Sabtu, 23 April 2011

di Getsemani: Jesus bukan penakut, dia sahabat

Dear Sahabat Kristiani,

Berbahagialah kita, anda dan saya karena Tuhan masih berkenan mempertemukan setiap kita dengan satu lagi Hari Raya Jumat Agung, Perayaan Perjamuan Kudus dan Paskah, di tahun 2011. Ayanda dan Ibunda saya, misalnya, tak lagi merayakan hari-hari besar umat Kristiani ini dalam situasi yang sama dengan yang saya alami. Ayahanda "Robert SGT" dan Ibunda "Tien" mungkin merayakannya di dimensi lain dengan cara yang hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Penyanyi lagu-lagu balada kecintaan saya, Franky Sahilatua juga tak lagi merayakan Paskah seperti kita. Dia telah berangkat meninggalkan "perahu retak" dunia ini menuju Rumah Allah. Apapun juga, bagi semua sahabat Kristiani saya ingin mengucapkan SELAMAT JUMAT AGUNG. SELAMAT PASKAH. TUHAN YESUS MEMBERKATI ANDA (dan juga saya).

Berkenan dengan perayaan Jumat Agung dan Paskah kali ini, ada yang ingin saya renungkan setelah sebelumnya saya gumuli secara serius. Apa yang saya gumulkan dan renungkan itu. Adalah ini:

„Ya, BapaKu, jikalu Engkau mau, ambillah cawan ini daripadaKu: tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi.“... Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik darah yang bertetesan ke tanah.“ (Luk.22:42-44)
Ayat di atas menunjukkan secara kronologis detik-detik ketika Tuhan Yesus sedang menunggu "saat-NYA" sebagaimana yang telah ditentukan oleh Sang Bapa. Setelah melaksakan perjamuan kudus di kamar loteng sebuah rumah pengikut-NYA, Tuhan Yesus lalu berjalan menuju Taman Getsemani ditemani 3 orang murid-Nya. Di sana Tuhan Yesus mengambil sewaktu dua waktu untuk berdoa menggumuli "saat-NYA" tersebut. Hampir semua tafsir Alkitab mengatakan bahwa ayat-ayat itu menujukkan sisi manusiawi Yesus yang memiliki rasa takut. Sudah barnag tentu, saya memahaminya di balik "ketakutan-NYA" itu tersembunyi teladan Ilahiat, yaitu ketaatan di hadapan Bapa. Tuhan Yesus takut tetapi di taat. Saya bersetuju dengan tafsir. Akan tetapi ijinkan saya untuk mengatakan bahwa saya memiliki masalah pada penggunaan kata "takut" dalam ayat di atas. Benarkah Yesus "ketakutan" dan lalu berusaha "menghindar dari Salib"? Benarkah begitu? Saya kuatir jika memang benar demikian karena beberapa konsekuensi logis dari homili seperti itu. Karena itu saya berusaha memahami benar arti kata "ketakutan" yang dipakai di Lukas 22: 44.

Kata "takut" pada kutipan ayat di atas kelihatannya merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Yunani "αγωνία" atau "agwnia" atau "agonia". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris maka kata itu akan menjadi "agony" yang memang berarti takut. Akan tetapi hasil penelusuran saya secara berhati-hati menemukan arti lain terkait kata "agoni". Saya menemukan bahwa kata "agony" dalam bahasa Inggris ternyata berpadanan dengan lebih dari satu kata Yunani. Kata "agony" selain berpadanan dengan "αγωνία" ternyata juga berpadanan dengan kata "μαρτύριο" atau "martyrio" yang berarti penderitaan yang amat dalam. Karena itu saya tak heran jika dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) ayat ke 44 dari Kitab Lukas pasal 22 berbunyi

"Yesus sangat menderita secara batin sehingga Ia makin sungguh-sungguh berdoa. Keringat-Nya seperti darah menetes ke tanah"

Perhatikan pula terjemahan dalam versi lainnya sebagai berikut:
  • Sedang ia dalam sengsara, maka ia meminta doa dengan lebih bertekun; maka peluhnya pun menjadi seperti titik-titik darah gugur ke bumi (Shellabear Draft, 1912)
  • Dan waktu dia ada dalam sngsara, dia minta do'a dngan lbeh tkun: dan dia punya ploh jadi sperti titek-titek darah mnitek di tanah (Melayu BABA, 1913)
  • Maka dalam sangsara jang besar itoe makin radjin ija meminta-doa dan peloehnja pon mendjadi saperti titik-titik darah jang besar berhamboeran kaboemi (Klinkert, 1879)
  • Dan sedang 'ija kene parang pajah, maka makin radjin munadjatlah 'ija. Maka pelohnja djadilah saperij titikh 2 darah kantal, jang malileh turon kabumi (Leydekker Draft, 1733)
Berdasarkan pemahaman arti kata itu maka saya lalu memiliki 3 opsi perspektif dalam memahami makna ayat dalam Lukas 22: 44.

