



Berapa usia bumi? Tidak ada yang tahu pasti. Bagi kaum fisikawan materialis, bumi dan sebenarnya seluruh semesta ini (universe), tidaklah memiliki awal. Dan oleh karena itu, tidak akan pula memiliki akhir. Kata Sir Fred Hoyle: alam semesta berukuran tak terhingga dan kekal selama-lamanya (teori steady state). Jadi, menurut kelompok ini: jangan tanyakan berapa umur bumi. Ngga’ urusan gua.
Di lain pihak, berdiri kelompok yang percaya bahwa bumi memiliki umur nol (0). Alam semesta diciptakan dari ketiadaan (big bang theory). Di titik ini, berdasarkan nalar teori big bang, kalangan agamawan dan ilmuwan (dua kelompok ini lebih sering terlibat “tawuran” ketimbang bersetuju) ) bersepakat bahwa bumi diciptakan. Sudah barang tentu, tercipta pula seluruh semesta. Karena semesta, termasuk bumi, memiliki awal maka dapatlah dihitung umur si kang mas bumi ini. Nih dia, antara 10 – 15 milyar years old…aalllaaaammmaaaaakkkk….tuir bhuuaaanggggeetsssss.….
Santo Agustinus: …kita harus ingat bahwa siapa yang membuat segala sesuatu terjadi atau siapa yang membangun mekanisme sehingga semuanya bisa terjadi. Pastilah Tuhan….
Harun Yahya: …begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi….
Stephen W. Hawking:…orang masih dapat percaya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta pada saat terjadi dentuman besar (big bang theory). Tuhan bahkan dapat menciptakan dunia pada suatu waktu jauh setelah dentuman besar ……
Saya tidak ingin memperpanjang story tentang bagaimana bumi dibuat, dan seterus-nya, and so on and so on, etc., dlsb., blaa blaa blaaa ciluuuuuk blaaaaaa…..no. Bukan itu point pembicaraan saya. Saya menulis frase di atas hanya untuk mengingatkan bahwa bumi yang kita diami ini memiliki sejarah penciptaan. Dan oleh karena itu, dia pasti memiliki Pencipta. Jadi, sesungguhnya Sang Pencipta inilah yang empunya bumi. Bukan milik mama’ moyang gue. Juga bukan titipan anak cucu ente as well). Kita orang extrimis heechh….eh sorry….kita orang cuma indekos. Sekadar menumpang.
Sekarang coba bayangkan, bagaimana jikalau sang Pencipta itu datang hari ini dan menanyakan kepada setiap kita tentang keadaan bumi milik-Nya yang kita diami. Mungkin banyak di antara kita terpaksa jujur mengatakan kira-kira begini: bahwa bumi ini sudah kami kapling-kapling berdasarkan ikatatan-ikatan etnik atau alasan-alasan tertentu lalu dilegalkan dan disebut sebagai negara, kerajaan, propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, desa, RT/RW dan seterusnya seenak udhele dhewek. Maka, Indonesia dan Malaysia berantem soal Ambalat. Lalu, karena kami kadang suka saling tidak suka maka kami kerap kali saling melakukan perseteruan, yang dalam bahasa bumi, disebut sebagai perang, tawuran, keroyokan, geng motorz dst…..dst….. sambil merusak lingkungan seperti di Hiroshima-Nagasaki, Jepang. Lalu, demi pembangunan ekonomi maka pohon-pohon, semak-semak, rumput-rumput, burung-burung, ular-ular, cacing-cacing dan kodok-katak sudah kami eksploitasi habis-habisan. Kami tebang habis. Kami jual habis. Kami bakar habis. Demi pembangunan pula (sesuai petunjuk bapak Presiden: Hidup Pembangunan), kami membakar habis semua bahan bakar fosil dan asapnya kami kirim ke langit. Lalu, kami ciptakan istilah yang bagus untuk dampak dari kejahatan ini, yaitu efek rumah kaca (green house effect)…woowww keereeennn….
Dahulu, karena masih banyak pohon-nya, udara kami segar dan nikmat. Hujan-nya lancar. Matahari-nya bagus untuk fotosintesis. Sungainya bersih dan teratur. Sekarang, karena sudah pada gundul itu hutan-hutan maka udara menjadi lebih panas, kalo dateng hujan maka pada banjir semua tempat. Jakarta sih kagak useh (atau kagak usep bararudak ti bandung) dihitung. Selalu kelelep tiap musim hujan. Kalo pas musim kemarau, sungai-sungai pada kering. Orang di Timor yang jarang ngeliat hujan itu skarang tiap tahun selalu kena bencana kelaparan karena jagungnya enggak mau tumbuh lantara kurang air (teeerrllllaaallllluuu kata Rhoma Irama). Burung-burung pada enggak kelihatan karena udah ditembakin satu-satu atau dijepret pake katapel atau memang pohon tempatnya hinggap dan berkicau sudah dijual.
