Senin, 30 November 2009

Jikalau ayahanda masih ada, 1 Desember dia 76 tahun (sebuah catatan dari dina rade)

Dear sahabat Blogger,

Di masa lalu, sebelum April 23, 2008, setiap tanggal 1 Desember adalah hari yang menyenangkan bagi kami, keluarga ayahanda robert "SGT" riwu kaho dan ibunda agustine "tin" riwu kaho-soerdarjat. Mengapa demikian? Ya, hari begitu tanggal begitu adalah hari baik di bulan baik. Bulan Desember adalah bulan spesial. Bulan di mana ada hari Natal dan tahun baru...dan ahaaaaa...kami bakal punya baju baru dan sepatu baru. Bekal untuk bergaya lenggak lenggok. Asyik punya wuaaaaahhh. Sekali waktu kami bersorak-sorai menertawakan saudara sulung kami yang bergaya menggunakan sepatu baru, tebal dan tinggi ala tahun 1970-an. Tak lama dia pergi, eh balik lagi ke rumah...wueee...apa gerangan? Hak sepatu tingginya copot sebelah....waaaaa....ha ha ha ha ha...Serunya bulan Desember. Itu dulu. Dulu.

Mengawali bulan desember adalah tanggal 1. Itu adalah HUT ayahanda robert. Wuuuiiiiuuuhh...rumah kami pasti ramai dengan sanak saudara dan kerabat. Karena dia dituakan dalam suku namata-Sabu, keluarga besar lai-tallo, dan riwu kaho, dan lagi pula amat banyak sobat kenalan-nya maka selalu saja ada yang memaksa beliau untuk merayakan HUT-nya. Ya, dia adalah bunga matahari bagi kami. Lalu, ..waaaaarrr weeerrrrr woorrr wiiiiirr....sejak pagi hari, berbunyi sudah dandang, periuk, centong, gelas dan piring dan lain sebagainya. Lantas, amboi, beterbangan sudah semerbak harumnya aroma sate bakar, kuah asam ikan...hhhmmmm....sedaaapp. Lalu, malamnya ada pesta ramai. Banyak yang datang. Ada yang membawa kado. Ada yang tidak. Ya, tidak semua membawa kado tetapi semua membawa doa. Ada yang bernyanyi. Ada yang membaca sajak. Kami kenyang. Makan enak mak nyussss. Rumah ramai kedatangan tamu dan saudara. Riuh rendah kami berpesta...hurraaaaa.......Tapi itu dulu. Dulu. Sekarang tak lagi begitu. Mengapa? Sejak 2008, 1 Desember adalah hari pedih...aahhhh seandainya bapa robert masih ada..... seandainya....

Kepedihan di awal desember semakin bertambah pedih karena 1 desember 2008, dengan amat bersemangat ibunda kami berangkat ke jakarta..."mau nengok anak cucu sebulan dua" ...demikian katanya...."ludji, kamu jaga rumah baik-baik yaaa"... demikian dia berpesan ......." heeiii....saya akan pulang bulan maret atau april kalau tidak lagi banyak hujan.....demikian janjinya...tetapi janji tinggal janji....3 januari 2009 dia memang pulang tetapi cuma badan. Rohnya sudah disatukan dengan kekasih hatinya, robert "SGT"...aaaahhh bunda, saya masih di sini terus menjaga rumah tetapi engkau tak bakal kembali. Tibalah saatnya, 1 dan dua jam menjelang tanggal 1 desember....tanggal itu dan bulan itu tidak lagi sama.... Semua ceritera yang saya utarakan di awal posting adalah gambar lama dan gambar lama harus disimpan. Saya, dia, mereka dan kami - anak cucu mereka berdua - harus membuat gambar baru . Gambar kami sendiri tentang tanggal 1 di bulan desember. Cuma itu dan hanya itu yang kami bisa. Saya merenung...."bapa robert dan mama tin, ada di spektrum gelombang radiasi yang mana engkau berdua berada sekarang?"

Saya terperanjat dari termenung. Handphone saya berbunyi dan sebuah sms masuk ... "kakak, tolong muatkan isi hati saya tentang bapa robert"...ohhh...sebuh pesan dari dina rade. Si bungsu dalam urutan kelahiran di antara kami ber-12 tetapi sulung di dalam hal berhemat. ...."beta terkenang bapa".....baiklah adik-ku sayang....berikut saya muat pesan isi hati-mu dan biarkan saya tetap di pojok ruang kerja bapa almarhum...menyendiri...mengetik...dan menangis...

Sahabat blogger yang terkasih, mohon maaf jika posting kali ini agak subyektif. Ijinkan saya menikmati kesedihan hati saya melalui posting ini. Toh, perasaan sedih ada karena ada kerterarahan hati. Dan siapa lagi yang bisa menciptaan keterarahan hati jika bukan Tuhan Seru Semesta Alam itu. Inilah ungkapan hati dina rade...

Nov 30 2009 4:29pm

Besok….. Kalo memang masih di ijinkan oleh Tuhan Yesus pastilah merupakan hal yang sangat berbahagia bagi kita semua karena itu adalah tanggal "keramat" atau hari ulang tahun dari bapa kita tercinta, bapa Robert Riwu Kaho. Kalo dijinkan oleh Tuhan Yesus, pastilah besok hari ulang tahun bapa yang ke 76, hmmmm suatu perjalanan hidup yang panjang buat kita sebagai manusia. Tapi kenyataannya, sejak tanggal 23 April 2008 yang lalu, bapa sudah kembali ke Surga kembali pada Sang Khalik yang sangat mengasihi bapa lebih daripada istri, anak-anaknya, saudara-suadaranya dan juga, semua handai-tolannya.