Dalam banyak naskah-naskah renungan saya sering menangkap kesan bahwa Lukas 22: 42-44 memberi petunjuk bahwa Yesus takut. Yesus, dalam sisi manusiawinya, ternyata ketakutan menghadapi Penyaliban yang dahsyat dan mengerikan itu. Begitu takutnya Yesus, lalu Dia berusaha mencari jalan selamat untuk diri-NYA. Pada titik ini saya tertegun. Benarkah Yesus yang saya kagumi luar dalam itu adalah seorang yang penakut? Bukan cuma takut, lebih lanjut tampak Yesus mengusahakan sesuatu yang lainnya seperti yang terlihat pada kutipan ayat tersebut berikut ini ..... "ambillah cawan ini dari-KU" .... Sekarang ada 3 opsi konsekuensi jika do'a Yesus agar Bapa setuju mengambil "cawan" itu dari-NYA: pertama, Allah kehilangan sifat adil. Bukankah penghukuman harus dijatuhkan karena kesalahan sudah terjadi? Kedua, Allah ingkar janji. Bukankah Penyaliban sudah dinubuatkan sejak perjanjian lama? Ketiga, jika Allah memang adil dan tidak berbohong maka kepada siapa "cawan" harus dialihkan? Siapa yang harus dikambing hitamkan? Siapa yang harus dikorbankan menggantikan Yesus? Benarkah Tuhan Yesus dalam doanya berpikir tentang "bagaimana mengorbankan orang lain"? Nah lihatlah, konsekuensi logis dari perspektif Yesus ketakutan dan berusaha melarikan diri diri dari "cawan" ternyata berdampak sangat serius terhadap kesejatian Allah dan Yesus. Hal ini juga tidak main-main karena di beberapa blog yang kontennya sangat sisnis terhadap Yesus saya membaca bahwa perkara ketakutan Yesus ini ternyata digunakan sebagai dasar argumen menolak dimensi Ketuhanan-NYA..."heeeiiii, lihatlah...Yesus yang penakut itu pasti bukan Tuhan karena tak masuk akal Tuhan itu penakut". Betulkah Tuhan Yesus ketakutan lalu diam-diam berusaha bernegosiasi dengan sang Bapa guna berusaha mencari selamat bagi diri-NYA sendiri sembari mengorbankan orang lain? Jujur saja, saya tak yakin. Mengapa demikian?

Saya memiliki beberapa referensi yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sama sekali bukanlah penakut dan juga bukan pencari keselamatan untuk diri-NYA sendiri lalu tega mengorbankan orang lain. Kisah Yesus Tuhan Yesus menghadapi pencobaan di padang gurun; ceritera Tuhan Yesus yang mengusir roh jahat; bagaimana cara Tuhan Yesus menghadapi angin topan di tengah lautan yang nyaris mengaramkan kapal yang ditumpanginya; Bagaimana pilihan etis Tuhan Yesus menghadapi banyak orang yang marah dan ingin merajam si perempuan pezinah...dan wwwooowwww...masih amat banyak lagi referensi sejenis yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus bukanlah penakut. Tidak pula seorang pencari keselamatan bagi diri-NYA sendiri. Tuhan Yesus juga tidak sedang bernegosiasi dengan Bapa untuk tega mengirimkan orang lain ke Kayu Salib ganti Dia. Jika benarlah Yesus memilih sikap seperti begitu maka, maaf, ke-Kristenan saya akan saya tanggalkan menit ini juga karena bukan Yesus seperti itu yang saya sembah. Dalam perspektif ini Yesus adalah penakut dan berusaha lari sejauh-jauhnya dari penghukuman. Sulit saya membayangkan bahwa ibarat menghadapi kapal yang karam Tuhan Yesus sedang berusaha berenang secepat-cepatnya supaya tidak ikut terbawa tenggelam terseret arus kapal karam lalu tidak perduli apakah si anu dan si polan sedang termenggah-menggeh klelep mau mati tenggelam. "Walah kalo nulungin situ bisa-bisa gw ikutan klelep dunk, tak us-us aja ya". Maaf, saya tidak yakin bahwa Yesus bertindak seperti itu. Itu bukan tipenya dech. Kalau tidak begitu lalu apa? Ada alternatif perspektif kedua.

