Minggu, 18 Juli 2010

norman tulis tulis tentang "NUSA TABOLAk taBALEK"

Dear Sahabat Blogger,

Dua tahun lalu persis, di bulan Juli 2008 Mister Norman berangkat  menuju Jogjakarta. Dia ingin melanjutkan sekolah ke tingat pascasarjana dalam bidang ilmu Kehutanan. Waktu itu, beramai-ramai kami mengantarnya. Di antara para pengantarnya adalah Oma Tien tercinta. Tahun  ini di bulan yang sama, tepatnya tanggal 28 Juli, dia akan diwisuda karena urusan sekolah S2-nya  kelar sudah.  Cita-cita Opa dan Omanya, sebagian, tercapai sudah.  Sayang, sekarang Oma dan Opa Robert-nya tak ada lagi untuk melihat Norman secara kasat mata. Berdua, mereka sudah berbahagia di "negeri seberang sana". Oh, ya masih ingat Norman? Ya anda betul, dia adalah penerus DNA saya yang sulung. Dan ini adalah tulisan hasil olah pikirnya. Dan jika saya mempostinnya maka ini adalah kado wisuda dari saya. Selamat membaca dan berkomentar. 

Howdy Bung en Soes pembaca blog 

Apabila biasanya saya menulis dengan tema lingkungan di blog ini, maka kali ini sedikit berbeda, saya kali ini ingin menulis mengenai tanah kelahiran saya, Nusa Tenggara Timur. Sebelum memulai isi tulisan ini, ijinkan saya untuk sedikit bercerita latar belakang mengapa saya memilih tema ini. Begini ceritanya, pada jaman dahulu kala di suatu kerajaan hiduplah seorang putri yang cantik jelita...... Ups.... Maaf saya barusan salah bercerita. Cerita barusan biasanya saya dongengkan untuk anak saya. HiHiHi. Begini cerita yang sebenarnya Bung en Soes, ilham dalam menulis bagi saya itu bisa datang darimana saja. Kebanyakan dari membaca atau mengamati kejadian sekitar. Tulisan ini dibuat segera setelah saya membaca tulisan pada salah satu koran harian terkemuka, Kompas edisi kamis, 8 Juli 2010. Tulisan pada koran ini sebenarnya tidak spesifik mengenai NTT, bahkan hanyalah tulisan kecil hasil opini pembaca, tetapi saya menangkap inti tulisan tersebut cukup menohok dan menggelitik pikiran saya mengenai yang terjadi di NTT. Apa itu? Nanti akan kita simak dalam tulisan ini lebih lanjut.