Saat ini, aku sebagai anak yang paling bungsu hanya bisa merenung ke masa-masa yang telah lewat bersama dengan bapa. Suka,senang duka, kesal, kagum, bangga menjadi salah seorang ank dari bapa. Suka,senang? Pasti!!!, karena setiap hari natal aku mendapat baju dan sepatu baju ^_^, kesal? Pasti!!!, karena tidak lepas dari habokan bapa, kagum & bangga? Pasti!!! karena siapa tidak kagum dan bangga akan hasil kerja dan prestasi yang dia buat.

Di hari yang tinggal menghitung jam untuk menuju hari ulangtahunnya, saya hanya bisa membayangkan betapa senangnya bapa saat ini bersama istri tersayang, bersama orangtua yang menghasihinya dirumah Bapa di Surga. Menjelang ulang tahunnya, saya hanya bisa berterimakasih pada Tuhan Yesus diberikan bapa yang baik, bapa yang sangat menghargai kejujuran, bapa yang sangat menghargai waktu dan yang pasti bapa yang sangat mengasihi anak-anaknya menurut cara dan jalannya sendiri. Menjelang ulang tahunnya saya hanya bisa berkata dan berdoa dalam hati, selamat ulang tahun bapaku tersayang……selamat merayakan bersama Bapa di Surga dan menikmati tuaiannya yang sudah engkau tabur selama bersama kami yang masih harus menyelesaikan tugas kami.

Tabe Tuan Tabe Puan

Minggu, 22 November 2009

berpisah dan kembali satu: ternyata memberi hidup

Dear Sahabat Blogger,

Makan, minum dan bernafas, sama kita tahu, adalah aktivitas biologis standard semua makhluk hidup termasuk anda, saya, dan mungkin si Cecilia. Tak ada makhluk hidup, termasuk manusia, yang akan bertahan hidup tanpa proses makan, minum dan bernapas. Bahkan dinosaurus nan perkasa yang menguasai bumi di antara 125 juta - 65 juta tahun yang lalu harus punah karena tidak dapat makan, minum dan bernapas.

Konon, sebuah meteorid besar di 65 juta tahun lampau (nenek moyang si Cecilia dan Paul Simon pasti belum ada tuh...he he he), menghantam planet bumi kita ini menyebabkan ledakan dahsyat. Amat dahsyat, yang setara dengan ledakan 3 trilyun kg bahan peledak TNT. Ledakan tersebut menimbulkan gelombang besar yang menyapu daratan. Kebakaran besar menghanguskan kehidupan. Debu-debu beterbangan ke atmosfir dan menutupi langit lantas menghalangi sinar matahari. Kegelapan itu mematikan tumbuhan sehingga hewan pemakan tumbuhan (herbivora) ikutan mati. Matinya hewan pemakan tumbuhan menyebabkan hewan pemakan daging (carnivora) kehilangan bahan makanannya. Maka matilah si carnivora. Sudah barang tentu si pemakan segala (omnivora) ikutan mati. Atmosfir yang diselimut debu-debu itu lalu membentuk udara beracun yang mematikan ketika terhirup. Guguran debu yang menyatu dengan turunnya hujan meyebabkan sumber air tercemar oleh racun asam dan mematikan bagi yang meminumnya.

Sekarang kita lihat, amboi, tanpa makan, minum dan bernafas secara layak maka kehidupan akan musnah. Jika dunia jagad hiburan film di Indonesia sekarang ini sedang dihebokan oleh film Hollywood "2012" tentang hari kiamat maka peristiwa di saat 65 juta tahun lampau itu memberi petunjuk bahwa kiamat adalah keniscayaan. Sekali waktu, tidak perlu menunggu 2012, kehidupan pernah menjadi nyaris nihil dan tiada. Pada waktu itu, konon, yang bertahan hidup ketika itu adalah jenis-jenis makhluk hidup kecil-kecil seperti rumput yang menyembunyikan titik tumbuhnya dipermukaan tanah (cryptofita) dan beberapa insekta yang dorman serta mamalia kecil yang dapat hidup dengan bahan makanan yang tersisa. Ya, merekalah yang meneruskan kehidupan di bumi sampai dengan hadirnya homo sapiens sapiens, yaitu manusia moderen sekitar 5-10 juta tahun yang lalu.

