Kamis, 13 Mei 2010

gagasan toean robert: tri bajik eka cita, sebuah preambule (2)

Dear Sahabat Blogger,

Sedih membaca dan mendengar hasil Ujian Nasional (UN) yang dicapai oleh sekolah-sekolah menengah di Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010. Tingkat kelulusan UN di NTT untuk "putaran pertama" sangat memprihatinkan. Cobalah berita di bawah ini (www.tempointeraktif.com Senin, 26 April 2010) disimak baik-baik:

Persentase kelulusan ujian nasional (UN) di Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya mencapai 47,92 persen dan berada pada peringkat terakhir angka kelulusan dari 33 provinsi di Indonesia. "Kita memang berada pada peringkat terakhir prosentase kelulusan ujian nasional tahun 2010 ini," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahrga (PPO), Thobias Uly di Kupang, Senin (26/4). Jika dibandingkan dengan 2009 yang persentase kelulusannya mencapai 69,23 persen, maka persentase kelulusan tahun ini mengalami penurunan sebesar 21,31 persen.

Ketika giliran pengumuman hasil UN SMTP, berita yang saya kutip dari www.ujiannasional.org adalah sebagai berikut:

Hasil ujian nasional (UN) pada 10 dari 691 SLTP di Nusa Tenggara Timur (NTT) amat memprihatinkan karena mencapai nol persen. Kenyataan itu diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) Nusa Tenggara Timur (NTT), Thobias Uly di Kupang.

Dalam situasi seperti itu, saya teringat ayahanda saya almarhum, Robert "SGT" Riwu Kaho. Pengalaman dan pengabdiannya bagi dunia pendidikan di NTT, nyaris paripurna. Beliau pernah menjadi orang nomor 1 di NTT dalam urusan Pendidikan di NTT, khususnya Pendidikan Dasar, Menengah, Luar Sekolah dan Kepemudaan. Dedikasinya diakui banyak orang. Seluruh karier PNS-nya dihabiskan dalam urusan Pendidikan di NTT. Beberapa kali beliau diminta untuk pindah bekerja dan dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi ke Jakarta (1977), ke Jogjakarta (1980), dan Ke Papua - Irian Jaya ketika itu - (1987), beliau selalu menolaknya. Katanya: "jika semua orang NTT pindah ke luar NTT lalu siapa yang akan membangun NTT?". Bahkan, pada tahun 1968, beliau pernah ditawari oleh Gubernur NTT agar bersedia menjadi Bupati di Alor. Beliau menolaknya. Pada tahu 1971 beliau terpilih sebagai anggota DPR Pusat hasil pemilu 1971 dari Partai Kristen Indonesia (Parkindo), beliau malah meminta kawan lain untuk menggantikannya. Katanya: "dunia pendidikan adalah panggilan hidup".

Setelah menamatkan pendidikan di UGM, Jogjakarta tahun 1959, pada tahun 1960 Robert Riwu Kaho diangkat sebagai seorang Guru di SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas). Tahun 1963 ditarik sebagai Pjs. Inspektorat Daerah Pendidikan Ekonomi (IDPE) yang mengurusi SMEP (Skolah Menengah Ekonomi Pertama). Pada tahun 1970 terjadi perubahan struktur kantor dan IDPE berubah nama menjadi Kantor Pembinaan (Kabin) Pendidikan Ekonomi. Ayahanda menjadi Kepalanya. Pada tahun 1975 kembali terjadi perubahan struktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengakibatkan semua pendidikan yang bersifat Kejuruan seperti, SMEP, SMEA, SKKP, SKKA, STP dan STM digabungkan menjadi Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur). Robert ditugaskan sebagai Kepala Bidang itu.

Pada tahun 1973, Robert yang memiliki bakat khusus di dalam hal perencanaan pendidikan, diminta oleh atasannya untuk mengembangkan unit perencanaan pendidikan di Kantornya dan lalu ditunjuk untuk memimpin unit dimaksud. Mungkin karena melihat kinerjanya amat baik dalam urusan perencanaan tersebut maka pada tahun 1974 itu, ketika unit perencanaan ditingkatkan menjadi Bagian Perencanaan, beliau ditugaskan merangkap jabatan. Selain sebagai Kabid Dikmenjur juga sekaligus Kepala Bagian Perencanaan (Kabagren). Lebih luar biasa lagi, karena tertarik dengan kinerja sistem perencanaan pendidikan di Kantor Perwakilan P dan K NTT, Rektor Universitas Nusa Cendana merekrut Robert Riwu Kaho, seijin atasannya, dan diminta untuk mengembangkan Badan Perencanaan dan Pengembangan Undana (BPPU). Robert menerima tantangan itu, mendirikan BPPU dan mengepalainya selama jak tahun 1975 - 1987. Salah satu karya BPPU yang monumental adalah berdirinya kompleks kampus baru Undana yang megah sekarang ini. Setiap saya berdiri mengagumi lanskap Undana yang memilik view yang indah ke arah Teluk Kupang, saya pasti teringat ayahanda. Kampus itu merupakan buah tangannya.

Pada tahun 1987, beliau diangkat sebagai Koordinator urusan Administrasi (Kormin) di Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan, NTT. Jabatan yang sering disebut sebagai orang nomor 2 di kantor itu. Pada saat itu, Kepala Kantornya adalah Drs. Piet Syauta. Hanya beberapa bulan menjabat sebagai Kormin, Robert ditunjuk oleh Menteri P dan K untuk melaksanakan tugas Kepala Kantor karena Drs. Syauta mengalami sakit keras dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1989. Tak lama kemudian di tahun 1989 itulah Robert resmi ditetapkan sebagai Kepala Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan NTT. Robertlah orang nomor 1 di lingkup pekerjaan yang amat dicintanya itu. Gara-gara kesibukannya di Kanwil P dan K NTT itulah yang menyebabkan Robert mengajukan pengunduran diri sebagai Pejabat Kepala BPP Undana pada tahun 1987.