Saya mendapat sedikit kelegaan ketika mengetahui bahwa ayat ke 44 Kitab hasil tulisan dokter Lukas pada pasal ke 22 ternyata dapat berbunyi dalam pemaknaan yang berbeda...."Tuhan Yesus amatlah sengsara" ... Oh, ternyata peristiwa doa di taman Getsemani tidaklah harus ditafsirkan bahwa Yesus adalah si penakut yang sedang berusaha mengelak dari Salib dan meletakkan salib pada bahu manusia. Tuhan Yesus ternyata amat menderita. Apa yang membuat Tuhan Yesus menderita? Bayangan dahsyatnya Salib dan penyalibankah? Bisa jadi begitu tetapi Yesus tak sedang mengupayakan penghindaran dari penghukuman. Yesus yang sehakekat dengan Allah itu tahu persis bahwa Salib tetap ditancapkan dan Dia akan tergantung di situ. Yesus juga paham bahwa tak boleh ada sesiapaun yang lain yang dapat menggantikan Dia sebagai yang tergantung di Salib. Yesus tahu bahwa "cawan harus diminum" tetapi "bolehkah cawan itu ditukar"? Saya membayangkan Yesus bergumul dalam pikiran-NYA dan berbisik ..."Bapa, masih bolehkan ada solusi lain dari penghukuman yang akan aku tanggung"..... Terhadap kemungkinan ini, saya sedikit lega tetapi belum seluruhnya karena masih terasa "bau" upaya meluputkan diri dari "cawan". Yesus mengelez? Saya pikir tidak kendati Yesus sebenarnya bisa saja mengambil jalan lain bukan? Saya teringat pengalaman saya beberapa waktu yang lalu sebagai salah satu pengurus dalam organisasi x. Salah satu petinggi di organisasi ini jelas-jelas bersalah menyalahgunakan kuasa dan melakukan korupsi. Mula-mula musyawarah pengurus memutuskan untuk memecat yang bersangkutan tetapi lalu dengan alasan "kasih" maka keputusan itu diubah hanya menjadi penundaan kenaikan gaji berkala. Hukuman tetap djatuhkan tetapi bentuknya dirubah dan bahkan lebih ringan. Bisa jadi model inilah yang "dinegosiasikan" oleh Yesus kepada sang Bapa. Boleh-boleh saja tafsir seperti itu tetapi - sekali lagi menurut hemat saya - itu juga bukan tipe Yesus.

Sampailah saya pada alternatif perspektif yang berikutnya yang saya yakini jauh lebih mendekati kebenaran Firman Tuhan tentang jati diri Yesus. Begini: Tuhan Yesus sadar bahwa Salib dan Penyaliban pasti terjadi karena keadilan Allah. Hukuman sudah dijatuhkan dan itu harus terjadi. Compromise no more. Tidak ada pilihan lain. Betuk penghukumannya juga sudah pasti seperti nubuat para Nabi. Ya, penyaliban yang adalah hukum yang amat mengerikan dan menghina itu tak boleh berubah. Tak bisa diubah. Harus seperti itu. Tuhan Yesus juga tahu bahwa manusia si pecundang tak akan mampu menanggung Salib yang nista itu kecuali DIA. Lalu apa yang membuat Yesus amat menderita? Menurut saya, Yesus amat menderita justru karena keterlibatan manusia dalam proses penghukuman itu. Tangan Bangsa Israel sebagai ruang budaya kehidupan Yesus sekali lagi akan berlumuran darah dan kali ini adalah darah Mesias mereka sendiri. Mesias yang dinanti-nantikan begitu lama. Tangan umat pilihan ini kembali harus berlumuran darah bahkan kali ini darah anggota komunitasnya sendiri. Ingat bahwa Yesus terlahir dan sampai mati adalah seorang Yahudi. Dalam hukum Yahudi, amat terlarang "jeruk makan Jeruk" atau "Jahudi makan Jahudi".