NTT = Nusa Tenggara Timur. Itu singkatan resminya. Namun ada pula anekdot yang mengatakan NTT adalah singkatan dari Nasib Tak Tentu, Nanti Tuhan Tolong, de es be. Anekdot ini sebenarnya bukan tanpa alasan ataupun muncul secara tiba-tiba, namun bisa pula berangkat dari kejadian faktual di NTT sendiri. Kita sudah mengenal NTT bukanlah daerah yang berlimpah – meminjam judul lagu Koes Plus - kolam susu. Bukan daerah yang subur. Bahkan karena sifat klimatik, maka fenomena kekeringan bukanlah suatu hal yang baru. Semua tahu itu. Mungkin pula dari situ muncul anekdot mengenai singkatan NTT tadi. Mungkin. Tetapi apa relevansi ini dengan judul yang saya pilih? Begini Bung en Soes, NTT saya beri lagi satu singkatan baru yaitu Nusa Tabolak Tabalek atau dalam bahasa Indonesianya adalah nusa terbolak-balik. Jangan marah dulu apabila saya memberi satu singkatan baru ini karena seperti apa yang saya katakan bahwa ini berangkat dari apa yang terjadi di NTT sendiri. Apa yang terbolak-balik di NTT? Saya akan menerangkan dengan menggunakan beberapa contoh berikut. Tanah di NTT pada umumnya kurang subur, topografi yang berbukit-bukit ditambah dengan ariditas iklim sehingga hasil tanaman pangan kita tidak melimpah laiknya di daerah lain. Itu tak bisa dipungkiri, tetapi apa anda bisa memungkiri bahwa NTT di saat yang sama juga memiliki lahan penggembalaan yang luas di Indonesia sehingga sangat potensial sebagai gudang ternak? Namun apakah produksi ternak di NTT berbanding lurus dengan luas lahan penggembalaan tersebut? Kita sering atau bahkan teramat sering mendengar berita kekeringan melanda NTT sehingga hasil pangan menurun, tetapi di saat yang sama kita melupakan fakta bahwa sebenarnya NTT memiliki laut yang luas dengan potensi hasil bahari yang menjanjikan. Namun apa yang terjadi? Kita tidak menjadi tuan di tanah sendiri. Tolong koreksi apabila saya salah, tetapi pernahkan pemerintah daerah kita membuat suatu program untuk lebih memanfaatkan hasil laut kita selain gemala (gerakan masuk laut) yang nyatanya tidak efektif? Coba bayangkan saja luas daratan NTT yang begitu kecil, yakni 47.349,9 km2 atau 23,7 persen jika dibandingkan luas lautan yang mencapai 200.000 km2. Di sisi lain pemanfaatan sumberdaya ikan laut hanya sekitar 30% dan budidaya laut hanya 8,74%. Yang ada dan terdengar selama ini hanya program intensifikasi dan ekstensifikasi jagung, tanaman pangan, de el el yang notabene ada di darat, tetapi laut yang luas dan di depan mata malah terlupakan. Program-program pemanfaatan hasil laut biasanya hanya ada saat kampanye-kampanye, namun ketika terpilih maka “janji tinggal janji” begitu syair lagu. Atau mau contoh lain, silahkan lihat kejadiaan “nahas” yang menimpa tanaman cendana (sandalwood). Meski ada yang mengatakan cendana berasal dari Gujarat, India, namun beberapa sumber dengan jelas mengatakan cendana berasal dari NTT. Tetapi apa yang terjadi? Produksi cendana di NTT dewasa ini tidak bisa dikatakan mencerminkan sebagai asal tanaman itu sendiri. Tidak percaya? Bisa anda tanyakan langsung pada pemilik blog ini selaku konsultan ITTO yang saat ini sedang gencar-gencarnya ingin menghidupkan kembali NTT sebagai gudang cendana. Satu pertanyaan menggelitik adalah selama ini pemerintah daerah NTT buat apa saja? Semoga tidak ada lagi kebijakan fatal seperti tahun 70-an sehingga cendana dijuluki sebagai kayu setan atau kayu milik pemerintah oleh masyarakat sebagai dampak kebijakan yang tidak berpihak tersebut. Semoga.