Syair lagu burung kakatua kontemporer jadi begini nih:
burung kakak tua sekarang tinggal dua, bumi sudah tua pohon-nya tinggal dua….
Sekarang kota Bandung kalau hujan yang turun bukan air tetapi es (es batu zonder pake sirup). Masih mending Bandung, di tempat lain badai tornado makin sering whhussszzzz….wwwhhusssszzzz…. permukaan laut semakin meningkat karena es di kutub pada meleleh. Tagal perkara yang satu ini, diperkirakan pada tahun 2040 ada 2000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Nah, lu.
Saya membayangkan, cuma membayangkan lho, bahwa setelah mendengar penuturan orang-orang bumi ini, sang Pencipta sambil mendengus dongkol, mata berkilat-kilat menahan marah, tangan mengepal karena geram lalu menggeleng-geleng kepala menggigit bibir kesal membatin: ini orang dunia pada enggak tahu diri ya. Sudah mengaku-ngaku tanah sebagai miliknya, hutan, pohon dan lingkungan yang Gua bikin malah dirusak, sungai yang ada dibiarkan rusak dan ditaburi sampah betumpuk-tumpuk…eh sudah begitu mereka malah sonta-santai mikir pilkada, pilpres, dan pileg, Anggota DPR di negara yang bernama Indonesia malah menerima suap guna menghabiskan hutan. Cowboy Bush ngirim tentara nembak-nembak sok jago. Bule Belonda bikin film Fitna lalu mereka orang dunia ribut sendiri….dan….hhmmmm…….Mereka bukannya bersyukur atas alam yang Aku ciptakan malah sebaliknya mereka menganiayanya. Mereka mendhzolimi-nya. Gue jadi’in kambing baru nyaho….Akan tetapi, Karena Sang Pencipta itu Maha Baik dan Maha Sabar maka Dia diam-diam meneteskan air mata kesedihan melihat betapa celakanya kelakuan makhluk ciptaan-Nya yang, katanya, paling mulia itu (dapatkah anda membayangkan betapa marahnya sang Pencipta?).
Beruntunglah, masih ada orang setipe senator Gaylord Nelson di USA yang memprakarsai peringatan Hari Bumi (earth day) pertama yang dirayakan pada tanggal 22 April 1970. Selama bertahun-tahun tuan Gaylord ‘bergerilya’ dari kampus ke kampus, dari komunitas ke komunitas, mengkampanyekan tentang kesadaran lingkungan, dan bagaimana bersusaha merubah pandangan pemerintah Amerika Serikat yang saat itu ‘menomorduakan’ isu-isu lingkungan. Padahal di seluruh penjuru Amerika Serikat saat itu, tanda-tanda penurunan lingkungan telah terlihat. Sejarah kemudian mencatat aksi damai yang diikuti oleh 20 juta orang di seluruh Amerika Serikat pada tanggal 22 April 1970, berhasil menekan pemerintah USA saat itu, untuk memasukan masalah-masalah lingkungan sebagai agenda politik yang juga harus diperhatikan. Beberapa tahun sebelum Mr. Gaylord, isu kesadaran lingkungan juga sudah dilakukan oleh Rachel Carlson yang pada tahun 1962 menulis buku berjudul Silent Spring. Buku yang mempengaruhi sikap etis masyarakat Amerika terhadap lingkungan hidup.
Sekarang, di tahun 2008, setelah 38 tahun berselang, Hari Bumi tidak lagi hanya diperingati oleh masyarakat Amerika, tapi oleh masyarakat di berbagai negara di seluruh dunia sebagai sebuah komunitas global. Tercatat dari data Earthday Network, Hari Bumi tahun 2004 lalu dirayakan di 175 negara, oleh sekitar 15.000 organisasi, dan diikuti oleh lebih dari 500 juta orang! Almarhum tukang musik ex The Beatles John Lenon membayangkan dan bermimpi bahwa untuk urusan-urusan kebaikan, mudah-mudahan dia tidak sendiri. Angka partisipan dalam peringatan hari bumi di atas memberi petunjuk bahwa sekarang ini we are definietly not alone!
Lalu, apakah bumi menjadi lebih baik?
Silakan setiap pembaca yang budiman merenungkannya sendiri jawabanya. Saya will think very cook cook and very good good lantas, besok akan saya kasi tau apa pendapat saya. Karena saya masih harus menanam pohon di halaman rumah saya maka tidak bisa lain: Tabik Tuan. Tabik Puan.
Keterangan: semua gambar diperoleh melalui Google Search