Yesus yang mau memahami perilaku dan kedosaan manusia dengan segala konsekuensinya itu rupanya memasuki taman Getsemani dengan beban itu. Dia akan mati di Salib tetapi bagaimana dengan nasib manusia si pecundang yang membunuh-Nya itu? Jika kematian-NYA adalah bentuk ultimat terhadap penebusan dosa bagaimana dengan tanggung darah oleh kaum pembunuh-NYA? Yesus tahu betul bahwa jawaban terhadap dosa akan segera dimiliki oleh manusia melalui Kematian dan Kebangkitan-NYA tetapi bukankah manusia bebas memilih ataukah selamat ataukah maut. Apakah si degil manusia mau belajar dari kesalahan mereka tentang penyaliban. Apakah jauh setelah penyaliban, manusia tak lagi gemar menebar kebencian? Yesus tahu betul bahwa Dia sudah menyiapkan jembatan emas Keselamatan menuju Allah, yaitu diri-NYA sendiri tetapi apakah pendewaan terhadap diri sendiri, kekuasaan, keterkenalan dan kekayaan tidak lagi menjadi pilihan hidup manusia? Saya membayangkan dalam pergumulan batinnya yang dahsyat mungkin Tuhan Yesus berkata dalam hati-NYA

..."mengapa ya Bapa, aku digariskan harus mati oleh tangan manusia yang aku cintai itu? Tak adakah jalan lainkah? Aku adalah harapan bangsa degil ini .... Akulah harapan sebenarnya bangsa sesat ini.....jika aku harus mati, siapakah harapan mereka? Ya Bapa, mengapa aku harus mati di tangan mereka? Karena keadilan MU, adakah mereka diloloskan dari hutang darah atas kematian KU? ... Ya Bapa, mengapa, hanya karena berbeda visi dan klaim kebenaran sepihak, Penyaliban ini harus terjadi....Ya Bapa, mengapa siklus pertumpahan darah atas nama perbedaan visi dan klaim kebenaran masih harus terjadi lama setelah Penyaliban ini?
Tentang ini saya mengajak anda semua untuk mengingat kisah Kain yang harus menerima hukuman atas pembunuhan yang dilakukan terhadap adiknya Habel. Anda juga tak boleh menutup mata terhadap fakta sejarah bahwa 40-50 tahun setelah penyaliban Yesus, Bangsa Israel dihancur leburkan oleh Romawi dan diserakan ke seluruh penjuru dunia. Kisah kelam bangsa Israel masih akan terus berlangsung amat lama sampai masa tangan berdarah si Monster Hitler yang membunuh 6 juta orang Yahudi. Apakah ini bukan bentuk hukuman tanggung darah terhadap kejahatan mereka membunuh Mesisnya sendiri? Anda juga jangan melupakan konsteks sosial, politik dan historis bahwa dalam peristiwa Penyaliban Yesus terpaut banyak aspek yang menunjukkan intrik politik, intrik kekuaasaan, intrik keagamaan dan bahkan intrik pengkhianatan. Ya, Yesus adalah korban tak berdosa dari intrik-intrik yang terjadi. Fakta menunjukkan bahwa korban tak berdosa dan sia-sia dalam berbagai sengketa di dunia begitu amat luar biasa banyaknya. Ratusan juta nyawa meregang percuma selama perang Salib, perang antara kaum Protestan dan Katolik, di Eropa, WW I, WW II, Perang Vietnam, Perang Teluk, kerusuhan Mei 1998 di Indonesia, peristiwa 9-11 di New York dan ribuan peritiwa berdarah lainnya. Yesus mengetahui itu. Yesus mengenal betul kedegilan hati manusia kesayangannya itu. Pasti. Salib memang diperlukan tapi Yesus ragu akan kemauan manusia untuk belajar dari Salib. Dan karenanya Dia menderita. Dia menangis.

Dalam perspektif yang saya tawarkan ini pusat perhatian saya bukanlah upaya Yesus untuk bernegosiasi dengan Sang Bapa tentang keluputan-NYA dari Penyaliban melainkan CINTA KASIHNYA YANG AMAT MURNI DAN TAK TERBATAS BAGI MANUSIA. Sisi inilah yang mengejutkan dari Yesus seperti yang dikatakan oleh Tim Stafford (2010) dalam bukunya "Surprised by Jesus" bahwa pribadi Yesus adalah pribadi yang sugguh sangat mengejutkan bagi banyak orang yang mengaku mengenal Dia. Salah satu ciri khas Tuhan Yesus adalah beliau selalu berpikir dalam suatu kesatuan persekutuan. Itulah penjelasannya mengapa Yesus yang sama sekali tidak memiliki dosa tetapi malah menyerahkan diri-NYA untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Dia melakukan itu karena Dia solider dengan manusia yang berdosa dan membutuhkan pembaptisan. Itu pula penjelasannya mengapa Tuhan Yesus amat sering bergaul dengan mereka yang terpinggirkan, yaitu si pezinah, si pemungut cukai dan yang lainnya. Setiap tindak-tanduk Yesus selalu memberi petunjuk bahwa...."hei, aku mencintai kalian dan karena itu aku mau masuk dalam penderitaanmu, dalam kesusahanmu, dan bahkan .... dalam dosamu. Bayangkan, di tengah ancaman Salib yang akan dikenakan kepada-NYA, Yesus malah memikirkan manusia. Jelas sudah, siapa yang digumulinya dengan penuh penderitaan di Getsemani. Siapa yang di tangisi-NYA di Getsemani. Bukan diri-NYA sendiri melainkan Manusia. Luar biasa.