Saya memiliki pengalaman menarik ketika kuliah di Fakultas Kehutanan UGM beberapa waktu lalu. Ketika membahas mengenai luasan hutan, maka teman-teman dari jawa, Sumatera, Kalimantan atau Papua amat sangat “digdaya”. Yah tentu saja, daerah mereka memiliki luas hutan yang lebih daripada NTT. Namun ketika membahas mengenai luas kawasan penggembalaan, maka maaf-maaf saja teman, saya serta merta membusungkan dada. Ya iyalah.... NTT memiliki luas lahan penggembalaan sekitar 653.983 ha. Angka tersebut yang tercatat resmi, tapi dalam kenyataannya di lapangan, savana yang merupakan tipe formasi dominan di NTT biasanya juga digunakan sebagai kawasan penggembalaan. Kemudian bila mempertimbangkan kebiasaan masyarakat dalam melepas ternak dalam kawasan hutan dalam sistem agrosilvopastoral, maka kawasan hutan bisa juga dapat juga dihitung sebagai kawasan penggembalaan. Coba hitung saja berapa total semuanya? Cukup fantastis bukan? Sombong juga rasanya saya saat itu. Namun apa yang terjadi kemudian? Ketika dosen saya mengatakan bahwa meski NTT memiliki lahan penggembalaan yang luas, namun di saat yang sama produksi ternak justru menurun dari tahun ke tahun. Oh.... Betapa malunya. Kepala yang tadinya terangkat gagah menjadi tertunduk malu. Lahan penggembalaan luas tetapi produksi ternak menurun. Paradoks bukan? Terbolak-balik bukan? Bagi saya pribadi beberapa contoh di atas membuktikan bahwa pemerintah daerah kita cenderung tidak belajar dari pengalaman terdahulu. Setiap pergantian tampuk kepemimpinan, maka ganti pula program-program dengan yang baru. Tapi apa bisa dikatakan berhasil? Tergantung dari sisi mana kita melihat. Kalau saya melihat dari sisi output yang dihasilkan seperti beberapa contoh di atas, maka bagi saya pemerintah daerah NTT bisa saya katakan gagal. Contoh lain datang dari dunia pendidikan. Beberapa tahun terakhir tahun NTT selalu menduduki rangking satu atau dua dalam hal kelulusan siswa. Rangking satu atau dua dari belakang maksudnya. Itu berarti setiap tahun selalu terulang, terulang dan terulang lagi. Orang boleh baru, Gurbenur sebagai top manager boleh baru, kepala dinas boleh baru, dan program boleh baru tetapi hasil akhirnya yah itu-itu juga. Sami mawon. Sama saja. Seorang teman saya yang berprofesi sebagai guru di Sumba mengatakan program pendidikan boleh banyak, tetapi eksekusi di lapangan sangat lemah. Wah NAPO juga nih namanya. No Action Programs Only. Dalam beberapa tulisan terdahulu dalam blog ini sedikit banyak telah menyiratkan apa yang saya katakan tersebut. Sedari tadi kelihatannya saya hanya menyalahkan pemerintah, oleh karena itu, pertanyaan yang penting sekarang adalah apakah yang salah hanya pemerintah? Yang salah hanya si pemimpin saja? Ataukah semua stakeholder yang berarti mereka dan kita, anda dan saya? Bisa anda membantu saya menjawab pertanyaan tersebut? Saya hanya ingin agar semua menjadi obyektif. Jangan sampai terjadi satu jari menunjuk orang lain, tetapi tanpa kita sadari jemari yang lain sedang menunjuk ke arah kita sendiri. Kalau itu yang terjadi artinya saya dan anda juga memiliki andil dalam membuat NTT sebagai Nusa Tabolak Tabalek dong? Wagat eh.... gawat maksudnya.

Saya cukupkan tulisan ini sampai disini dengan maksud agar Bung en Soes semua mau melengkapinya apa yang kurang. Menambahkan apa yang belum saya sampaikan. Atau malah mau mengoreksi tulisan ini. Monggo. Silahkan. Karena saya juga masih perlu banyak belajar. Namun tolong jangan salah artikan isi tulisan ini karena saya juga tidak bermaksud menjelek-jelekan NTT karena sesungguhnya saya amat sangat mencintai tanah kelahiran saya ini. Tetapi apakah cinta mesti diartikan diam saja melihat sesuatu yang salah terjadi di sekitar kita? Tidak. Bagi saya kritik bisa berarti ungkapan cinta saya bagi NTT. Tulisan ini bukti saya mencintai NTT. Jadi apabila saya ditanya setuju NTT adalah Nusa Tabolak Tabalek? Sambil bersenandung saya akan menjawab “tanyakan saja pada rumput yang bergoyang”.
Tabe Puan Tabe Tuan 