Kita petik satu pelajaran dari sini, yaitu jangan sombong menjadi yang kuat karena sejarah bumi membuktikan bahwa bukan yang terkuat yang bertahan melainkan yang paling pas. Yang paling mampu menyesuaikan diri. Dinosaurus punah, rumput bertahan. Makanya, buaya jangan sombong di depan cicak. Jangan kecil hati kendati kecil dan lemah. Lelaki Paul Simon yang perkasa jangan sombong di depan perempuan Cecilia yang klemar-klemar lemah gemulai. Kata lagu lawas Indonesia: ... "pria tak berdaya, bertekut lutut di sudut kerling wanita" .... Setuju? Tetapi bukan tentang kerlang- kerling dan tekak-tekuk itu yang menjadi fokus tulisan ini melainkan, kembali ke laptop: makan, minum dan bernapas. Apa gerangan? Begini:

Makan, menurut kamus, adalah kegiatan memasukkan makanan atau sesuatu ke dalam mulut untuk menyediakan nutrisi bagi binatang dan makhluk hidup, dan juga energi untuk bergerak dan juga untuk pertumbuhan, yaitu dengan memakan organisme. Makhluk karnivora memakan binatang, makhluk herbivora memakan tumbuhan, sedangkan omnivora memakan keduanya (Wikipedia). Masih dari sumber yang sama, minum diartikan sebagai kegiatan mengkonsumsi cairan melalui mulut. Air, misalnya, diperlukan untuk membantu proses fisiologis kehidupan. Kelebihan atau kekurangan air dalam tubuh juga berpengaruh terhadap masalah kesehatan manusia. Perhatikanlah bahwa makan adalah kegiatan memasukkan sesuatu. Apa sesuatu itu? Bahan makanan. Dari mana bahan makanan diperoleh? Tumbuhan dan hewan. Apa makanan hewan? berasal dari tumbuhan. Dari mana tumbuhan memperoleh makanan? Dia membuatnya sendiri dengan mencampur-campur bahan-bahan baku dari tanah, air dan dari udara. Oalaaahh ya amplop, lagi-lagi anda lihat bahwa adalah tumbuhan yang terkesan lemah dan statis itu adalah kekuatan dasar. Tak ada tumbuhan tak ada makhluk lain yang memakannya. Lantas bagaimana tumbuhan mengolah bahan makanannya. Ini dia: fotosintesis.

Apa Fotosintesis itu? Ringkasnya begini, fotosintesis adalah proses biokimia pada tumbuhan, alga dan beberapa jenis bakteri untuk mengolah bahan makanan dengan menggunakan energi cahaya. Apa bahan makanan untuk tumbuhan? Yang paling mendasar adalah karbohidrat dan lalu proses-proses atas karbohidrat itulah yang akan menghasilkan aneka bahan lainnya seperti protein, asam lemak, dan lan sebagainya. Bagaimana jalan ceriteranya? Saya ceriterakan secara ringkas: mula-mula adalah tumbuhan menarik air (H2O) dari dalam tanah bersamaan dengan terbukanya mulut daun (stomata). Simultan dengan itu, melalui stomata yang terbuka tersebut masuklah karbondioksida (CO2). Dengan bantuan energi radiasi sinar matahari (dari sinilah asal muasal istilah foto sintesis karena dalam bahasa sono foto artinya sinar), senyawa H2O dipecah menjadi H2 dan O2 (oksigen). Sebagian besar oksigen dilepas kembali ke atmosfir dan supaya tahu saja, oksigen inilah yang menjadi somber oksigen bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kemana H2? Melalui proses enzimatik, H2 disatukan dengan karbondiosida (CO2) membentuk bahan dasar hidup, yaitu karbohidrat atawa glukosa (C6H12O6). Inilah hasil terpenting dari proses fotosintesis. Selesaikah ceritera? Belum bung dan zoes. Kita lanjutkan. Lebih cepat lebih baik. Demi persahabatan.

Karbohidrat masih harus diproses lebih lanjut untuk membentuk bahan-bahan lain seperti asam amino, protein, asam lemak dan banyak lainnya, termasuk kerja seperti pernafasan di satu tempat di dalam sel tumbuhan, yaitu mitokondria. Jadi, karbohidrat harus dipecah-belah terlebih dahulu sebelum mendatangkan guna yang lebih besar lagi. Proses ini disebut sebagai respirasi. Prosesnya begitu rumit dan melibatkan berbagai macam tahap tetapi hasil akhir dari proses ini adalah persis berketerbalikan dengan proses foto sinesis, yaitu dihasilkanya CO2 dan H2O. Karbondioksida dan air kembali dibebaskan ke atmosfir. Mari kita lihat rumus berikut ini untuk memperlihatkan apa yang saya nyatakan itu:

fotosintesis
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2

respirasi
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O

Sekarang perhatikan baik-baik bahwa jika pada peristiwa fotosintesis H2O terpaksa berpisah menjadi H2 dan O2 tetapi pada saat respirasi keduanya disatukan kembali. dan dilepaskan kembal ke atmosfir sebagai uap air. Dan kita semua tahu bahwa uap air inilah yang dalam prosesnya di atmosfir akan turun kembali ke tanah sebagai hujan. Dari hujan kita mendapatkan air untuk minum, mandi dan lain sebagainya. Oh ya sebelum saya lupa: dalam kehidupan sehari-hari kata respirasi disebut juga sebagai pernafasan.