Berkali-kali saya membaca Lukas 22: 42-44 dan saya selalu cemas akan "ketakutan" Yesus. Tetapi syukurlah, kali ini saya memahaminya dari perspektif yang berbeda. Yesus boleh saja menderita, cemas, gelisah atau takut sekalipun tetapi saya tahu kini bahwa obyek ketakutan-NYA bukanlah diri-NYA sendiri. Yesus pertama-tama tidak sedang berpikir kepentingan diri-NYA sendiri. Manusialah yang ada dibenak-NYA sepanjang hidup dan karya_nya bahkan ketika DIA berada begitu dekat dengan dengus napas seringai jahat sang maut. Itulah demonstrasi Cinta Kasih Yesus yang tak tertandingi. Di zaman ketika semangat mementingkan diri sendiri begitu merebak bukankah teladan YESUS terasa amat luar biasa? Ketika di Libya semua berperang melawan semua, ketika para pelaku teror bom di Indonesia hanya memikirkan isi kepalanya sendiri, dan ketika para petinggi DPR sibuk mencari-cari alasan pembenaran dalam pemborosan pembangunan gedung DPR yang baru, dan ketika para penggemar George Toisuta dan Arifin Panigoro sibuk memikirkan kepentingan diri mereka sendiri di PSSI maka teladan Yesus adalah oase penyejuk di tengah padang pasir kepentingan diri itu.

Sahabat Kristiani, jika perspektif ini bisa diterima maka jelaslah sudah Tuhan Yesus bukanlah pecundang nan penakut melainkan adalah sumber mata air cinta kasih yang teramat luas dan dalam. Inilah Yesus Tuhanku. Penebusku yang hidup. Kepada-NYA layak saya mempertaruhkan hidup dan peruntungan hidup. Ketika saya tak memperdulikan Dia malah sebaliknya, Dia berpikir tentang saya. Dia menangis untuk saya. Dia gelisah karena saya. Dia takut karena memikirkan saya. Yesus memang Tuhan tapi Dia juga sungguh sahabat saya. Kepada saya dan anda YESUS telah menawarkan Syalom Allah itu. Maukah anda dan saya? Anda mau Yesus yang penakut atau Yesus yang bersahabat. Saya sudah membuat pilihan. Terserah anda. SELAMAT PASKAH


Shalom Tuan Shalom Puan

Sabtu, 02 April 2011

koes plus bonus fideles

Dear Sahabat Blogger,

"Apalah arti sebuah nama" demikain Shakespeare berseru dan, kita, ada yang setuju tak kurang pula yang tidak setuju dengan itu. Kawan saya yang berasal dari daerah Manggarai diberi nama "Nganggur" karena ketika dia dilahirkan ayahandanya sedang tidak punya pekerjaan selain sebagai petani. Entah mengapa petani tidak dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Saya diberi nama "Ludji" oleh almarhum Ayahanda Robert "SGT" Riwu Kaho secara serius dengan maksud untuk mengingatkan bahwa sekali dan seterusnya saya adalah orang Sabu dari suku Namata. Saya tak boleh menjadi orang Australia misalnya biar kata nama babtis saya adalah "michael". Adik saya, Vicktor Riwu Kaho, mula-mula memberi nama "Haga" kepada anak sulungnya. Belakangan dia merasa perlu untuk berjauh-jauh dari Jakarta ke Pulau Sabu hanya untuk melakukan ritual budaya Sabu guna mengganti nama "Haga" menjadi "Lobo". Hebat. So, bagi sebagian orang nama bukanlah sembarangan perkara. Nama harus memiliki makna. Demikian juga judul sebuah buku misalnya. Jangan memberi judul "mangga" ketika isi buku anda mengulas tentang "sapu lidi". Tak cocok itu bukan? Haaalaaahhhh...begitulah adab kita. Budaya kita. Maka untuk sebuah nama bila perlu tumpeng merah putih dibikin dan ..slaman slumun...jadilah baik.

