Dear Sahabat Blogger,
Semua penggemar sepak bola dunia pasti menikmati betul pertandingan sepak bola Piala Dunia 2010 di Negeri "Waka-Waka" Afrika Selatan. Negerinya Paman Mandela. Satu bulan lamanya penggemar soccer dimanja habis-habisan. Tapi lihatlah, kendati semuanya menggemari sepak bola yang sama tetapi reaksi orang-orang itu bisa berbeda-beda terhadap tayangan yang sama. Apa yang membedakan mereka? Ada banyak alasan tetapi saya ingin melihat dari 1 sudut, yaitu tergantung siapa kesebelasan favorit mereka atau siapa pemain favoritnya.
Bagi penggemar kesebelasan Belanda maka sampai posting ini diturunkan pastilah sedang bersukacita abis. Sebaliknya bagi penggemar berat kesebelasan Brazil atau Inggris, Piala Dunia mungkin tinggal sekedar tontonan yang tak punya impresi apa-apa lagi. Konon, di Nerete, Haiti, seorang penggemar kesebelasan Brazil, pemuda 18 tahun, bunuh diri setelah Brazil dikalahkan Belanda 1 - 2. Kendati tak setragis itu tetapi seorang adik saya harus menghabiskan nyaris 5 pak kertas tisu untuk membersihkan airmatanya setelah Kesebelasan favoritnya, Argentina, dikalahkan Jerman 0 - 4. Saya malah sempat menawarinya, jika persediaan tisu di kios sekitar rumahnya habis, saya bersedia mengirimkan bagia dia barang 1-2 pak tambahan. Seorang adik yang lainnnya, kebetulan penggemar berat kesebelasan Jerman, berbeda lagi kelakuannya. Ketika saya menelefon dia malam-malam setelah selesai pertandingan Argentina VS Jerman, hampir 2 menit saya tidak mendengar suara apa-apa selain suara tawa girangnya yang teramat keras....waaaaalllaaaaahhh .... "kasihan juga adik saya itu. Barusan dilantik jadi pejabat kok malah jadi gila gara-gara sepak bola". Begitulah sahabat, Lalu bagaimana dengan anda? Bagaimana dengan saya? Nah ini.
Seperti juga posting saya 2 tahun lalu ketika kesebelasan Jerman dikalahkan Spanyol 0-1 pada Piala Eropa, saya secara tradisional adalah penggemar Kesebelasan Jerman. Mula-mula alasanya adalah sangat tidak masuk akal, yaitu karena Jerman, ketika itu Jerman Barat, adalah negeri asal Marten Luther sang Reformator Gereja. Belakangan baru saya bisa bersikap lebih rasional. yaitu saya menyukai Jerman karena semangat juang dan ketertiban organisasi permainannya. Mereka tidak selalu bagus, bahkan cenderung tampil menjemukan, tetapi begitu memasuki sebuah turnamen, mereka dapat sangat berbahaya. Saya menemukan "wajah" saya dalam kesebelasan Jerman. Bukan yang terbaik tetapi mati-matian berusaha menjadi baik. Berhasil sukur. Gagal ya dicoba lagi lain kali. Bagaimana reaksi saya dengan hasil-hasil yang dicapai kesebelasan Jerman? Jika menang maka saya akan mencari semua koran yang memberitakan itu lalu saya baca habis semuanya. Bagaimana jikalau kalah? Biasa saja. Paling-paling saya tidak lagi mau menonton kelanjutan turnamen. Bahkan anak-anak saya sering saya usir agar supaya tidak membuka televisi dan menonton pertandingan sepak bola lanjutan turnamen.... ha ha ha ha...(ternyata saya juga tak kalah irrasionalnya dengan adik-adik saya itu tadi ya???? ...ha ha ha ha). Tapi itu dulu. Sekarang tak lagi begitu. Jika Jerman menang OK. Kalah? Ya tidak apa. Lain kali Jerman akan mencoba dan bagus lagi.
