Dear
Sahabat Blogger,
"JADI,
benarkah Allah yang bertanggung jawab atas penderitaan dan kesakitan manusia?
Jelaslah bahwa Allah sendiri melakukan pilihan. Dan Ia mengambil keputusan,
termasuk segala risikonya, yaitu menciptakan alam dengan "hukum
kodrat" yang pasti, sekaligus menciptakan manusia dengan "kehendak
bebas".
Kayu misalnya diciptakan oleh Allah keras dan padat. Ini "hukum
kodrat"nya. Manusia tidak bisa mengubah "kodrat" ini. Tapi
"kehendak bebas" manusia, memberinya pilihan untuk memanfaatkan kayu
yang keras itu untuk membangun rumah atau untuk melukai sesamanya.
Tentu saja Allah bisa-mengetahui maksud jahat manusia-lalu mengubah kayu yang
keras itu menjadi seperti spons. O, bisa! Tapi ini sengaja tidak dilakukan-Nya.
Pertama, karena Ia menghormati "hukum kodrat" yang Ia tetapkan
sendiri. Dan kedua, karena Ia juga mau menghormati "kehendak bebas"
manusia, yang risikonya memang adalah bebas melakukan kebaikan tapi bebas pula
melakukan kejahatan"
(Dunia
Tanpa Kesakitan?, Dr. Eka Darmaputera)
posting
kali ini dibuka dengan kutipan dari renungan Dr. Eka Darmaputera alm. yang
intinya ingin mengatakan bahwa manusia itu memiliki kebebasan yang justru
berasal dari Allah. Silakan menggunakannya karena dengan begitu manusia boleh
menggunakannya dalam menghadapi "hukum kodrati" yang alamiah dan
pasti itu. Catatan pentingnya adalah jika benar kebebasan itu berasal dari
Allah maka tak pelak lagi kebebasan bersifat ilahiat. Luar biasa kan?
Tulisan
ini dibikin pada tanggal 8 april 2014. Sehari menjelang pemilihan umum bagi
anggota legislatif baik yang berada di DPR RI, DPRD I, DPRD II dan DPD. Adagium
lama yang terkenal dalam kaitannya dengan pemilu adalah "suara rakyat
adalah suara Tuhan". Kebanyakan orang setuju dengan adagimum ini tetapi
tak semuanya. Misalnya, kebanyakan orang Kristen ketika membaca kisah
penyaliban Yesus Kristus pasti menolak adagium ini. Bagaimana mungkin suara
Tuhan jika orang banyak memilih menyalibkan Yesus yang tak bersalah itu sembari
membebaskan barabas yang jelas-jelas penjahat. Tak mungkin itu suara Tuhan kan?
Mutlak begitu? belum tentu karena ada pula orang Kristen yang berpandangan
lain, yaitu memang sudah harus begitu supaya "genap" grand design
Allah bagi dunia. Bukankah jikalau Yesus tak mati di Salib, gagal pula skenario
yang bahkan sudah disebut sejak Perjanjian Lama. Lalu, dari mana untuk teks
yang pasti, orang-orang masih saja berdebat membela pandangannya masing-masing?
jawabnya ini: karena manusia tanpa kecuali memiliki "kehendak bebas".
Itu asazi. Hegel sang filsif jerman mengatakan sejarah dunia adalah sejarah
mencari kebebasan. Sartre mengatakan bahwa manusia "dikutuk" untuk
menjadi bebas kendati dia sendiri takut untuk bebas.
Itu
pegangan pertama bagi saya bahwa pemilu adalah wahana yang di dalamnya ada
kebebasan saya seberapapun besar kewajiban saya. Saya bebas untuk mencoblos
atau tidak. Saya bebas memilih si anu dan si inu sembari tidak memilih si polan
dan si fulan. Tetapi ada hal kedua yang jadi pegangan saya yang justru berasal
dari pandangan tentang kebebasan itu sendiri. Saya mulai dari pertanyaan, apa
itu kebebasan? Saya mengutip beberapa filsuf dan pendapatnya tentang bebas:
- Aristoteles: tujuan
hidup manusia adalah mencapai eudaimonia, atau kepenuhan diri . atau
kebahagiaan sejati. Jika orang sudah mendapatkannya, maka ia tidak akan
menginginkan apapun lagi. Hidupnya sudah penuh dengan sendirinya.
kebebasan adalah upaya untuk bahagia. Bagaimana caranya? Aristoteles
bilang: dengan menajamkan akal budinya. Dengan begitu kebebasan bukanlah
sesuatu yang netral, melainkan mengarah pada penajaman akal budi manusia
guna mengembangkan keutamaan-keutamaan dirinya, seperti sikap berani,
adil, jujur, siap berkorban, dan lain sebagainya. Kebebasan bukanlah
tujuan pada dirinya sendiri.