Tapi saya punya 1 pengalaman yang mirip. Tahun dulu semasa duduk di bangku SMP di kota KUpang (SMPN 2) saya pernah dimarahi oleh seorang guru, Ibu Guru. Beliau adalah wali kelas II E kelas dimana saya berada. Ibu Messkah namanya. Saya ditegur gara-gara ada nama "ludji" di absensi kelas. Beliau menghardik saya dan bilang..."kamu jangan pake nama ludji lagi ya sebab itu adalah halaik, pake saja nama babtismu, michael"...halaik adalah kosa kata di Kupang untuk menyebutkan orang-orang yang tidak beragama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Walah, saya malu tagal hardikan Ibu Guru dan semenjak itu saya berusaha mengaburkan nama "ludji". Sekali waktu nama "ludji" saya ganti dengan "rudy" (kebetulan waktu itu rudy hartono adalah sebuah nama yang sedang ngetop abiz). Giliran Ayahanda saya yang menghardik. Kebiasaan mengaburkan nama "Ludji" tanpa sadar masih saja berlanjut sampai sekarang. Jikalau saya harus menuliskan nama saya di daftar hadir atau yang sejenisnya. maka pastilah saya akan menulis "L. Michael Riwu Kaho". Jelas sudah bahwa aforisme "what is a name" tertolak oleh budaya di sekitar saya. Tak tahu jikalau anda. Ungkapan itu mungkin tepat untuk orang-orang barat. Orang Belanda menggunakan nama "Van de Kerkhoff" padahal itu artinya "kuburan". Dulu ada pemain sepak bola Belanda yang kembar bernama Rene dan Willie Van de Kerkhoff yang artinya Rene dan Willie dari kuburan...waallaaahhhhh.....

"What is a name", kata Shakespeare. Saya pikir yang dimaksudkan oleh Shakespeare adalah substansi. Mawar tetaplah mawar yang indah biar berganti nama menjadi kapuk. Nama boleh berganti dari "Ludji" menjadi "Michael" tetapi jikalau malas ya tetap saja malas bukan? Lihat saja para teroris yang diburu dan ditangkap oleh Densus 88. Nama aliasnya banyak banget tapi apakah mereka berubah menjadi sesuatu yang lain? Ya tidak juga. Kelakuan mereka ya tetep itu ke itu juga. Jikalau begitu maka kendati nama memang cuma sebuah atribut tanda identitas tetapi sesungguhnya hal yang terpenting adalah nilai intrinsik yang terkandung di dalam substansi. Kata emas menjadi berarti karena nilai karatnya bukan? Lalu judul tulisan di atas ingin mengingatan tentang substansi intrinsik di maksud. Koes Plus adalah nama grup band. Bonus fideles artinya mereka itu baik. Apanya yang baik dari Koes Plus? Lagu baru dapat diciptakan lebih bagus dari lagu Koes Plus dan memang sudah banyak lagu yang secara teknis artistik lebih indah ketimabang lagu-lagu Koes Plus yang umumnya bersifat "3 jurus" itu. Kalau begitu apa?

Koes Plus adalah sebuah grup band fenomenal di Indonesia. Di masa saya masih duduk di bangku SD, memegang buku tulis yang ada gambar Koes Ploes adalah "kewajiban". Lagunya wajib dihafal dan di senandungkan. Grup ini memang amat sangat hebat. Konon merekalah yang menjadi peletak dasar perkembangan musik pop di Indonesia. Di masa mereka, grup band lain seperti Favourites, The Mercy's, D'Loyd dan yang lain-lainnya terasa cuma varians dari Koes Plus. Grup band di masa sekarang dianggap mengerjakan sesuatu yang merupakan pengembangan Koes Plus. Siapa mereka ini? Saya pikir kebanyakan kita tahu bahwa grup ini digawangi oleh bersaudara Koeswoyo, yaitu Koestoni (Tony), Koesroyo (Yok), Koesyono (Yon) + 1 orang pemain drum yang bukan berasal dari klan Koeswoyo, yaitu Murry. Dominasi klan Koeswoyo sangat wajar karena sesungguhnya Koes Ploes adalah terusan dari Koes Bersaudara dimana Koesnomo (Nomo) ada posisi yang ditempati Murry sebagai drummer. Mengapa demikian? Pada mulanya adalah Koes Bersaudara yang eksis terlebih dahulu dengan formasi Toni, Yok, Yon, Nomo dan Koesdjono (John) pada tahun 1960. Lagu-lagu seperti “Bis Sekolah”, Di Dalam Bui, “Telaga Sunyi”, dan “Laguku Sendiri”. Pada masa-masa di antara 1960-1965 gaya bermusik mereka amat dipengaruhi oleh gaya the "everly brothers" (yang kondang dengan lagu antara lain "let it be me") dan "the bee gees".