Lalu, apa pelajaran yang dapat kita petik dari dunia tumbuh-tumbuhan itu tadi. Adalah ini, dalam hidup kita, pertengkaran dan perbedaan pendapat dan bahkan perpisahan adalah wajar. Hegel menggunaan aforisme "dialektika". Bukankah ketika kita mandi, bahkan pakaian yang terbagus yang kita milikipun harus pisahkan dari badan kita dan kita copoti satu-satu, supaya badan kita bersih benar ketika dibilas. Pakaian bagus itupuan satu per satu kita cuci sebersih-bersihnya. Lalu, ketika kita satukan kembali dengan badan kita maka kilau semaraknya akan menambah keren tampilan kita? Jadi, jangan takut pada perbedaan. Perbedaan pendapat bukan kiamat dan harus dilarang-larang bila perlu menggunakan kekuatan dan kekuasaan. Pembungkaman terhadap perbedaan adalah melanggar ketentuan alam dan dapat berakibat tidak baik. Ingat masa ORBA? Ketika perbedaan pendapat diberangus maka malapeteka menanti dengan tangan terbuka. Oleh karena itu, saya amat prihatin terhadap perkembangan mutakhir bangsa kita. Ketika cicak bertindak, buaya ingin membungkamnya. Ketika pers bersuara keras mewakil perasaan rakyat, ada yang "memanggil mereka". Ketika para facebookers beraksi ada yang mengata-ngatai .."waaahhh itu rekayasa"...bahkan ada yang tega hati untuk mengusulkan bahwa ... "woooiiii, haramkan dan larang facebook" ..... Ada apa ini? Mungkin jawabannya terletak di sini: yaitu ketakutan yang begitu rupa terhadap perpecahan karena kita sendiri sering lupa untuk menyatukannya kembali. Amat sangat sering kita ingin berdebat karena sudah hobi kita untuk berdebat. Tidak jarang kita berdebat hanya untuk mengalahkan lawan debat kita. Kita berdebat untuk debat itu sendiri.

Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa sebenarnya kita tidak boleh berhenti pada sekadar berbeda pendapat. Perkara terpenting adalah bagaimana menyatukan kembali perbedaan pendapat yang terjadi lalu meletakannya ke dalam kesepakatan-kesepakatan baru guna mendapat hidup yang lebih lega di kelak kemudian hari. Dunia tumbuhan memperlihatkan bahwa pemecahan unsur-unsur yang dikuti dengan penyatuan kembali ternyata mendatagan makanan, minuman dan bernapas. Ya, perpecahan yang diikuti dengan penyatuan kembali ternyata mendatangkan dan memberi hidup. Apakah kita lebih bodoh dari tumbuhan? Saudaraku terkasih, jawaban atas pertanyaan itu tidak akan terletak hanya pada kata-kata melainkan juga pada perbuatan. Hidup adalah pelaksanaan kata-kata. That's all my friends.

Kita nikmati lagu bagus berikut ini,


Tabe Tuan Tabe Puan

Kamis, 12 November 2009

cecilia dan dialektika: dialog dan bukan dia loe gue

Dear Sahabat Blogger,

Tahun dulu, sekitar tahun 1980-an, masa ketika saya masih imut-imut, belum amit-amit seperti sekarang ini, pernah saya menyaksikan wawancara antara Eddy Soed (ES - sekarang sudah almarhum) sebagai host acara (Kamera Ria Safari di TVRI) bersama seorang penyanyi pria nan kesohor. Ya, saya menyebutannya saja sebagai penyanyi tersohor (PT). Percakapan di dalam wawancara itu kurang lebih begini (saya cukup ingat):

ES: wah suara Bung xx bagus sekali dan masih terjaga dengan baik sampai sekarang. Apa sih resepnya?
PT : wah terima kasih tetapi resepnya sederhana saja. Berdoa.
ES: iya sudah barang tentu kita harus berdoa tetapi maksud saya apakah ada upaya lain?
PT: tidak, cuma ya itu tadi, berdo'a.
ES: iya Bung xx, tapi apakah tidak perlu latihan rutin, menjaga stamina atau menjaga tidak makan sembarangan misalnya?
PT: iya, berdo'a
ES: ya sudah, tepuk tangan yang meriah untuk Bung xx

(prok prok prok prok keeepppprrrooookkkk, begitulah suara tepuk tangan membahana)
Saya bingung dan sekaligus "eneg" dengan cara PT menjawab. Apa iya, cukup dengan berdoa? Soalnya, saya menyaksikan sendiri bahwa ada banyak orang yang tiap hari rajin berdoa tetapi suaranya tetap saja tidak bagus-bagus amat kalau tidak mau dibilang pas-pasan. Singkat kata, sebagai pemirsa saya gondok karena tidak bisa belajar sesuatu tentang cara bernyanyi yang baik. Kendati saya satu agama dengan mister PT, dan oleh karena itu saya juga rajin berdoa seperti dia juga tetapi suara saya tidak merdu-merdu amat, saya dongkol berat. Memalukan. Tidak cukup hal positif yang bisa saya petik dari situ. Seandainya saja ketika itu lalu lintas omongan di antara kedua orang itu berjalan seperti ini:

ES: wah suara Bung xx bagus sekali dan masih terjaga dengan baik sampai sekarang. Apa sih resepnya?
PT : Waaah, terima kasih tetapi resepnya sederhana saja. Berdoa.
ES: Ah, apa iya cuma berdoa, saya toh juga berdoa tetapi suara saya nggak bagus tuh?
PT: iya mas, tetapi yang saya maksudkan adalah sambil berdoa, saya juga rajin berlatih saban hari.....
ES: Ok, tetapi saya tidak yakin hanya begitu saja karena apakah suara akan tetap baik jika tenggorkan saya sering terkena radang gara makan sembarangan?
PT: Oh iya juga sih Bung, anda saja yang tidak sabar karena saya tadi pas saya mau ngomong begitu, sampeya sudah main potong ucapan saya...ya, saya selain berlatih tetapi juga tidak sembarangan maka katak, ular, cicak, buaya dan lain-lainnya itu Mas... tapi ya...jangan lupa.....rajin berdoa juga yaaaaa.....
ES: he he he ...baiklah ...ayoooo semuanya saja .... tepuk tangan yang meriah untuk Bung xx