Selasa, 06 Juli 2010

ijinkan saya mendongeng tentang bola yang disepak kian kemari

Dear Sahabat Blogger,

Semua penggemar sepak bola dunia pasti menikmati betul pertandingan sepak bola Piala Dunia 2010 di Negeri "Waka-Waka" Afrika Selatan. Negerinya Paman Mandela. Satu bulan lamanya penggemar soccer dimanja habis-habisan. Tapi lihatlah, kendati semuanya menggemari sepak bola yang sama tetapi reaksi orang-orang itu bisa berbeda-beda terhadap tayangan yang sama. Apa yang membedakan mereka? Ada banyak alasan tetapi saya ingin melihat dari 1 sudut, yaitu tergantung siapa kesebelasan favorit mereka atau siapa pemain favoritnya.


Bagi penggemar kesebelasan Belanda maka sampai posting ini diturunkan pastilah sedang bersukacita abis. Sebaliknya bagi penggemar berat kesebelasan Brazil atau Inggris, Piala Dunia mungkin tinggal sekedar tontonan yang tak punya impresi apa-apa lagi. Konon, di Nerete, Haiti, seorang penggemar kesebelasan Brazil, pemuda 18 tahun, bunuh diri setelah Brazil dikalahkan Belanda 1 - 2. Kendati tak setragis itu tetapi seorang adik saya harus menghabiskan nyaris 5 pak kertas tisu untuk membersihkan airmatanya setelah Kesebelasan favoritnya, Argentina, dikalahkan Jerman 0 - 4. Saya malah sempat menawarinya, jika persediaan tisu di kios sekitar rumahnya habis, saya bersedia mengirimkan bagia dia barang 1-2 pak tambahan. Seorang adik yang lainnnya, kebetulan penggemar berat kesebelasan Jerman, berbeda lagi kelakuannya. Ketika saya menelefon dia malam-malam setelah selesai pertandingan Argentina VS Jerman, hampir 2 menit saya tidak mendengar suara apa-apa selain suara tawa girangnya yang teramat keras....waaaaalllaaaaahhh .... "kasihan juga adik saya itu. Barusan dilantik jadi pejabat kok malah jadi gila gara-gara sepak bola". Begitulah sahabat, Lalu bagaimana dengan anda? Bagaimana dengan saya? Nah ini.

Seperti juga posting saya 2 tahun lalu ketika kesebelasan Jerman dikalahkan Spanyol 0-1 pada Piala Eropa, saya secara tradisional adalah penggemar Kesebelasan Jerman. Mula-mula alasanya adalah sangat tidak masuk akal, yaitu karena Jerman, ketika itu Jerman Barat, adalah negeri asal Marten Luther sang Reformator Gereja. Belakangan baru saya bisa bersikap lebih rasional. yaitu saya menyukai Jerman karena semangat juang dan ketertiban organisasi permainannya. Mereka tidak selalu bagus, bahkan cenderung tampil menjemukan, tetapi begitu memasuki sebuah turnamen, mereka dapat sangat berbahaya. Saya menemukan "wajah" saya dalam kesebelasan Jerman. Bukan yang terbaik tetapi mati-matian berusaha menjadi baik. Berhasil sukur. Gagal ya dicoba lagi lain kali. Bagaimana reaksi saya dengan hasil-hasil yang dicapai kesebelasan Jerman? Jika menang maka saya akan mencari semua koran yang memberitakan itu lalu saya baca habis semuanya. Bagaimana jikalau kalah? Biasa saja. Paling-paling saya tidak lagi mau menonton kelanjutan turnamen. Bahkan anak-anak saya sering saya usir agar supaya tidak membuka televisi dan menonton pertandingan sepak bola lanjutan turnamen.... ha ha ha ha...(ternyata saya juga tak kalah irrasionalnya dengan adik-adik saya itu tadi ya???? ...ha ha ha ha). Tapi itu dulu. Sekarang tak lagi begitu. Jika Jerman menang OK. Kalah? Ya tidak apa. Lain kali Jerman akan mencoba dan bagus lagi.

