmu lingkungan diharapkan akan membantu tumbuhnya masyarakat yang sadar lingkungan hidup, masyarakat yang menemukan jati diri sebagai ecoself dimana kehidupan kita sangat bergantung dari lingkungan air, udara, tanah, bumi, tumbuhan dan fauna serta semesta. Jadikan wawasan dan pengetahuan mendasar tentang ekologi sebagai Ecoliteracy.
Mulai saat ini dan kedepan peranan ilmu lingkungan (sudah pasti beserta seluruh pihak pemerintah, akademisi dan masyarakat) di Indonesia idealnya bisa membawa peradaban bangsa saat ini dari hanya semata-mata berorientasi pada peradaban industri tetapi yang lebih penting adalah kepada peradaban ekologis. Dengan demikian setiap manusia akan terbentuk keadaran secara mandiri untuk menjaga lingkungannya untuk keterlangsungan dan keberlajutan alam ini.
-- "" --
nuwun sewu mas......udah ngerti? ....
ndak tuh.....tulisannya agak ngawur....hi hi hi hi hi hi hi hi
hussssssshhhhhhhh......
iya....iyaaaaaa.....