(prok prok prok prok keeepppprrrooookkkk, begitulah suara tepuk tangan membahana)
Sahabat terkasih, apakah anda melihat perbedaan di antara dua skenario wawancara di atas? Tak perlu repot-repot. Saya kasih tahu saudara bahwa ada perbedaan di antara keduanya. Wawancara pertama tidak menambah ilmu apa-apa bagi saya sedngkan pada wawancara kedua saya mendapat pengetahuan baru bahwa agar suara menjadi indah maka perlu beraltih, menjaga pola konsumsi dan juga rajin berdoa. Wawancara kedua menghasilkan hal yang amat positif. Tetapi lihatlah, pada wawancara kedua. Di situ terjadi proses saling menyangkal terlebih dahulu sebelum tiba pada konklusi positif pada akhirnya. Anda lihat, positivitas dihasilkan melalui proses yang penuh negativitas. Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengatakan hal itu sebagai dialektika. Ya, kita bisa menemukan kebaikan setelah sebelumnya kita terlibat dalam suatu proses yang saling menyangkal, menyakitkan dan negatif.

Pada titik ini, teringat akan sebuah lagu, yang menurut saya teramat keren, yang dinyanyikan oleh duet fenomenal favorit saya, "Simon & Garfunkel". Lagu itu berjudul "Cecilia". Coba dengarkan ini:

Paul Simon -- Cecilia
dan berikut ini versi aslinya
Paul Simon & Art Garfunkel - Cecilia

Mula-mula saya menyukai lagu ini karena beat dan sinkup lagunya yang luar biasa dan dinyanyikan dalam harmoni yang tak kalah luar biasanya. Dan saya tidak berbohong kepada sauara-saudara tetang hebatnya lagu ini karena lagu yang diciptakan oleh Paul Simon pada tahun 1970 ini menduduki tangga lagu # 4 di US chart. Sesudahnya tercatat lusinan pemusik dan penyanyi merekam kembali lagu ini dalam interpretasi mereka sendiri. Group Ace of Base, Madness, Faith No More dan Counting Crows adalah beberapa di antaranya. Lagu ini juga dimasukkan sebagai lagu thema di beberapa film Hollywood misalnya The Sopranos dan The Right Place Time. Oh iya, saya juga ingin mengatakan bahwa judul lagu ini sebenarnya mengingatkan saya kepada seorang sahabat masa kecil saya, ketika masih di bangku SD. Dia adalah tetangga saya yang juga bernama Cecilia. Entah di mana dia berada kini. Tak tahu lagi di mana rimbanya. Singkat kata, lagu ini adalah lagu yang bagus dan keren.

Belakangan baru saya sadari bahwa lagu ini bagus bukan semata-mata karena beat dan harmonisasi-nya saja yang hebat tetapi ada kekuatan tersendiri di balik lirik-liriknya. Salah satu interpretasi makna liriknya mengatakan bahwa lirik lagu ini berceritera tentang seorang kekasih yang berperilaku tidak menentu (capricious lover) yang mendatangkan kesedihan yang amat sangat (anguish) dan sekaligus kegirangan, yang juga teramat sangat, (jubilation) bagi pasangannya. Bayangkan saja, baru saja si penyanyi kegirangan karena selesai bercinta eeehhhhh si Cecilia lenyap ketika ditinggal sebentaran ke kamar mandi. Cecilia melompat ke pelukan orang lain. Pada muanya si penyanyi membayangkan kekasih yang baik. Cecilia menjawab ... sorry sir, i'm not. Gue kabur acchhh .... Si penyanyi berharap dan memohon... c'mon home Cecilia .... dan ...wwwoouuw .... jubilation....Cecilia pulang kerumah dan ... heii ... loves him again. Gilaaaa. Si penyanyi tertawa berguling-guling di lantai. Luar biasa. Amazing. Ternyata, ada juga dialektika di dalam dunia percintaan. Thheeerrrrrrllaallhhhuuuu.....