Siapa pemain kesukaan saya? Dahulu kala, bagi saya pemain terhebat di dunia adalah Franz Beckenbauer dan Gerd Muller. Pertama-tama karena mereka adalah pemain kesebelasan Jerman (Barat). Kedua, tidak ada pemain lain di dunia yang bisa menciptakan 1 posisi yang khas dan lalu ditiru oleh banyak kesebelasan lain selain Franz. Posisi itu adalah Libero, yaitu pemain bebas di jantung bertahanan yang dapat berfungsi sebagai back bahkan sweeper, gelandang bertahan dan gelandang menyerang sekaligus. Saat-saat tertentu, sang Libero dapat bergerak naik menusuk sampai ke jantung pertahanan lawan dan membuat gol. Adalah olah pikir Franz bersama pelatih Jerman (Barat) ketika itu, Helmut Schoen, yang menghasilkan posisi unik itu. Franz juga memiliki semangat juang khas Jerman. Dalam salah satu pertandingan di Piala Dunia tahun 1970, dia tetap bermain sampai selesai pertandingan kendati harus dengan kondisi cedera berat. Salah satu tangannya patah setelah bertabrakan dengan pemain lawan dan harus yang diikat dengan badannya. Cedera dan kesakitan tetapi tak mau diganti. Terus bermain. Jantan. Lalu, Gerd Muller adala bomber Jerman yang pendek dan gempal. Bantet kata anak Jakarta. Ukuran kakinya aneh karena kaki kirinya lebih kecil dibandingkan kaki kanannya. Kaki yang tidak normal. Tetapi, coba cari pemain lain yang ketika membela tim nasional, mencetak gol lebih banyak dari jumlah pertandingan yang dimainkannya. Gerdhard tampil di Timnas Jerman Barat sebanyak 62 kali dan mencetak gol sebanyak 69 buah. Sampai sekarang belum ada pemain seperti dia. Dia bomber oportunis sejati. Dia punya killer instinck yang teramat hebat di kota penalti.

Belakangan saya menjadi lebih terbuka menerima kesebelasan lain di luar kesebelasan Jerman dan pemain terbaik lain di luar pemain-pemain yang berasal dari Jerman. Saya juga menyukai Brazil karena merekalah kumpulan seniman sepakbola sejati. Jujur saja, nyaris tak ada kesebelasan lain yang dapat tampil seindah Brazil, kecuali mungkin kesebelasan Belanda jika mereka memainkan total football. Dengan bagitu anda menjadi tahu bahwa sayapun menyukai kesebelasan Belanda. Total football adalah konsep permainan sepakbola paling jenius yang bisa dipikirkan oleh manusia. Semua bergerak untuk semua posisi. Rinus Mitchel menemukan dan Johan Cruyff mempraktekannya dengan sangat elegan. Saya sudah menyebutkan nama meneer Johan Cruyff, yang lentur bak penari balet di lapangan hijau, oleh karena itu saya juga akan menyebutkan pemain-pemain lain yang saya sukai. Pertama adalah Pele. Penari sepak bola sejati yang santun dan rendah hati. Pele telah mengemas 1281 gol dalam 1363 pertandingan. Tidak ada pemain yang melebihi rekor ini. Saya juga menyukai Maradonna. Visi permainan dan dribllingnya nyaris seng ada lawang. Sendirian, pertahanan lawan bisa dibuat pontang panting tak keruan. Kesebelasan Inggris merasakan betul hal itu pada Piala Dunia di Mexico tahun 1986. Umpan-umpannya ..alaaaamaaaaakk.... jitu alis natok (kata anak Kupang). Kakinya seperti punya mata. Dia jenius. Saking jeniusnya dia telah memaksa orang sedunia setuju dengan dia bahwa gol yang dibuatnya dengan menggunakan tangan ke gawang Peter Shilton (Inggris) 1986, Mexico adalah gol tangan tuhan (hands of god goal). Padahal kita tahu itu adalah perbuatan curang. Culas. Tapi itulah Maradonna. Dia juga adalah biang kerok dan biang onar dengan tingkah lakunya. Lantas, heeiii, lihatlah orang-orang Inggriss itu, kendati dicurangi oleh Maradona (dan Argentina) tetapi mereka menerima kekalahan itu dengan lapang dada. Wow, mereka sangat gentlemen. Dan, saya juga suka kesebelasan Inggris, selain gentlemen, karena bermain bola gaya Inggirs bola di lapangan dialirkan secara sangat cepat bak bajir bandang di sungai Benenain, Timor Barat yang suka bajir mendadak itu. Sedap dipandang. Dan akhirnya, saya jatuh suka berat sama Lionell Messi. Dia adalah murni titisan Maradonna. Dia juga adalah penari sepak bola sejati. Liukan dan dribllingnya persis sama dengan Maradonna. Tembakan membuat goalnya luar biasa. Hal yang membedakan Messi dan Maradonna adalah Messi santun dan rendah hati. Sayang sekali di PD Afsel, Messi tak mendapat pelatih sehebat Pep Guadiola di Barcelola, sehingga Argentina gagal. Melihat Maradonna menangis ketika dikalahkan Jerman di PD tahun 1990 di Italia yang timbul adalah perasaan ...rasain loe....tetapi melihat Messi keluar lapangan dan menangis setelah dikalahkan Jerman di Afsel 2010, hati saya jatuh. Tak tega. Ikut sedih. Lalu, mengapa saya bersikap ambigu? Suka Jerman tetapi sedih melihat Messi menangis? Jawabannya adalah ini.