Pada tahun 1965, 1 Juli, mereka ditangkap oleh KOTI dan mengurung mereka di rumah tahanan Glodok dengan tuduhan bermusik "ngak ngik ngok" yang bukan budaya dhewek. Penahanan tersebut tak lama karena pada tanggal 29 September 1965 tapi ternyata ikut berpengaruh terhadap kisah grup mereka dan sekaligus dunia musik Indonesia. Bertahun-tahun kita memahaminya sebagai bentuk represif dari pemerintah Orla pimpinan Bung Karno. Tapi pada saat wawancara di acara "Kick Andy", Metro TV, mereka membuka rahasia bahwa sebenarnya penangkapan mereka itu hanyalah sebuah sandiwara "operasi rahasia" yang diperintahkan oleh Bung Karno guna mendukung operasi "ganyang malaysia". Jadi mereka sebenarnya berkolaborasi dengan pemerintah. Entahlah mana yang benar tapi yang pasti ada masa mereka terpaksa berhenti bermusik. Pasca kebebasan dari penjara, iklim perpolitikan di Indonesia ternyata kurang mendukung perkembangan dunia kesenian di Indonesia umumnya. Konstruksi politik Indonesia di awal Orba yang dikuasai oleh Soeharto dan Tentara, yang menggantikan Bung Karno dan Orla-nya, menciptakan banalitas yang masif. Penangkapan dan pelenyapan orang-orang yang dideeksi atau dicurigai terkait PKI menciptaan ketakutan kolektif dan suasana saling curiga mencurigai. Banyak ketika pastian dan di masa inilah John keluar dari formasi. Koes Bersaudara.

Sekali waktu, ketika Koes Bersaudara sedang melakukan pertunjukan di daerah Tony mendapat kabar bahwa suasana Jakarta memanas. Terjadi penangkapan besar-besaran. Beberapa teman dari Tony menghilang begitu saja tak tentu rimbanya. Jakarta tidak aman dan Tony diperingatkan oleh teman-temannya bahwa, mungkin. karena kedekatannya dengan rezim Bung Karno maka Koes Bersaudara terancam. Terjadi dilema, kembali ke Jakarta atau tidak? Situasi mencekam seperti itu menyebabkan Nomo memutuskan untuk keluar dari grup. Dia memilih menjadi pedagang besi-besi bekas. Tapi Tony dan adik-adik yang lain menetapkan 1 tekad, harus kembali ke Jakarta dan harus terus bermusik. Tidak ada pilihan lain selain bermusik karena itulah cinta mereka. Tony dan adik-adik memilih untuk setia pada pilihan hidup mereka. Maka kembalilah mereka ke Jakarta meski apapun yang akan terjadi. Balada ini mereka tuangkan dalam lagu "kembali ke Jakarta" dan dimunculkan pada rekaman perdana grup Koes Plus. Lho, mengapa Koes Plus? Ya, Koes Bersaudara dalam formasi Toni, Yon, Yok dan Nomo hanya bertahan sampai 1968. Setelah Nomo keluar masuklah Murry yang bukan Koeswoyo itu. Pada saat rekaman pertama kali. Yok yang kurang sreg dengan adanya orang luar ke dalam formais band memutuskan solider dengan Nomo lalu keluar dari Koes Plus. Akibatnya, posisi sebagai basist kosong dan beberapa pemain tamu mengisi posisi yang ditinggalkan Yok. John Koeswoyo sering masuk formasi untuk tujuan show panggung. Dan pada saat rekaman album perdana Koes Plus, pemain tamu yang masuk formasi adalah Totok A.R. Inilah formasi dalam rekaman perdana Koes Plus, yakni Tony, Yon, Murry dan Totok A.R.