Lalu, apa ada hubungan antara Cecilia, capricious lover, anguish, jubilation dan dilektika. Untuk memahami hubungan ini, karang saya mencoba untuk meletakannya secara bersamaan dengan dinamika politik dan hukum kontemporer di Indonesia. Hari-hari belakangan ini kita di Indonesia dipusingkan dengan dampak perseteruan di antara cicak VS buaya VS godzilla VS kadal dan entah apa lagi namanya itu. Pada awalnya adalah pesoalan hukum lalu merembet ke soal-soal politik. Mula-mula polisi dan jaksa mengatakan Bibit dan Chandra (BC) tersangka dalam kasus korupsi lalu ditahan. Satu juta Facebookers marah. BC menyangkal dan memberikan perlawanan. Mahkamah konstitusi membuka rekaman hasil sadapan KPK dan....bbrrrrrrgghhhh.....Satu juta Facebookers marah. SBY bingung. Semula belia mengataan bahwa .... "saya tidak bisa campur tangan"...eeehhh...2 hari kemudian, menghadapi tekanan politik dari publik, beliau membentuk tim 8 dan lalu seminggu kemudian tim 8 menyimpulkan: "perkara BC tak bisa diteruskan karena bukti-bukti lemah". Eh, Polri dan Kejakgung menyangkal kesimpulan komisi 8. Komisi III DPR "bersimpati" kepada Polri dan Kejakgung lalu bertepuk tangan dan berfoto bersama-lah mereka bareng tamu-tamunya yang menyambangi gedung DPR/MPR. Pengacara BC menyangkal bukti-bukti dari Polisi. Pengacara Anggodo mengatakan bahwa kliennya idak bersalah. Tiba-tiba Wiliardi Wizard berteriak di pengadilan Antasari Azhar ... "gue cabut BAP karena sudah diskenariokan oleh petinggi Polri"... "Antasari memang sudah disasar untuk ditumbangkan Polisi". Antasari menangis karena merasa terdzolimi. Tetapi besoknya Polisi menyangkal....walaahhh...si WW dan AA bohong tuh, buktinya nih liat videonya waktu diperiksa, mereka cuma ketawa-ketawa tuh.... Adnan Buyung mengataan bahwa "ada gerakan operasi intelijen di balik pelemahan KPK". Begitulah terjadi setiap hari. Satu pihak menyatakan sesuatu, besoknya dibantah oleh pihak lainnya. Ah, entahlah besok pernyataan dan bantahan terhadap pernyataan apa lagi. Lalu, rakyat dibuat bingung dan bengong. Di mana kebenaran. Adakah kebenaran bisa ditemukan dari ceritera yang saling menyangkal itu? Jangan-jangan semua ini adalah dialektika hari ini, yang memang harus terjadi, sebelum Indonesia berubah menjadi lebih baik besok hari.

Jujur saja, sayapun bingung tetapi dari pada bingung berkepanjangan maka baiklah saya mengajak, jikalau sahabat sudi, marilah kita coba menumpang pada filsafat kritis dari Hegel. Kebaikan bisa lahir karena ada saling menyangkal. Filsafat, sejak Aristoteles, amat memuja ketenangan. Hidup adalah untuk mengejar kebaikan dan menghindarkan penderitaan. Jauhkan pertentangan dan sangkal-menyangkal. Itu adalah penderitaan. Akan tetapi Hegel berpikir bahwa manusia adalah sebuah proses pencarian dan pembentukan. Di dalam proses itu manusia harus terus bergerak menuju kebahagiaan. Di situ, mau tidak mau ketidak tenangan harus dihadirkan guna menghindarkan kemapanan. Tesis harus dilawan dengan antitesis. Kritik mengeritik dan sangkal menyangkal diperlukan guna menghindari kemapanan. Mengapa demikian? Ya, karena ketika kritik ditiadakan maka yang terjadi adalah kebahagiaan dan ketenangan yang palsu dan artifisial. Ketika kritik ditiadakan maka kebaikan bisa datang semata-mata hasil tafsiran sekelompok orang yang disebut sebagai penguasa. Baik menurut sang penguasa haruslah baik untuk semua rahayat. Besar maupun kecil.

Pengalaman empirik Bangsa Indonesia di masa ORBA menunjukan bukti kuat untuk itu. Semua yang menurut Soeharto baik adalah baik juga untuk semua orang. Jikalau menurut Tutut, Bambang dan Tommy berdagang dengan cara makelar adalah yang tebaik bagi Indonesia maka memang harus begitulah adanya tak perduli seberapa korupnya sistem itu. Toh Indonesia mengalami swasembada pangan, ketenangan dan keteraturan keamanan. Betulkah demikian? Mohon maaf, jawabannya adalah tidak. Ketika krisis besar di tahun 1997 datang menerpa, jatuhlah Indonesia kedalam malapetaka hutang dan krisis. Imbasnya masih terasa sampai hari ini. Inilah harga yag harus dibayar oleh minimnya kritik. Nihilnya dialektika. Kemapanan ternyata membawa celaka. Oleh karena itu, kritiklah kemapanan. Saling mengkritiklah kita. Hiduplah dalam situasi saling sangkal menyangkal. Pertarungan di antara tesis dan anti-tesis memaksa orang untuk terus menemukan tesis yang lebih baik. Lantas dari sana, kebenaran dan ketenangan sejati, yang tidak semu, dapat ditemukan. Bukan oleh segelintir orang, yang disebut elit, melainkan oleh kesepakatan banyak orang. Kebenaran tak boleh dimonopoli elit. Kebenaran milik semua orang.

Sedemikian perlukah dialektika? Tak pasti juga tetapi marilah kita tengok apa kata Hegel tentang keutamaan dialektika. Dia bilang begini: "dengan demikian yang benar adalah kegilaan dari tari kemabukan dari dewa bakhantik" (bakhantik - yang berasal dari kata Dewa Bacchus yang adalah dewa anggur atau disebut juga dewa mabuk). Apa maksudnya ini? Franz Magnis Suseno membuat penafsiran yang sangat elok, yaitu berproseslah secara bersemangat bak orang mabuk dalam mencari kebenaran, bila perlu bertengkar dan saling menyangkal. Pada akhirnya adalah ketenangan bak orang mabuk yang tertidur lelap dalam kelelahan setelah menari-nari tak keruan. Setelah pertengkaran panjang dan melelahkan, percayalah akan ada hal-hal benar dan benar yang berhamburan yang dapat kita petik. Dan dunia menjadi tenang. Kedamaian datang setelah bertengkar.