Siapa pemain kesukaan saya? Dahulu kala, bagi saya pemain terhebat di dunia adalah Franz Beckenbauer dan Gerd Muller. Pertama-tama karena mereka adalah pemain kesebelasan Jerman (Barat). Kedua, tidak ada pemain lain di dunia yang bisa menciptakan 1 posisi yang khas dan lalu ditiru oleh banyak kesebelasan lain selain Franz. Posisi itu adalah Libero, yaitu pemain bebas di jantung bertahanan yang dapat berfungsi sebagai back bahkan sweeper, gelandang bertahan dan gelandang menyerang sekaligus. Saat-saat tertentu, sang Libero dapat bergerak naik menusuk sampai ke jantung pertahanan lawan dan membuat gol. Adalah olah pikir Franz bersama pelatih Jerman (Barat) ketika itu, Helmut Schoen, yang menghasilkan posisi unik itu. Franz juga memiliki semangat juang khas Jerman. Dalam salah satu pertandingan di Piala Dunia tahun 1970, dia tetap bermain sampai selesai pertandingan kendati harus dengan kondisi cedera berat. Salah satu tangannya patah setelah bertabrakan dengan pemain lawan dan harus yang diikat dengan badannya. Cedera dan kesakitan tetapi tak mau diganti. Terus bermain. Jantan. Lalu, Gerd Muller adala bomber Jerman yang pendek dan gempal. Bantet kata anak Jakarta. Ukuran kakinya aneh karena kaki kirinya lebih kecil dibandingkan kaki kanannya. Kaki yang tidak normal. Tetapi, coba cari pemain lain yang ketika membela tim nasional, mencetak gol lebih banyak dari jumlah pertandingan yang dimainkannya. Gerdhard tampil di Timnas Jerman Barat sebanyak 62 kali dan mencetak gol sebanyak 69 buah. Sampai sekarang belum ada pemain seperti dia. Dia bomber oportunis sejati. Dia punya killer instinck yang teramat hebat di kota penalti.
Belakangan saya menjadi lebih terbuka menerima kesebelasan lain di luar kesebelasan Jerman dan pemain terbaik lain di luar pemain-pemain yang berasal dari Jerman. Saya juga menyukai Brazil karena merekalah kumpulan seniman sepakbola sejati. Jujur saja, nyaris tak ada kesebelasan lain yang dapat tampil seindah Brazil, kecuali mungkin kesebelasan Belanda jika mereka memainkan total football. Dengan bagitu anda menjadi tahu bahwa sayapun menyukai kesebelasan Belanda. Total football adalah konsep permainan sepakbola paling jenius yang bisa dipikirkan oleh manusia. Semua bergerak untuk semua posisi. Rinus Mitchel menemukan dan Johan Cruyff mempraktekannya dengan sangat elegan. Saya sudah menyebutkan nama meneer Johan Cruyff, yang lentur bak penari balet di lapangan hijau, oleh karena itu saya juga akan menyebutkan pemain-pemain lain yang saya sukai. Pertama adalah Pele. Penari sepak bola sejati yang santun dan rendah hati. Pele telah mengemas 1281 gol dalam 1363 pertandingan. Tidak ada pemain yang melebihi rekor ini. Saya juga menyukai Maradonna. Visi permainan dan dribllingnya nyaris seng ada lawang. Sendirian, pertahanan lawan bisa dibuat pontang panting tak keruan. Kesebelasan Inggris merasakan betul hal itu pada Piala Dunia di Mexico tahun 1986. Umpan-umpannya ..alaaaamaaaaakk.... jitu alis natok (kata anak Kupang). Kakinya seperti punya mata. Dia jenius. Saking jeniusnya dia telah memaksa orang sedunia setuju dengan dia bahwa gol yang dibuatnya dengan menggunakan tangan ke gawang Peter Shilton (Inggris) 1986, Mexico adalah