- Agustinus berpendapat
bahwa kebebasan bukanlah perilaku ataupun tindakan, melainkan kehendak.
Kebebasan paling murni adalah kehendak bebas. Manusia memang ciptaan
Tuhan. Namun manusia memiliki status istimewa, karena ia memiliki kehendak
bebas di dalam dirinya. Tuhan pun tidak bisa ikut campur mempengaruhi
kehendak bebas manusia. Tuhan bisa memerintah namun manusia bisa menolak,
karena ia memiliki kehendak bebas. Kejahatan lahir bukan karena Tuhan
menciptakannya, tetapi karena manusia bisa memilih yang jahat dan yang
baik di dalam hidupnya. Dengan kehendak bebasnya manusia bisa memutuskan,
apakah ia akan menjadi orang yang baik, atau tidak.
- Immanuel Kant
kebebasan adalah otonomi moral, yaitu kemampuan orang untuk menentukan
dirinya sendiri. Dengan akal budinya orang bisa secara rasional
menentukan, apa yang baik dan apa yang jahat. (Kant, Critique of
Practical Reason) Ada beberapa kriteria etika yang dirumuskannya.
Pertama, dengan kebebasannya orang bisa menentukan, apakah suatu tindakan
bisa dijadikan hukum universal atau tidak. Kedua, juga dengan
kebebasannya, orang bisa menentukan, apakah tindakannya menjadikan orang
sebagai tujuan pada dirinya sendiri, atau semata alat bagi kepentingannya.
Bagi Kant manusia memiliki martabat yang tinggi. Ia tidak bisa dijadikan
alat untuk kepentingan apapun. Dan yang ketiga, manusia memiliki kebebasan
untuk menentukan dirinya sendiri. Dengan kebebasannya ia bisa memilih,
apakah akan mengikuti kewajiban moralnya, atau tidak.
Apa yang
bisa kita simpulkan dari pernyataan para raksasa filsafat di atas? Kebebasan
itu sejatinya adalah kehendak untuk mewujudkan keutamaan diri agar dapat
mengikuti kewajiban moralnya. Itulah kebebasan jika saya bersetuju bahwa
kebebasan adalah kehendak untuk mengikuti teladan sang pemberinya, Tuhan. Saya
dapat saja memilih jalan sebaliknya, yaitu tak perlu memilik budi yang utama
sembari mengacuhkan kewajiban moral. Itu juga kebebasan tetapi pasti tidak
sesuai dengan teladan pemberi. Dasar apa saya bilang begitu? Meminjam wacana
dalam kajian filsafat tubuh, jiwa dan roh maka saya mendapatkan konstruksinya.
Begini:
Dalam
setiap manusia hidup terdapat 3 bagian besar komponen, yaitu tubuh, jiwa dan
roh. Tubuh adalah materi biofisik-kimiawi kita yang dengannya kita mampu
menyentuh, membaui, mendengar, melihat dan merasa. Jiwa adalah immaterial
tempat kita berkehendak (afeksi), beremosi, berlogika, berimaginasi, beralasan
dan lain sebagainya. lalu, roh adalah spirit immortal yang konon merupakan
tempat dimana Sang Maha Ada meniupkan dan membisikan kebaikan bagi kita. Dengan
demikian, kebebasan adalah bisikan Ilahi yang dimengerti roh saya dan hal ini
menggerakan jiwa kehendak saya yang lalu menuntun tubuh saya bertindak memilih
kebebasan. Maka, saat saya berada di dalam ruang memilih, saat itulah seluruh akal budi saya akan saya tajamkan untuk memilih sebaik-baiknya berdasarkan referensi yang tepat. Saya tak bakal memilih atas dasar "serangan fajar",
keterpaksaan primordialisme, intimidasi pimpinan kantor, eksploitasi kemiskinan dan
ketidak berdayaan dan atau kedekatan perkawanan semata. Itulah penindasan terhadap kebebasan saya. Dan jika itu saya lakukan maka sebenarnya saya tidak memilih secara bebas. Saya tidak akan begitu. Itulah pegangan saya yang kedua: memilih secara bebas, yaitu dengan ketajaman akal budi.
Memilih adalah kebebasan dan itu top merkotop, sip merkuzips....
Selamat Memilih Puan dan Tuan