Persoalannya adalah sangkal menyangkal dan bertengkar seperti apa yang dapat mendatangkan kebaikan? Merujuk kepada Hegel, jawabannya adalah berpikir kritis. Apa esensi berpikir kritis? Ini dia Bung dan Zoes: dialog zonder pakai kekerasan. Ya jelas terang benderang: dialog dan bukannya "dia loe gue". Dialog adalah komunikasi 2 arah yang sedangkan dia log gue adalah komunikasi suka-suka sendiri lantas berantem terus menerus tak keruan. Saling gampar, saling bunuh dan atau saling meniadakan. Maka itu, biarkan KPK, Polisi, Jaksa, Pengacara, Hakim, para tertuduh dan tersangka, Facebookers dan juga kita semua bertengkar tetapi jangan saling me-negasi. Silakan saling berdialog sekritis mungkin karena sesudah itu semua akan tenang kembali. Kebenaran akan datang memunculkan dirinya di ujung pertengkaran. So, ikuti saja semua pertengkaran sembari menarik hikmah dan menghindarkan perilaku destruktif. Percayalah. Tuhan tidak tidur. Ada waktunya Dia menunjukkan kebenaran dihadapan para pemabuk yang lelah itu. Habis bertengkar datanglah damai. Habis gelap terbitlah terang. Apakah Hegel benar? Silakan anda nilai sendiri. Kalau saya memilih untuk percaya bahwa Tuhan adalah benar. Kata-NYA: "sehabis hujan akan tampak pelangi nan indah". Nah lho, apakah dengan percaya kepada Tuhan maka berpikir kritis harus ditiadakan? Ya, tidak juga. Bagaimana caranya percaya kepada Tuhan tetapi tetap kritis? Eh, nanti lain kali saya posting. Sekarang cukup ini saja dahulu. Itu saja Brote' and Sista'.

Tabe Puan Tabe Tuan

Minggu, 01 November 2009

cicak dan buaya dan kita semua: belajarlah dari ebony & ivory

Dear Sahabat Blogger,

Satu dua hari belakangan ini, kita di Indonesia disibukkan dengan hingar bingar berita seputar "polisi VS KPK", yang pernah dimetaforaka sebagai "cicak VS buaya". Cicak adalah KPK sedangkan Buaya adalah polisi. Konon, Susno Duadji, seorang petinggi di jajaran kepolisian, pernah mengatakan begitu dan sudah barang tentu cicak bukanlah tandingan sang buaya. Pernah mendengar lagu "cicak di dinding"?. Ah, anda yang pernah kecil pasti kenal betul lagu itu. Hafal liriknya. Dalam kontek barang perkara "cicak VS buaya", liriknya mungkin perlu diubah menjadi begini:

Cicak cicak di dinding
diam-diam menyadap
datang seekor buaya
haaaaaapppp....
cicak pun pingsan

Bagaimana, setujukah? Mungkin anda kurang setuju tetapi maaf dalam dunia nyata di Indonesia hari-hari belakangan ini, itulah kenyataannya. Polisi dengan berbagai dalih akhirnya menangkap Bibit dan Chandra. Dua petinggi KPK yang sebelumnya telah dilucuti kekuasaannya alias di non-aktifkan. Polisi dan juga, Presiden SBY dan juga Deny Indrayana yang jauh hari sebelum diangkat menjadi staf khusus presiden terkenal bermulut tajam terhadap berbagai kisah korupsi tetapi belakangan berubah manis, yakin betul bahwa penahanan itu adalah konsekuensi logis dari pelaksanaan proses hukum. Akan tetapi banyak pihak di luar "dia-dia orang" yang, kendati meyakini kebenaran proses hukum, berpendapat bahwa proses penaanan Bibit dan Chandra amat bertentangan dengan perasaan keadilan masyarakat. Konon para facebooker sejumlah hampir 200.000 orang memilih untuk berada di belakang Bibit dan Chandra yang dianggap sebagai "simbol perlawanan" terhadap upaya kriminalisasi dan pelemahan KPK. Kegeraman sebagian orang semakin meninggi ketika mister Anggodo Wijaya, sang penelepon yang tersadap KPK mendatangi Mabes Polri guna melaporkan KPK karena merasa tercemar nama baiknya. Entahlah, apakah sebelumnya mister Anggodo terkenal memiliki reputasi bernama baik atau tidak.