Bagaimana situasi pendidikan di NTT kala itu? Tidak jauh berbeda dari situasi sekarang ini, level pendidikan NTT ketika itu amatlah memprihatinkan. Mutu pendidikan NTT, yang diukur berdasarkan angka NEM (nilai ebta murni) hasil ujian, berada di urutan 26 di Indonesia. Pendidikan NTT hanya lebih baik dari Timtim sebagai Propinsi termuda di Indonesia kala itu. Ketika menduduki jabatan Kakanwil P dan K NTT, bahkan sudah dimulai semenjak beliau masih menjadi Plt. Kakanwil P dan K NTT, Robert meluncurkan program "Peningkatan Mutu Pendidikan di NTT". Berbekal keterampilannya di bidang perencanaan maka semua Program di rancang matang dan konsep perencanaan tersebut dituangkan ke dalam berbagai buku pedoman yang disebutnya sebagai "buku biru" dan "buku kuning". Dalam implementasinya, Robert meluncurkan program supervisi yang dipimpinnya secara langsung. Hampir semua kecamatan di NTT telah dikunjunginya dalam rangka itu guna memastikan bahwa semua tahap perencanaan telah diselenggarakan oleh seluruh jajaran pendidikan NTT. Semua hal dinilai mulai dari kurikulum sampai proses belajar mengajar. Kunjunganya di kelas-kelas sekolah sampai di pelosok-pelosok NTT dilakukan bukan sekedar simbolis tetapi adalah sebuah sampling dalam supervisi. Tak ada jajaran P dan K di NTT yang tidak gentar dengan langkah Robert ini karean dia terkenal dengan kekerasan prinsipnya. Kesalahan akan langsung dikoreksi secara lugas di lapangan. Teguran, bentakan dan bahlan tamparan bukan hal yang aneh di masa itu.

Hasilnya adalah semua jajaran pendidikan di NTT mulai dari pejabat sampai Guru dan Murid bekerja keras untuk memenuhi target-target yang telah ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Semua bergairah dan bersemangat. Pada tahun 1989/1990 peringkat pendidikan NTT berdasarkan NEM SMTA berada pada urutan 18, pada tahun 1991/1992 berada pada urutan 14 dan pada tahun 1993, beberapa bulan menjelang Robert "SGT" pensiun, kami membaca berita di beberapa koran Nasional ketika itu yang memberitakan bahwa tingkat pendidikan NTT berada pada urutan nomor 7 untuk bidang IPA dan nomor 11 13 di bidang IPS. Secara keseluruhan, peringkat NEM NTT berada pada urutan nomor 8 di antara 27 Propinsi di Indonesia. Prestasi yang membanggakan karena sesudah masa itu, sesudah Robert pensiun pada Desember 1993, prestasi itu tak pernah terulang kembali. Secara pasti pendidikan NTT kembali terdegradasi menuju posisinya yang sekarang, yaitu yang terbaik dalam hal mutu rendah di Indonesia. Dengan pekataan lain, mutu pendidikan NTT adalah yang terendah di Indonesia seperti yang sudah dikutipkan di awal posting ini.

Apa rahasia sukses seorang Robert "SGT" Riwu Kaho? Dalam buku Biografinya yang ditulis pada tahun 2003 Robert menguraikan kunci suksesnya. Banyak hal tetapi saya peras menjadi 3 hal terpenting, yaitu:

  1. Bekerja dan jabatan adalah "calling" atau "panggilan dari Tuhan" yang harus dijawab dengar bekerja keras. Bekerja adalah panggilan Ilahi dan kita harus menjawab ia lalu setia di dalam bekerja;
  2. Bekerja keras sebagai wujud jawaban terhadap "calling Ilahiat" yang diterima adalah bekerja secara terstruktur, sistmatis dan strategis. Bekerja yang terencana;
  3. Bekerja yang terstruktur haruslah merupakan pekerjaan yang melibatkan banyak orang atau stakeholder. Oleh karena itu memelihara persatuan dan kesatuan guna team work yang produktif merupakan keharusan.

Dalam pola pikir alur "logical frame work", mengapa 3 hal ini harus ditempuh oleh Robert dan faktanya memang demikian, dan fakta lain lagi menunjukkan bahwa dia berhasil? Jawabannya adalah: Robert menginginkan agar hidup dan pekerjaanya menghasilkan buah. Sahabat terkasih, lagi-lagi kita melihat bahwa Robert bekerja dalam pola "jalankanlah 3 macam kebajikan guna mencapai 1 tujuan akhir yang baik". Hal ini membentuk pola seperti apa yang disebut di judul posting ini, yaitu "tri bajik eka cita". Robert Riwu Kaho akan dikenang oleh masyarakat pendidikan di NTT sebagai pengingat falsafah tersebut.

Apakah tentang semua itu karya Robert tentang "tri bajik eka cita". Ya untuk sebagian tetapi belum seluruhnya. Semua yang saya tulis ini baru preambule-nya. Pembukaannya saja. Dalam serial terakhir "tri bajik eka cita" akan saya ulas tuntas tentang barang perkara itu. Sabarlah Tuan. Sabarlah Puan.

Tabe Tuan Tabe Puan