Sepakbola, pertama-tama, adalah hasil olahan individu-individu. Makin pandai kamu mengolah bola dan mengarahkannya ke gawang lawan maka kamu adalah pesepakbola ulung. Tetapi pada akhirnya sepakbola adalah permainan hasil olahan individu-individu yang hadir bersama dalam ruang dan waktu yang sama. Anda tidak boleh bermain untuk kepentingan anda semata. Di dapan, di belakang, di samping dan nun jauh di ujung lapang sana ada orang lain yang harus anda perdulikan. Anda harus bekerjasama dengan orang lain itu demi tercapainya tujuan bersama. Pertanyaannya adalah lebih penting mana di antara individu dan teamwork di dalam sepakbola? Jawabannya adalah jadilah dirimu sendiri tetapi kesejatian dirimu itu hanya dapat kamu temukan di dalam sesamamu. Dalam filsafat manusia disebutkan bahwa manusia adalah makhluk eksentrik yang artinya adalah makhluk yang terarah dan mencari eksistensinya ke arah luar (eks artinya terarah keluar). "Aku menemukan diriku hadir di dunia ini dan diriku ini terarah kepada sesama". "Tidak ada aku tanpa dunia dan tidak ada aku tanpa sesama". Manusia yang eksis adalah manusia yang berelasi. Supaya aku dan sesamaku dapat berelasi dan lalu eksis demi kebaikan bersama maka ada 1 prasyarat yang harus kami penuhi, yaitu ketertiban. Saya suka Messi karena dia adalah gambaran eksistensi diriku individual yang terampil tetapi saya suka Jerman karena menggambarkan ketertiban hubungan dengan sesama. Jadi, individu dan kebersamaan adalah perlu tetapi kebersamaan yang tertib adalah yang paling perlu. Setuju?

Sambil merenungkan dongeng saya di atas, silakan menikmati permainan gitar yang dimainkan oleh salah sau master gitar ternama Joe Striani yang beriksah tentang makna persahabatan. Manusia hanya bermakna ketika dia bersahabat dengan sesama. Yeeeaaaaacchhh.....


Tabe Tuan Tabe Puan