Album perdana itu memuat beberapa lagu seperti Derita (Tonny), Awan Hitam (Tonny), Tiba Tiba Aku Menangis (Tonny), Bergembira (Tonny), Tjintamu Telah Berlalu (Tonny), Dheg Dheg Plas (Tonny), Manis Dan Sajang (Tonny), Hilang Tak Berkesan (Tonny), Kembali Ke Djakarta (Tonny), Biar Berlalu (Yon) dan Lusa Mungkin Kau Datang (Tonny). Perhatikanlah deretan lagu-lagu tersebut. Semuanya indah dan hebat. Beberapa di antaranya bahkan rekam kembali berulang-ulang oleh berbagai penyanyi lainnya. Menjadi legenda. Tapi jangan salah, album perdana itu setelah direkam ternyata pada awalnya ditolak dimana-mana. Bahkan ada toko kaset yang menertawakan lagu seperti "Kelelawar". Lagu aneh kata mereka. Maklumlah ketika itu Koes Plus sedang bertransformasi dari keterpengaruhan "everly brothers" dan " bee gees" menjadi "lebih Indonesia". Akibat tidak lakunya album perdana mereka maka Murry kabur. Totok A.R. keluar. Adalah Tonny yang terus memupuk semangat anggota Koes Plus yang lainnya lalu membujuk Yok dan Murry agar masuk kembali dalam formasi band. Nasib baik memihak mereka dan pada tahun 1970 akhir lagu mereka meledak di mana-mana. Dan kesuksesan mengalir bersama mereka bertahun-tahun sampai meniggalnya Tony pada tahun 1987. Koes Plus pun surut sesuai tuntutan jaman tetapi lagu-lagu mereka abadi sampai hari ini. Inilah Grup tersukses di Indonesia. Apa tolok ukurnya? belum ada Band di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, yang mampu merekam hampir 22 album dalam 1 tahun seperti yang dilakukan Koes Plus pada tahun 1974-1975. Tidak ada pula grup band yang mampu merekam lagu dalam genre yang sangat berbeda. Anda mau tahu musik jenis apa yang pernah dimainkan oleh Koes Plus dan semuanya sukses? Pop, Rock n Roll, Rohani Natal, Qasidahan, Pop Jawa, Instrumentalia, Dangdut, Keroncong dan kompulasi the best. Jangankan band dalam negeri bahkan The Beatless, The Rolling Stones ataupun Led Zepplin tak tercatat melakukan itu. Seorang editor wikipedia mengatakan bahwa "Seandainya kelompok ini lahir di Inggris atau AS bukan tidak mungkin akan menggeser popularitas Beatles"

Anda tahu apa rahasia mereka? Filsafat manusia mengajarkan tentang 3 bentuk kebaikan, yaitu kebaikan karena ada gunannya (bonum utile), kebaikan karena menyenangkan (bonum delectabile) dan kebaikan karena memang baik atau kebaikan yang sesungguhnya (bonum honestum). Orang bisa saja berlaku baik kepada kita karena kita punya sesuatu yang dia perlukan atau dia butuhkan dari kita. Kita menerima kebaikan sejauh kita mendatangkan manfaat bagi oarng lain. Ada uang abang sayang tak ada uang abang aku buang. Bisa juga terjadi orang bisa baik kepada kita karena kita menyenangkan hatinya. Suami dan isteri sering memutuskan bercerai karena tidak lagi saling menemukan kesenangan. "Tak ada kecocokan lagi" katanya. Tetapi syukurlah ada kebaikan jenis ketiga dimana orang bisa baik kepada kita karena memang dia orangnya baik. Kita mungkin tidak berguna dan tidak menyenangkan bagi dia tetapi dia memang mau mencintai kita. Bonum begini adalah Bonum milik Allah yang mengasihi kita secara sepihak. Tanpa memperhotungkan dosa dan kedegilan kita, DIA mau memberi CINTA-NYA bagi kita. Bonum seperti ini bersifat Ilahiat. Dan yang asik adalah bahwa bonum ini ditawarkan oleh Sang Pencipta kepada manusia untuk memilikinya juga. Saya tak tahu anda dan saya memilih yang mana tapi Koes Plus jelas memilih bonum honestum. Ketika bermusik ternyata mendatang petaka, ketakutan dan kemiskinan mereka tetap setia pada pilihan hidupnya. Dalam nama apapun grup mereka, ataukah Koes Bersaudara ataukah Koes Plus, adalah Tony dan adik-adik telah mendemonstrasikan makna kesetiaan. Mereka tak bergeming kendati dicekam situasi. Berkarya dan terus berkarya kendati dizalimi, dicemooh dan miskin. Itulah cinta. Itulah kesetiaan. Hal ini nyata sekali dalam lagu mereka "kembali ke djakarta". Apapun boleh terjadi tetapi "di djakarta" tetapi langkah kaki tak akan berhenti untuk selalu kembali "kesana". Tony dan saudara dan kawan mungkin tidak kaya raya karena pilihan ini tetapi mereka telah membuat saya, mungkin anda dan jutaan orang lainnya berbahagia. Sungguh mereka orang baik. Sayapun bermimpi sekali waktu saya bisa juga akan di sapa, entah sebagai "Ludji" atau "Michael" atau "ludji michael:..."eh si Ludji Michael tuh ... orangnya ... bonus fideles lho. Orang baik tuh". Ahaaaaa, alangkah bahagianya.

Tabe Tuan Tabe Puan