Begitulah, sahabat blogger terkasih, situasi Indonesia di akhir bulan Oktober dan memasuki bulan November. Panas dan Panas. Mungkin terpengaruh kondisi iklim Indonesia yang amat panas di musim kemarau panjang yang diperkuat oleh munculnya fenomena "EL Nino". Saya tak mau ikut-ikutan latah melakukan analisis siapa benar dan siapa salah. Silakan anda membuka lembar koran dan atau membuka halaman-halaman berita di dunia internet untuk membaca dan menganalisinya sendiri. Simpulkan sendiri dan lalu katakan kepada hati nurani anda, kemana rasa keadilan anda akan berpihak. Saya cuma sekedar heran mengapa polisi dan KPK harus terlibat dalam perseteruan seperti itu. Banyak pihak mengatakan bahwa yang bertengkar adalah oknum dan bukan lembaga. Pernyataan itu benar tetapi pertanyaan saya adalah apakah lembaga jika bukan terdiri atas oknum-oknumnya? Setahu saya polisi dan KPK adalah produk hukum resmi milik semua warga bangsa. Polisi ada untuk menjalankan ketertiban umum dengan motto "to protect and to serve". Bukankah KPK diadakan oleh kita semua agar kesejahteraan umum sebagaimana yang dimaksudkan di dalam Pembukaan UUD 1945 dapat berjalan tanpa "dicuri" oleh penyelenggaranya? Lalu, mengapa keduanya bertentangan? Atau jangan-jangan pemberi metafora "Buaya VS Cicak" terinspirasi oleh proses liar di dalam ekosistem alami, yaitu tingkat memakan (trophic level) rantai makan (food chain) dan jejaring makan (food web).

Di alam, adalah tikus makan padi, ular makan tikus, ular dimakan elang dan seterusnya sampai ke puncak piramida tingkat makan-memakan, yaitu pemangsa terbesar adalah dia yang memakan semua yang berada di level bawahnya. Lawan dihancurkan. Bila perlu cukup dengan sekali kremus-an. Lalu, bagaimana dengan kelangsungan hidup bagi mereka yang berada di tingkat memakan pada level di bawah? Gampang! Makan saja semua yang berada pada level yang berada di bawahnya lagi. Beres. Dengan demikian, tingkat makan memakan di dalam ekosistem alam itu dipahami sebagai upaya bertahan hidup dengan cara saling memangsa menurut ukuran kekuatan tiap-tiap organisme. Yang kuat adalah predator dan yang lemah adalah mangsa (prey). Oh ya, lantas bagaimana dengan mereka yang terlalu lemah untuk bertindak sebagai pemangsa? Mudah lenyapkah? Tidak juga. Supaya tetap survive maka mereka-mereka ini mengembangkan aneka taktif defensif antara lain mekanisme penghindaran (avoidance). Tumbuhan kaktus yang tidak bisa memakan kambing lalu mengembangkan duri untuk melindungi dirinya dari pemangsa. Kembang Mawar yang cantik tetapi lemah itupun memilih jalan serupa kaktus untuk melindungi dirinya. Rumput kecil lemah itupun sebenarnya tak berdaya ditelan si sapi dan si api. Sekali ragut habislah dedaunannya. Benar begitu? Belum tentu. Dengan "amat licik", si rumput menyembunyikan titik tumbuhnya di bawah permukaan tanah sehingga kendati daunnya habis ditelan mangsa tetapi rumput tetap hidup. Bekerja sama dengan semua organ renik pengurai, lalu si rumput diam-diam memperkaya diri di dalam tanah dan ...ccccuurrrrrr....begitu datang guyuran hujan, tumbuhlah dia kembali dan tampil penuh gaya di padang hijau. Begitulah di dalam alam, semua memakan semua dan semua berupaya menipu semua. Dalam konteks ini, buaya memang pemangsa yang lebih tangguh ketimbang cicak tetapi awas....cicak bisa menipu. Ketika datang bahaya, ekorpun diputuskannya dan heeeeiiii...cicakpun lari bersembunyi sembari mengintip peluang untuk memakan nyamuk. Lihatlah, si cicakpun ternyata adalah predator juga bukan?

Jadi bagaimana? Pertama, polisi dan KPK dan kita semua tidak hidup di dalam rimba raya tempat berlangsungnya proses makan memakan secara bebas demi kelangsungan hidup; Kedua, Polisi dan KPK dan kita semua ada dalam keunikan struktur dan fungsi sendiri-sendiri tetapi sekaligus dengan itu kita semua terpanggil oleh suatu keterarahan untuk berbuat baik, yaitu apa yang disebut sebagai panggilan hati nurani; Ketiga, jikalau benar bahwa kita memiliki nurani maka apa yang seharusnya kita lakukan adalah bekerja dalam semua tugas dan fungsi kita masing-masing, sebaik-baiknya, dalam harmoni yang sama agar terpancar kebaikan, kemuliaan dan kasih sayang. Untuk itu kita bisa belajar dari gading Ivory yang di dalam deretan tuts piano berfungsi untuk menghasilkan nada-nada mayor. Lalu berdampingan dengannya adalah potongan bilah kayu Ebony yang bertugas untuk menghasilkan titi nada minor. Di tangan seorang komposer atau artist yang baik maka perpaduan antara Ivory dan Ebony menghasilnya nada-nada merdu yang menyuarakan keindahan, kebaikan dan kasih sayang. Thomas Aquinas mengatakan bahwa "kita satu pada diri sendiri (unum in se)" dan sekaligus "kita juga satu dalam keterarahan tujan yang sama (unum ordinis)". So, belajarlah kawan, untuk hidup berdampingan secara harmonis kendati kita berbeda. Saya mau mengasihi anda justru karena anda berbeda dari saya. Jikalau Ebony dan Ivory bisa, mengapa kita tidak?