gol tangan tuhan (hands of god goal). Padahal kita tahu itu adalah perbuatan curang. Culas. Tapi itulah Maradonna. Dia juga adalah biang kerok dan biang onar dengan tingkah lakunya. Lantas, heeiii, lihatlah orang-orang Inggriss itu, kendati dicurangi oleh Maradona (dan Argentina) tetapi mereka menerima kekalahan itu dengan lapang dada. Wow, mereka sangat gentlemen. Dan, saya juga suka kesebelasan Inggris, selain gentlemen, karena bermain bola gaya Inggirs bola di lapangan dialirkan secara sangat cepat bak bajir bandang di sungai Benenain, Timor Barat yang suka bajir mendadak itu. Sedap dipandang. Dan akhirnya, saya jatuh suka berat sama Lionell Messi. Dia adalah murni titisan Maradonna. Dia juga adalah penari sepak bola sejati. Liukan dan dribllingnya persis sama dengan Maradonna. Tembakan membuat goalnya luar biasa. Hal yang membedakan Messi dan Maradonna adalah Messi santun dan rendah hati. Sayang sekali di PD Afsel, Messi tak mendapat pelatih sehebat Pep Guadiola di Barcelola, sehingga Argentina gagal. Melihat Maradonna menangis ketika dikalahkan Jerman di PD tahun 1990 di Italia yang timbul adalah perasaan ...rasain loe....tetapi melihat Messi keluar lapangan dan menangis setelah dikalahkan Jerman di Afsel 2010, hati saya jatuh. Tak tega. Ikut sedih. Lalu, mengapa saya bersikap ambigu? Suka Jerman tetapi sedih melihat Messi menangis? Jawabannya adalah ini.
Sepakbola, pertama-tama, adalah hasil olahan individu-individu. Makin pandai kamu mengolah bola dan mengarahkannya ke gawang lawan maka kamu adalah pesepakbola ulung. Tetapi pada akhirnya sepakbola adalah permainan hasil olahan individu-individu yang hadir bersama dalam ruang dan waktu yang sama. Anda tidak boleh bermain untuk kepentingan anda semata. Di dapan, di belakang, di samping dan nun jauh di ujung lapang sana ada orang lain yang harus anda perdulikan. Anda harus bekerjasama dengan orang lain itu demi tercapainya tujuan bersama. Pertanyaannya adalah lebih penting mana di antara individu dan teamwork di dalam sepakbola? Jawabannya adalah jadilah dirimu sendiri tetapi kesejatian dirimu itu hanya dapat kamu temukan di dalam sesamamu. Dalam filsafat manusia disebutkan bahwa manusia adalah makhluk eksentrik yang artinya adalah makhluk yang terarah dan mencari eksistensinya ke arah luar (eks artinya terarah keluar). "Aku menemukan diriku hadir di dunia ini dan diriku ini terarah kepada sesama". "Tidak ada aku tanpa dunia dan tidak ada aku tanpa sesama". Manusia yang eksis adalah manusia yang berelasi. Supaya aku dan sesamaku dapat berelasi dan lalu eksis demi kebaikan bersama maka ada 1 prasyarat yang harus kami penuhi, yaitu ketertiban. Saya suka Messi karena dia adalah gambaran eksistensi diriku individual yang terampil tetapi saya suka Jerman karena menggambarkan ketertiban hubungan dengan sesama. Jadi, individu dan kebersamaan adalah perlu tetapi kebersamaan yang tertib adalah yang paling perlu. Setuju?
Sambil merenungkan dongeng saya di atas, silakan menikmati permainan gitar yang dimainkan oleh salah sau master gitar ternama Joe Striani yang beriksah tentang makna persahabatan. Manusia hanya bermakna ketika dia bersahabat dengan sesama. Yeeeaaaaacchhh.....
Tabe Tuan Tabe Puan